*Oleh: Sukatno, M.Pd
Kemajuan teknologi dan informasi sebenarnya memiliki  dampak positif, namun tak terelakkan bahwa pengaruh negatifnya jelas-jelas ada.  Para pengguna teknologi memiliki beragam niat dalam memanfaatkannya. Ada yang menggunakan sebagai sarana pembelajaran, mengisi waktu luang dan terkadang tanpa sengaja melakukan hal-hal buruk.
Melalui teknologi berbagai informasi tersebar secara meluas dan  cepat. Ribuan bahkan jutaan orang telah dengan mudah  berbagi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter,instagram ataupun pesan telepon genggam seperti, whatsapp dan lain sebagainya.Â
Sedangkan banyak para pengguna media dengan mudah menerima informasi  tanpa proses screening atau filtering. Bahkan sering terjadi pula  para penerima informasi tanpa mengecek ulang kebenaran informasi, lebih parah lagi mereka turut serta menyebarkan informasi ke orang lain. Padahal informasi tersebut belum tentu  benar.Â
Sangat disayangkan apabila informasi yang disebarkan tersebut adalah informasi sampah,  tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi menyesatkan, berita  bohong  atau biasa disebut hoax.
A. Sifat hoax
Penyebar berita sesat (baca: hoaxer) merasa dirinya sukses bila berita bohongnya tersebar luas. Banjirnya hoax atau informasi tidak akurat tersebut akhirnya  menjadi  konsumsi publik. Sebagian publik pun ada yang menjadi kurban, namun sebagian orang memiliki data akurat, sehingga tidak mudah tertipu. Sebagian dari warga masyarakat pun sudah bisa merasakan dampak yang ditimbulkan: saling curiga, permusuhan dan bahkan bisa terjadi saling bunuh. Jelas ini agar segera diakhiri.
Kita pun akhirnya bertanya-tanya: bagaimana berita bohong dapat tersebar dan dipercayai oleh masyarakat?
Menurut penulis, setidak-tidaknya ada beberapa  perilaku hoaxer dalam menjalankan aksinya yang diringkas dalam 5M characters of hoaxer :
1. Memprovokasi
Penyebar hoax biasanya menggunakan judul yang provokatif dan  kontroversial agar dapat menarik perhatian pembacanya. Pembaca digiring pikiran dan emosinya agar mereka  merasa penasaran dengan judul bacaan tersebut.