Mohon tunggu...
Sukarti Ningsih
Sukarti Ningsih Mohon Tunggu... -

SEORANG PEMERDULI PENDIDIKAN INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Permainan Anak-Anak Dari Masa ke Masa Dalam Mendidik Karakter di Luar Pendidikan Formal

21 Maret 2015   10:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 7135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang padat penduduknya. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah anak-anak. Masa anak-anak merupakan masa yang sering diingat karena identik dengan bermain-main. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2013) bermain dapat meningkatkan perkembangan kognitif karena membuat anak-anak mempraktikkan kompetensinya serta memperoleh keterampilan melalui cara yang menyenangkan. Dari masa ke masa jenis permainan anak-anak mengalami perubahan yang sangat bervariasi. Pada zaman dahulu untuk mengisi waktu luang, anak-anak sering memanfaatkan waktu untuk bermain. Permainan tradisional cenderung lebih mendidik, meningkatkan kreatifitas dan meningkatkan solidaritas antar teman. Bahan-bahan yang digunakan kebanyakan dari alam atau lingkungan sekitar tanpa harus membeli. Contohnya mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, telepon yang terbuat dari kaleng dan benang, bermain dakon, egrang, gobak sodor, bentengan dan lain sebagainya.

Pada masa sekarang, permainan tradisional sudah mulai memudar bahkan menghilang karena adanya perkembangan teknologi sehingga menyebabkan munculnya berbagai permainan modern. Dalam Kompasiana menjelaskan bahwa fenomena yang ada saat ini, sangat disayangkan sekali melihat anak-anak sekarang yang kebanyakan dari mereka menghabiskan waktunya di warnet ataupun game center yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Biasanya sepulang sekolah mereka bergegas ke tempat permainan tersebut dan berjam-jam berada didepan layar monitor untuk main game online. Mereka lebih menyukai permainan yang lebih efisien tanpa harus bersusah payah untuk membuat mainan tersebut dan terkadang mereka tidak mempedulikan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membeli permainan tersebut.

Melihat perilaku anak-anak zaman sekarang, kebanyakan hanya mengetahui permaianan-permainan yang modern saja, dan kurang mengetahui permainan-permainan yang tradisional. Umumnya hal seperti ini terjadi pada anak-anak diperkotaan. Mungkin jika kita berkunjung ke suatu desa ataupun kampung, kita masih bisa setidaknya menjumpai anak-anak yang bermain kelereng ataupun petak umpet. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika seorang anak dari desa yang mengetahui apa saja macam-macam permainan tradisional seperti masak-masakan, boneka-bonekaan, dan lain sebagainya.

Hal tersebut yang membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang Dinamika Permainan Anak-anak di kota Malang. Didalamnya akan membahas tentang perkembangan permainan pada anak-anak, dampak positif dan negatif permainan dan meminimalisir kecanduan penggunaan teknologi khususnya dalam hal permainan anak-anak modern.

Permainan

Main adalah kata kerja yang menunjukkan aktivitas seseorang untuk mencari kesenangan atau kepuasan tertentu. Penggunaan istilah main biasanya selalu diawali adanya unsur subjek (pelaku) dan objek (benda yang menjadi pusat perhatian). Arti kata bermain sama dengan istilah main, yaitu menunjuk pada aktivitas seseorang yang melakukan suatu jenis permainan (Muliawan, 2009).

Schwartman mengatakan bahwa permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya (dalam Muliawan, 2009). Istilah main, bermain, atau permainan memiliki keseragaman arti sebagai suatu aktivitas mencari kesenangan atau kepuasan tertentu.

Adapun teori permainan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dalam Mutiah (2010) yaitu (1) Teori Surplus Energi yang dikemukakan oleh Friedrich Schiller dan Herbert Spencer yang mengatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada surplus energi. Maksudnya  adalah bahwa anak itu bermain, karena didalam diri anak tersimpan tenaga lebih, sehingga harus disalurkan. Sehingga sangat wajar bila anak usia dini sangat aktif dalam bergerak atau bermain, karena itu merupakan salah satu cara mereka mengapresiasikan tenaga yang ia miliki; (2) Teori Praktis dikemukakan oleh Karl Groos yang meyakini bahwa permainan berfungsi untuk memperkuat insting yang dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa mendatang; (3) Teori Kognitif Jean Piaget mengemukakan teori yang terperinci mengenai perkembangan intelektual anak bahwa anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka, mereka berlatih menggunakan informasi-informasi yang sudah mereka dengar sebelumnya dengan menggabungkan informasi baru dengan keterampilan yang sudah dikenal, mereka juga menguji pengalamannya dengan gagasan-gagasan baru (Mutiah, 2010).

Menurut Santrock (2013), permainan memiliki banyak fungsi, permainan juga memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan meningkatkan hubungan dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya. Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak akan berbicara dan berinteraksi dengan satu sama lain. Selama interaksi ini, anak-anak mempraktekkan peran-peran yang mereka akan laksanakan dalam hidup masa depannya.

Tipe-tipe permainan yang dikemukakan oleh Bergen (dalam Santrock, 2013) sebagai berikut (1) Permainan Sensorimotor ialah perilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk memperoleh kenikmatan dan melatih perkembangan sensorimotor mereka; (2) Permainan praktis melibatkan pengulangan perilaku yang terjadi ketika sejumlah keterampilan baru sedang dipelajari, atau ketika anak dituntut untuk memiliki penguasaan fisik ataupun mental dan mengoordinasi keterampilannya diperlukan untuk games atau olahraga; (3) Permainan Pura-Pura/Simbolis terjadi ketika anak mentransformasikan lingkungan fisik kedalam suatu simbol. Jenis permainan khayalan ini seringkali nampak pada usia kurang lebih 18 bulan dan mencapai puncak pada usia 4 hingga 5 tahun, kemudian menurun secara berangsur-angsur; (4) Permainan sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman-teman sebaya; (5) Permainan konstruktif mengkombinasikan kegiatan sensorimotor yang berulang dengan representasi gagasan-gagasan simbolis. Permainan konstruktif terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri. Misalnya menggerakkan jari-jari mereka ke kuas (permainan praktis), anak-anak lebih suka mengambar kerangka rumah atau orang (permainan konstruktif); (6) Games adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan aturan dan seringkali bersifat kompetitif dengan satu orang atau lebih.

Perubahan Sosial-Budaya

Mac Iver (dalam Soekanto, 2012) mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan sosial tersebut.

Menurut Selo Soemardjan (dalam Soekanto, 2012) perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan  pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.

Aminuddin (dalam Koentjaraningrat, 2002) menjelaskan beberapa teori perubahan sosial yaitu (1) Teori Evolusioner merupakan perubahan sosial yang disebabkan oleh proses evolusi manusia yang mempengaruhi cara pengorganisasian masyarakat. Kebanyakan masyarakat telah beralih dari masyarakat sederhana ke masyarakat kompleks. Para tokoh teori evolusioner diantaranya Auguste Comte, Lewis Henry Morgan; (2) Para tokoh Teori Siklus melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir pada tahap ‘terakhir’ yang sempurna, melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. Para  tokoh teori ini diantaranya Oswald Spengler, Pitirim Sorokin, Arnold Toynbee; (3) Teori Fungsionalis menjelaskan setiap elemen dalam masyarakat memiliki fungsi terhadap elemen masyarakat lainnya, sehingga perubahan yang muncul pada satu bagian akan menimbulkan perubahan pada bagian lainnya. Perubahan yang ternyata bermanfaat (fungsional) diterima dan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) maka akan ditolak; (4) Teori Konflik menjelaskan perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung secara terus menerus, maka perubahan pun demikian adanya. Masyarakat merupakan subjek dari perubahan, setiap masyarakat pasti mengalami pertikaian dan konflik sehingga menciptakan kelompok baru dan kelas sosial baru.

Soekanto (2012) mengatakan pada umumnya ada sumber sebab-sebab adanya perubahan terletak di dalam masyarakat itu sendiri (intern) yaitu (1) Bertambah atau berkurangnya penduduk; (2) Penemuan-penemuan baru; (3) Konflik; (4) Terjadinya pemberontakan (revolusi). Ada yang letaknya di luar (ekstern) adanya beberapa faktor yang mendorong sekaligus beberapa faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial. Faktor yang mendorong yaitu adanya (1) kontak dengan kebudayaan lain; (2) sistem pendidikan modern; (3) keinginan yang besar untuk maju dan sikap menghargai hasil karya seseorang; (4) ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu; (5) Terdapat sistem pelapisan terbuka yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masing-masing individu untuk berkembang. Faktor penghalang yaitu adanya (1) kepentingan-kepentingan yang tertanam secara kuat (vested interest); (2) Berkembangnya prasangka (prejudice) terhadap segala hal yang dianggap baru; (3) Ketakutan akan terjadinya disintegrasi apabila terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat; (4) hambatan yang bersifat ideologis; (5) Berkembangnya adat atau kebiasaan lama.

Soekanto (2012) mengatakan ada beberapa perubahan bentuk sosial, (1) Perubahan cepat (revolusi) merupakan perubahan yang terjadi secara cepat, terkait dengan hal-hal mendasar dan sering menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik; (2) Perubahan lambat (evolusi) merupakan perubahan yang berlangsung secara lambat, seolah-olah tidak terjadi perubahan dan umumnya tidak menimbulkan disintegrasi; (3) Perubahan yang pengaruhnya kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat; (4) Perubahan besar adalah perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat; (5) Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat; (6) Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.

Proses perubahan sosial yaitu (1) Difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berupa gagasan-gagasan, keyakinan-keyakinan, serta hasil-hasil kebudayaan dari seseorang atau sekelompok orang yang lainnya; (2) Akulturasi merupakan suatu proses bertemunya dua kebudayaan atau lebih, baik yang berupa kompleks ide, kompleks perilaku, dan kompleks hasil perilaku, sehingga menciptakan suatu bentuk kebudayaan baru tanpa harus menghilangkan ciri-ciri khas dari kebudayaan yang ada sebelumnya; (3) Asimilasi adalah proses interaksi antara dua kebudayaan atau lebih yang berlangsung secara intensif dalam waktu yang relatif lama sehingga masing-masing kebudayaan tersebut benar-benar berubah dalam wujudnya yang baru yang berbeda dengan wujud aslinya; (4) Cultural Evolution merupakan proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan observasi dilakukan, ada beberapa permainan tradisional yang sampai sekarang ada di Malang. Layang-layang merupakan lembaran bahan tipis berkerangka dengan bentuknya umumnya belah ketupat yang diterbangkan di udara dengan bantuan angin dihubungkan dengan benang, engklek merupakan permainan lompat-lompatan pada gambar kotak-kotak di tanah, petak umpet merupakan permainan yang semakin banyak anak semakin seru, masak-masakan merupakan permainan yang sering dilakukan anak-anak perempuan, bentengan juga merupakan permainan yang terdiri dari 2 kelompok yang masing-masing memiliki markas yang memiliki tiang yang dinamakan ‘benteng’, gobak sodor dimana terdiri dari 2 kelompok yang memiliki anggota dengan jumlah yang sama dan setiap oleh akan melewati garis yang dijaga oleh lawan, lompat tali juga identik dengan anak perempuan, monopoli merupakan permainan untuk menguasai semua petak di atas papan dalam sistem ekonomi yang sederhana bahkan sekarang monopoli versi digital yang dapat dimainkan di laptop, handphone maupun tablet. Permainan tradisional tersebut memang pernah ada di Malang, bahkan saat peneliti kecil di setiap daerah Malang seringkali menjumpai anak-anak yang melakukan permainan tradisional.  Namun sekarang jarang sekali peneliti menemukan anak-anak yang bermain permainan tradisional apalagi di daerah perkotaan.

Perbedaan Permainan Tradisional dan Permainan Modern

Permainan tradisional merupakan permainan yang sederhana terkadang kita tidak memerlukan alat dan sangat kecil biayanya bahkan tidak mengeluarkan biaya. Permainan tradisional diantaranya mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, telepon yang terbuat dari kaleng dan benang, bermain dakon, egrang, gobak sodor, bentengan, petak umpet, lompat tali, boneka dari kertas, monopoli, tazos, engklek, krupukan, layang-layang, kelereng, dan masih banyak lagi (W,SI). Menurut peneliti permainan tradisional hampir tidak memiliki dampak negatif, hanya saja seperti saat membuat mainan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit buah pasti membutuhkan benda tajam seperti pisau, jika tidak berhati-hati maka akan melukai anak tersebut dan jika bahan mainan yang sudah bersifat usang, sehingga berakibat pada munculnya karat, pembusukan, ataupun kotor karena pengaruh perubahan lingkungan dapat menyebabkan gatal-gatal pada anak.

Permainan tradisional sangat banyak memiliki dampak positif bagi anak-anak, diantaranya: (1) Mengembangkan kecerdasan anak; (2) Mengembangkan sportivitas dalam pribadi anak; (3) Meningkatnya kreatifitas anak; (4) Mengembangkan sosialisasi anak; (5) Menambah pengetahuan anak tentang warisan budaya Indonesia (W,SIII).

Dari penjelasan tersebut bahwa permainan tradisional sangat bermanfaat bagi anak-anak. Sayangnya, seiring berjalannya waktu permainan tradisional tergeser oleh permainan modern yang menggunakan teknologi. Sedangkan permainan modern merupakan permainan yang menggunakan teknologi dan bahkan memiliki biaya yang sangat mahal (W,SII). Game Online, PlayStation, mobil-moblian yang menggunakan remote control, zona permainan anak di mall, Timezone, Gamefantasia, Funworld, dan lain sebagainya. Dampak positif permainan modern yaitu: (1) Memberikan kepuasan dan kesenangan psikologis anak; (2) Mengembangkan daya imajinasi anak; (3) Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris karena petunjuk dalam game tersebut menggunakan Bahasa Inggris (W,SIII). Setelah kita mengetahui dampak positif permainan modern, berikut ini adalah dampak negatifnya : (1) Menimbulkan miopi pada anak karena sering menggunakan laptop; (2) Membuang waktu dan tidak ada waktu belajar; (3) Pemborosan uang (W,SII)

Pengaruh Perkembangan Permainan terhadap Anak-anak dari Masa ke Masa

Dari masa ke masa permainan selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Oleh  karena itu, kita harus pintar-pintar memilih permainan yang sesuai dengan anak-anak. Tentu hal tersebut berpengaruh pada anak-anak baik bersifat positif ataupun negatif. Jika kita tidak memberikan mainan yang sesuai dengan umurnya, maka akan berpengaruh terhadap perkembangannya. Jasa (2009) mengelompokkan perbedaan-perbedaan anak dan pengaruhnya terhadap mainan yang ideal terhadap 5 kategori, yaitu:

1.Pengaruh Umur

Umur  pastinya mempengaruhi perbedaan jenis dan bentuk mainan yang sesuai untuk diberikan. Seperti penggunaan tablet pada anak yang masih ditingkat dasar.

2.Pengaruh Jenis Kelamin

Saat observasi, peneliti menemukan seorang anak perempuan yang bermain sepak bola dan seorang anak laki-laki yang lebih suka bermain dengan teman perempuannya daripada teman sesama jenisnya. Hal tersebut merupakan penyimpangan yang mana seharusnya anak laki-laki dan perempuan bermain sesuai jenis kelamin masing-masing.

3.Pengaruh Maksud dan Tujuan Orang Tua

Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sehingga peran Orang tua dalam memilih permainan sangat penting. Seperti seorang ibu yang menginginkan anaknya menjadi perawat, maka sang ibu membelikan mainan yang berisi peralatan lengkap sebagai perawat.

4.Pengaruh Karakter dan Kepribadian Anak

Ketika seorang anak perempuan yang suka bermain masak-masakan  bersama dengan teman-temannya, hal itu dapat menunjukkan bahwa anak tersebut suka bersosialisasi.

5.Pengaruh Lingkungan

Lingkungan seperti daerah desa yang lebih menyukai permainan tradisional apalagi yang dibuat sendiri dan bersama teman-teman. Daerah kota yang lebih menyukai permainan yang praktis dan tidak rumit.

Cara Meminimalisir Pengaruh Perkembangan Permainan Anak-anak

Dari pembahasan sebelumnya, kita sudah mengetahui bagaimana dampak positif maupun negatif terhadap permainan tradisional maupun modern. Maka sudah dapat diketahui bahwa permainan modern sangat berpengaruh terhadap anak-anak. Cara meminimalisir pengaruh perkembangan permainan terhadap anak-anak di era modern tidak hanya dilakukan oleh para orang tua, melainkan guru sebagai pengganti orang tua di sekolah juga berperan penting.

Pada saat di sekolah, misalnya saat jam istirahat anak-anak dikenalkan tentang berbagai jenis dan bentuk permainan tradisional agar tidak punah dan tergeser oleh permainan modern. Agar anak tidak bosan, guru bisa menganjurkan untuk melakukan study tour ke tempat yang lebih mengenalkan permainan tradisional dimana suatu komunitas mencoba untuk melestarikan produk mainan rakyat sebagi artefak budaya agar tidak punah dan tetap lestari, melakukan binaan budaya bermain anak melalui pelatihan untuk anak-anak agar budaya bermain yang berbasis budaya lokal tetap bertahan, dan mengembangkan produk mainan rakyat sebagai dasar pengembangan mainan anak yang ada untuk kebutuhan dalam dunia pendidikan (W,SIII).

Pada saat di rumah, orang tua menjalin komunikasi informal yang baik dengan anaknya agar seorang anak bisa terbuka pada orang tua, sehingga orang tua bisa memberikan  pengarahan tentang pengaruh permainan modern tanpa harus menghakiminya. Memberikan batasan waktu dengan tegas kapan saja anak boleh bermain dan kapan saat anak waktunya belajar. Terkadang mengajak anak pada hari libur ke Mall untuk bermain bersama di timezone, game fantasia, funworld, dan lain-lainnya.

Cara tersebut dapat mengurangi kecanduan anak terhadap permainan modern tanpa harus melakukan tindakan kekerasan atau paksaan agar anak tidak kecanduan permainan modern seperti game online, PlayStation dan lain-lainnya.

Kesimpulannya dunia anak adalah belajar seraya bermain. Dengan bermain anak akan kaya akan pengalaman dalam mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya, dan hal ini adalah hal penting sebagai media stimulasi perkembangan mereka. Pada dasarnya permainan memang merupakan faktor penting dalam perkembangan anak-anak. Dimana permainan tradisional mampu menstimulasi aspek-aspek perkembangan motorik, kognitif, emosi, bahasa dan sosial. Tetapi yang tak kalah penting adalah upaya-upaya untuk melestarikan alam dalam rangka mengasah kepekaan anak terhadap aspek ekologi, spiritual dan moral. Sedangkan  permainan modern hampir semuanya bertujuan memberikan kepuasan dan kesenangan psikologis anak. Permainan dari masa ke masa sangat cepat berkembang di dunia. Dari yang hanya bermodal kreativitas saja sampai yang harus mengeluarkan uang sampai puluhan juta. Dari yang hanya dapat bermain jika saling bertatapan muka, sekarang dengan menggunakan internet saja kita sudah bisa berinteraksi antar anak-anak di belahan dunia sehingga dapat bermain bersama. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari manusia yang memodifikasi teknologi, ilmu pengetahuan untuk dapat mewujudkan bentuk mainan atau permainan tertentu. Oleh karena itu, para orang tua harus pintar memilih permainan yang cocok dengan usia anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun