Mohon tunggu...
Sutan Sukarnotomo
Sutan Sukarnotomo Mohon Tunggu... lainnya -

Anggota DPR RI Komisi VII (Energi Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi & Lingkungan Hidup)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokratisasi di Tunisia dan Mesir, Indonesia Jangan Latah

4 Februari 2011   03:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:55 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyusul demokratisasi di Tunisia, kini giliran Mesir, Aljazair, Libya, Yaman dan Jordania terancam mengalami kisah serupa. Rezim-rezim otokrasi Dunia Islam itu di ambang kejatuhan seperti daun zaitun rontok ke bumi.

Revolusi Tunisia, dipicu oleh kondisi pemerintahan yang otoriter, Presiden Zine al-Abidine Ben Ali yang sudah berkuasa dengan tangan besi selama 23 tahun. Hal yang memicunya terjadinya gelombang protes adalah peristiwa yang menimpa Mohamed Bouazizi seorang penjual buah dengan gelar sarjana. Bouazizi  menyirami dirinya dengan bensin dan kemudian membakar diri yang dilakukan setelah shalat Jum’at, 17 Desember 2010, di depan Kantor Pemda kota kelahirannya Sidi Bousaid. Tindakan ini   merupakan reaksi Bouazizi atas tindakan pengambilan paksa gerobak sayurannya, dengan alasan  tidak mempunyai izin berdagang. Tindakan Bouazizi ini memicu demonstrasi yang menutut turunnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali.

Dalam facebook terakhirnya yang ditulis oleh Bouazizi, dengan sangat memilukan dia menulis,

“Musafir (pergi) wahai ibuku. Maafkan aku. Gak ada gunanya. Semuanya hilang di jalan apa yang kumiliki (maksudnya dirampas polisi). Maafkan aku wahai ibu, jika aku tidak menuruti ucapanmu. Makilah zaman (waktu atau situasi). Jangan maki aku. Pergi tidak kembali lagi. Dst”.

kejadian ini  memicu protes atas sikap pemerintah otoriter yang berkuasa yang memang telah menindas hak-hak asasi masyarakat di Tunisia dalam jangka waktu 23 tahun terakhir.

Seperti kita ketahui sistem pemerintahan yang ada dibeberapa negara dikawasan timur tengah, memang masih berada dalam kondisi demokratisasi yang kurang baik. Penguasa yang Otoriter telah melakukan praktek-praktek pemerintahan yang hanya menindas kepentingan masyarakat banyak.

Bagaikan semua epidemi, kejadian di Tunisia menimbulkan efek domino pada negara-negara timur tengah yang memiliki kesamaan kondisi sosial masyarakatnya, yaitu diperintah oleh pemerintahan otoriter, sudah berkuasa lebih dari puluhan tahun, dan merupakan pemerintahan yang sistemnya tidak demokratis.

Husni Mubarak yang memerintah Mesir dengan tangan besi, juga mengalami protes. nampaknya masyarakat Mesir merasakan mendapat angin segar dengan kejadian penumbangan kekuasaan di Tunisia. Gelombang protes terhadap pemerintahan terus berjalan, pemerintah menetapkan jam malam, dan  membatasi akses Internet, sehingga hanya bisa di akses oleh Militer dan bursa saham saja yang dapat mengaksesnya.

Mesir yang berbentuk republik  sejak 18 Juni 1953, Mohamed Hosni Mubarak telah menjabat sebagai Presiden Mesir selama lima periode, sejak 14 Oktober 1981 setelah pembunuhan Presiden Mohammed Anwar el-Sadat.

Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal.

Pada akhir Februari 2005, Presiden Mubarak mengumumkan perubahan aturan pemilihan presiden menuju ke pemilu multikandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952, rakyat Mesir mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai kandidat. Namun, aturan yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga berbagai tokoh, seperti Ayman Nour, tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan Mubarak pun kembali menang dalam pemilu.

Perkembangan terakhir kondisi di Mesir semakin memanas, dan diperkirakan pada hari ini, (Jumat 4 Februari 2011), akan terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan Husni Mubarak.

Nampaknya setelah Tunisia, dan Mesir  beberapa negara lain di timur tengah akan mengalami hal yang sama, seperti Aljazair, Libya, Yaman dan Jordania. Karena dinegara-negara tersebut memiliki sistem pemerintahan yang kurang lebih sama, yaitu sekuler-otoriter, dikuasai oleh penguasa dalam jangka waktu puluhan tahun dan kekuasan pemerintahan yang otoriter,

Lantas bagaimana dengan Indonesia ?

Kejadian yang terjadi saat ini di negara-negara timur tengah itu, sudah pernah dialami oleh Indonesia pada tahun 1998, dimana gelombang demokratisasi dan demonstrasi telah menumbangkan pemerintahan Presiden Soeharto, yang dikemudian dalam beberapa tahun ini, sistim pemerintahan di Indonesia semakin baik, pelaksanaan demokrasi semakin menuju sistem yang lebih baik lagi. Apalagi pada pemilu 2004 dan 2009 masyarakat Indonesia sudah melakukan pemilihan presiden langsung, dan pemilu untuk legislatifpun semakin demokratis, dengan dibukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk turut aktif dalam partisipasi politik dalam bentuk mendirikan partai politik.

Jika ada pihak-pihak yang mencoba mengipas-ngipas dan memberikan argumen bahwa kejadian di timur tengah dapat terjadi di Indonesia, itu hanyalah sikap yang tidak objektif, Provakatif, tidak melihat fakta dan  kondisi yang ada di lapangan.

Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya jangan sampai terpancing dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan, apalagi kondisi dimana media masa dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, yang sudah tidak menjaga profesionalitas dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, cenderung menyampaikan informasi yang dapat memprovokasi emosi masyarakat.

Bangsa ini sudah pernah mengalami kepahitan yang ditimbulkan oleh kondisi seperti yang terjadi pada Tunisia dan Mesir.  Nampaknya tidak ada tempat bagi kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Selain itu tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan SBY merupakan pemerintahan hasil pemilihan langsung oleh rakyat. Dunia sudah mengakui bahwa pelaksanaan dua pemilu yang memilih SBY menjadi orang nomor satu di negeri ini, merupakan sebuah proses demokratisasi yang sangat baik dan menjadi sebuah Benchmarking bagi negara-negara lain yang masih dalam proses berkembanganya demokrasi.

Kehidupan demokrasi di Indonesia semakin hari semakin baik, tindakan tindakan protes, demonstrasi yang dilakukan masyarakat dijamin undang-undang dan sudah merupakan sesuatu yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat. Bahkan suara-suara yang disampaikan oleh masyarakat baik melalui saluran politik seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, ataupun dari organisasi masyarakat lainnya, sudah mendapatkan ruang khusus bagi pemerintahan SBY, sebagai sebuah kritik yang konstruktif, sehingga pemerintah dapat memperbaiki kinerja.

Jadi Kesimpulannya, kejadian di timur tengah tidak akan menular ke Indonesia, selain posisinya yang cukup jauh secara geografi, kondisi sosial budaya dan politiknya juga sangat jauh berbeda. Selain itu, yang menjadi kata kunci dari argumen ini adalah, masyarakat Indonesia sudah Cerdas, sehingga tidak akan terprovokasi oleh keinginan kelompok tertentu.

“Masyarakat Indonesia sudah Cerdas, sehingga tidak akan terprovokasi oleh keinginan kelompok tertentu.”

Sumber Asli

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun