Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... desain grafis, blogger, -

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kompas Gramedia. Maskarja.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manisnya HTI, Ibarat Gula yang "Menggerogoti" Tubuh NKRI!

28 September 2018   09:04 Diperbarui: 28 September 2018   19:24 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster ajakan bela negara/GemaPembebasan.or.id

Kabarnya, Indonesia menjadi negara ke-21 yang melarang eksistensi Hizbut Tahrir, setelah Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Jika banyak negara menolak keberadaan HTI, pasti ada alasan kuat mengapa negara-negara itu menolaknya.

Indonesia ini termasuk negara demokratis terbesar di dunia. Partai politik dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) bisa dengan bebasnya berdiri di bumi ini. Namun, tentu saja ada syarat yang harus dimiliki agar sebuah ormas bisa berdiri. Salah satunya, menurut UU RI No. 17 Tahun 2013, asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebebasan dalam negara demokrasi, bukanlah bebas yang sebebas-bebasnya. Ada aturan yang tegas dan mengikat agar kebebasan itu tidak merusak kebebasan orang lain, atau bahkan merusak sendi-sendi negara itu sendiri.

Salah satu ormas yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hizbut Tahrir, yang dalam bahasa Arab berarti Partai Pembebasan, didirikan pada 1953 oleh Taqiuddin al-Nabhani, seorang hakim pengadilan di Palestina. Organisasi ini sudah tersebar di 45 negara. Mereka menyebut organisasi ini sebagai partai politik berideologi Islam.

Hal yang membuat HTI dianggap berbahaya bagi NKRI, karena gerakannya yang menitikberatkan pada perjuangan membangkitkan umat Islam di seluruh dunia, dengan tujuan menegakkan Kekhalifahan Islam atau negara Islam.

Ketika Indonesia diproklamasikan oleh Sukarno dan Hatta,  sudah ada kesepakatan dari para "The Founding Fathers" kita bahwa negara kita adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, dengan berideologikan Pancasila dan UUD 1945. Semua itu untuk mengakomodasi segala perbedaan yang ada di masyarakat kita, dari Sabang hingga Merauke.

Jadi, apabila ada sekelompok orang atau organisasi yang nyata-nyata ingin mengubah apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, maka tentu saja hal itu akan merusak segalanya.

Seperti halnya HTI, Partai Komunis Indonesia (PKI) juga berbahaya bagi keutuhan NKRI. Bahkan PKI dalam sejarahnya sudah beberapa kali merongrong NKRI, yaitu Pemberontakan Madiun 1948 dan Pemberontakan di Jakarta yang dikenal dengan G30S/PKI.

Melalui TAP MPRS XXV/MPRS Tahun 1966, PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia. Tujuan PKI sama seperti HTI, membentuk pemerintahan sesuai ideologinya, yaitu komunis.

Aktivis HTI melakukan aksi di Jakarta pada 2004 lalu./BBC.com/Indonesia
Aktivis HTI melakukan aksi di Jakarta pada 2004 lalu./BBC.com/Indonesia

HTI yang Anti-Demokrasi, Berhati-hati dalam Tindakannya

Keberadaan HTI di Indonesia, diperkirakan sudah ada sejak 1980-an. Seperti juga di negara Mesir, Libya, Sudan, Turki, Inggris, Prancis, dan Jerman, Hizbut Tahrir merambah ke Indonesia lewat dakwah. Saat itu HTI banyak melakukan dakwah di kampus-kampus besar yang ada di Indonesia.

Memasuki era reformasi, HTI mulai menjadi organisasi terbuka dan berkembang pesat. Persyaratan keanggotaan yang begitu ketat membuat HTI sebagai organisasi elite yang kurang dikenal di masyarakat.

Menurut Pendiri sekaligus Direktur Institute For Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney  Jones dalam makalahnya berjudul 'Sisi Gelap Reformasi di Indonesia: Munculnya Kelompok Masyarakat Madani Intoleran' menyebutkan HTI adalah organisasi yang anti-demokrasi, namun dalam tindakannya di masyarakat justru sangat berhati-hati dengan hukum.

"Mereka tidak menggunakan kekerasan, meskipun kadang-kadang mendukung orang lain yang melakukannya. Tujuannya bersifat revolusioner dan anti-demokrasi, dan salah satu cabang terbesar di dunia ada di Indonesia," sebut Sidney  Jones dalam makalahnya itu.

Poster ajakan bela negara/GemaPembebasan.or.id
Poster ajakan bela negara/GemaPembebasan.or.id

Ketertarikan Mahasiswa pada HTI

Hal yang membuat mahasiswa begitu tertarik dengan HTI, karena doktrin yang didengung-dengungkan bisa menggerakan semangat muda dari mahasiswa yang begitu patriotik.

Bagaimana tidak terpengaruh HTI, jika mahasiswa diajak mengembalikan kejayaan dan keemasan umat Islam seperti masa lampau. Kejayaan itu dianggapnya baru bisa terjadi dengan mengambil alih kendali negara dan bangsa di dunia.

Artinya, mahasiswa diajak pula untuk mengubah tatanan kenegaraan yang sudah ada. Dengan kata lain, perjuangan mahasiswa itu baru  bisa terlaksana, jika akidah Islam dapat menjadi dasar negara, dasar konstitusi, dan undang-undang.

Ilustrasi Bubarkan HTI/Detik.com
Ilustrasi Bubarkan HTI/Detik.com
Oleh karena itu, dengan tegas Pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk membubarkan HTI, karena dianggap membahayakan NKRI. Hal ini dilakukan dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan yang memuat memotong jalan mekanisme pembubaran ormas tanpa harus melalui proses pengadilan.

Perppu Ormas tersebut kini telah sah menjadi Undang-Undang setelah DPR lewat rapat paripurna  (24/10/2017) mengesahkan Perppu 2/2017 tentang Ormas menjadi UU. Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 ini merupakan perubahan atas UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Ada unsur larangan yang diperluas, di antaranya soal definisi paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Baik HTI maupun PKI, sama-sama berbahaya bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia. HTI dan PKI di awal kemunculannya, seringkali menawarkan gula yang begitu manis untuk dirasakan. Namun,  sayangnya gula itu menggerogoti sekujur tubuh NKRI ini. Dalam sejarah berdirinya NKRI, bangsa ini kenyang  dirongrong oleh mereka yang ingin menghancurkan NKRI, di antaranya PRRI/Permesta, DI/TII, dan masih banyak lagi. 

Kita tentunya tak mau semua rongrongan terhadap eksistensi NKRI itu terulang kembali.

sumber: Detik, Tempo, VOA Indonesia,Kompas,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun