Partai Gerindra kembali ingin menunjukkan kekuatan taringnya kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kali ini, Gerindra begitu memaksakan kadernya M Taufik yang juga Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta ini untuk menempati posisi Wakil Gubernur Jakarta yang ditinggalkan Sandiaga Uno, karena diusung sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.
Partai Gerindra, sepertinya tak ingin memberikan kesempatan sedikitpun kepada kader PKS untuk mengisi posisi DKI2 itu. Â Atau, ini hanya sekadar akal-akalan Prabowo untuk mencari perhatian publik di tengah pencalonan dirinya dan Sandiaga Uno Pilpres 2019?
Dengan kata lain, pada detik-detik terakhir, nantinya akan tersiar kabar dengan sikap legowo, Prabowo menyerahkan kursi DKI 2 kepada PKS untuk mendampingi Anies Baswedan? Entahlah!
Superioritas Gerindra juga ditunjukan dengan tidak menerima 9 kader terbaik PKS yang disodorkan sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo. Bahkan, di menit-menit terakhir, Gerindra justru mengusung dua kadernya sendiri, yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk menghadapi Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
Tidak sedikit rasa kecewa ditunjukkan kader-kader PKS kepada sosok Prabowo Subianto ini. Bahkan, PKS menyiapkan sejumlah opsi apabila gagal membuat mantan Danjen Kopassus ini memilih kandidat yang ditawarkan partainya sebagai cawapres pada Pemilu Presiden 2019.
Sejumlah opsi tersebut di antaranya, kemungkinan PKS akan melakukan negosiasi dengan partai lain membentuk poros baru, seperti yang dilansir Kompas.com (09/08/2018).
Namun, seperti yang kita ketahui, ancaman PKS itu tak lagi terdengar. PKS menerima Sandiaga Uno sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Meskipun, sikap lunak PKS ini dibarengi dengan isu 'tidak sedap' seputar mahar politik sebesar masing-masing 500 miliar yang diberikan Sandiaga Uno kepada PKS dan juga PAN.
Jika, nyatanya Prabowo Subianto benar-benar menunjuk M Taufik sebagai DKI2, Gerindra sudah menunjukkan taringnya, bukan hanya kepada PKS melainkan juga kepada masyarakat Jakarta. Hal ini juga akan menjadi ujian kepada masyarakat Jakarta, mengenai kesungguhannya menjaga moral dan agama yang selama ini ditunjukkannya.
Dalam hal ini, Ahok yang dikenal bersih dari korupsi, bahkan pernah menerima Bung Hatta Award,harus tersungkur ke dalam penjara karena politisasi agama dari sekelompok orang yang memang sudah sejak lama tak menginginkannya memimpin Jakarta.Â