Merangkaknya nilai tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah yang hingga mencapai Rp.15000/Dolar, sepertinya telah menjadi komoditas politik menjelang Pilpres 2019. Fluktuasi nilai tukar yang yang disebabkan faktor eksternal ini, nyatanya  dijadikan senjata politik yang membuat kehidupan rakyat makin mencekam.Â
Betapa tidak, munculnya berita-berita yang mengatakan bahwa Indonesia akan kembali menghadapi krisis moneter (krismon) seperti yang dialami pada tahun 1998 lalu. Jelas, berita-berta ini merugikan posisi Presiden Inkumben Jokowi.
Tentu saja, masyarakat awam akan dibuat bingung, karena kenaikan Dolar ini tidak terlalu signifikan mempengaruhi kehidupan mereka. Untuk mereka yang terbiasa bepergian ke luar negeri, atau berbelanja barang-barang impor, tentu akan terpengaruh dengan naiknya nilai tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah.
Kenaikan nilai tukar Dolar yang terjadi belakangan ini, lebih disebabkan faktor eksternal. Sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memproteksi negaranya dengan pengenaan pajak gila-gilaan pada setiap barang yang masuk ke AS.Â
Akibatnya, tidak sedikit perusahaan yang membuka usahanya di AS, sehingga mampu menyerap tenaga kerja AS, Dolar Amerika pun menguat.Â
Tentu saja, ulah Donald Trump ini memukul negara-negara lain, Â termasuk Indonesia. Â Bagaimana tidak terpengaruh, karena sebagian besar negara-negara di dunia ini menggunakan Dolar Amerika sebagai alat transaksi bisnisnya.
Selain itu, kesiapan Indonesia menghadapi krisis sudah terlihat dengan adanya perbaikan rating utang yang signifikan. Perlu diketahui, di tahun 1998 rating Fitch anjlok hingga B- dengan outlook Negatif, sedangkan tahun 2018 per September Fitch memberikan rating utang BBB dengan outlook Stabil. Kemampuan Bank Indonesia untuk mengintervensi rupiah melalui cadangan devisa, jauh di atas kemampuannya di tahun 1996 sebelum terjadinya krisis.
Meskipun beberapa indikator menunjukkan perbaikan, tentu saja Pemerintah harus terus mewaspadai defisit transaksi berjalan yang menembus 3% pada kuartal II 2018.
Kenaikan Dolar jadi Komoditas Politik Jelang Pilpres 2019
Bila hari-hari belakangan ini, seakan-akan kita dibuat begitu kalut, karena saat ini kebetulan Indonesia tengah berada di tahun politik. Sekecil apapun kejutan yang terjadi akan ikut dibumbui dengan kepentingan politik tertentu, sehingga suasananya dibuat seperti dunia mau kiamat.
Tentu saja, kita perlu mewaspadai beredarnya berita-berita yang cenderung bohong atau hoax, yang membuat situasi semakin panas. Kalau kita cermati, kesigapan Pemerintah menangkal munculnya berita-berita Hoax, membuat suasana makin adem. Misalnya, berita hoax yang pernah santer terdengar, seperti jutaan tenaga asing asal Cina yang masuk ke Indonesia, berita-berita penculikan anak, dan sebagainya, yang akhirnya terbukti bahwa berita itu tidak benar, situasi pun kembali tenang.
Karena itu, sebagai bagian dari masyarakat, kita harus terus menjaga situasi Indonesia agar tetap aman terkendali. Jangan mudah mempercayai sedikitpun berita-berita yang sifatnya provokatif. Soal naiknya mata uang Dolar Amerika, kita pahami bahwa semua itu terjadi karena faktor eksternal. Dengan fundamental ekonomi yang baik, tentu saja kita tak perlu merasa khawatir.Â
Buat kita semua, kalau kita benar-benar ingin memiliki mata uang  Rupiah yang kuat, maka janganlah kita terlalu bergantung pada mata uang Dolar Amerika. Caranya mudah, jangan terlalu bergantung pada produk impor. Selain itu, jika Anda suka berwisata atau jalan-jalan, berwisatalah ke tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H