Mohon tunggu...
Sukardi Sukardi
Sukardi Sukardi Mohon Tunggu... -

Lahir di Prambanan,Lulus dari Universitas Indonesia\r\nPernah bekerja di Mc Cann Erickson Indonesia, Dentsu Young and Rubicam, Publicis, Matari, Fortune, Arteknpartners, Kraftig

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tali Temali TKI

5 September 2014   22:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:31 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak habis habisnya masalah TKI ini dibicarakan, baik oleh para pejabat negara terkait, LSM TKI, Psycholog maupun para pengamat lainnya, tetapi permasalahan seperti tidak pernah terurai. Latar belakang pengiriman TKI pada umumnya karena faktor ekonomi, itulah sebabnya pengiriman terbanyak berasal dari daerah yang secara ekonomi sangat tertinggal, missal daerah NTT dimana daerahnya sangat tandus, sehingga sulit menjalankan roda kehidupan kalau hanya menggantungkan dari hasil pertanian.

Sebenarnya sejak dari kampung halamannya si calon TKI ini sudah diperlakukan sebagai komoditas, baik oleh bos perusahaan pengerah TKI melalui para calo yang hunting ke kampung kampung dan keterlibatan aparat setempat. Untuk memenuhi permintaan TKI diluar negeri yang sangat tinggi, dan kebetulan juga ada minat yang tinggi pula dari para calon TKI, maka tidak heran TKI menjadi sasaran empuk untuk dijadikan ajang pemerasan, dan lahan empuk juga bagi perusahaan pengerah TKI dan aparat terkait agar bisa memenuhi kuota permintaan negara tetangga, karena setiap TKI yang berhasil di kirim,per kepaladihargai lumayan tinggi.

Kondisi seperti diatas itulah yang menyebabkan tali temali permasalah TKI tidak pernah terurai. Pengiriman TKI illegal (tidak resmi) konon bisa berlipat ganda hingga puluhan kali dibanding yang legal (resmi), kenapa bisa demikian ?Pertama, negara tetangga (melalui calo) sangat membutuhkan tenaga TKI dengan segera, saking butuhnya bahkan beberapa toke tidak peduli dengan Legal atau Ilegalnya pengiriman TKI tersebut, yang penting si toke bisa segera mendapatkannya. Kedua dari pihak si TKI tentu lebih suka di kirim dengan cara illegal, karena mereka terhindar dari biaya tes Kesehatan, Premi Asuransi, biaya pelatihan dan biaya lain yang dianggap membebani, paling TKI hanya terkena ongkos administrasi untuk orang orang yang meloloskan pemberangkatan TKI Ilegal tersebut. Agar calon TKI bisa segera berangkat secara illegal, maka calon TKI rela umurnya di palsu dan sertifikat ketrampilanjuga dipalsu. Yang perlu di ingat adalah, bahwa pemberangkatan TKI Ilegal ini tidak berarti sembunyi sembunyi, melainkan semua pihak terkait sebenarnya mengetahui apa dan bagaimana kondisi TKI yang di kirim, hanya saja banyak yang tutup mata, apa lagi kalo bukan demi fulus.

Pada saat TKI sudah sampai ke negara yang dituju, ia akan disambut oleh si toke yang sebenarnya iapun hanya calo juga , dan umumnya mereka tidak pernah menanyakan keahlianya si TKI, baginya yang terpenting adalah berapa jumlah TKI dikalikan berapa rupiah yang akan ia dapatkan per kepala dari juragan yang akan memakai jasa TKI. Oleh si calo para TKI kemudian di kirim ke masing masing juragan yang telah memesan tentu saja dengan dengan DP.

Sesampai di rumah juragan mulailah cerita pilu itu dimulai, para juragan beranggapan semua TKI sudah trampil seperti yang ditunjukkan si calo kepadanya, segalanya tentu sudah bisa dikerjakan oleh si TKI. Persoalan muncul tatkala si TKI sudah mulai bekerja, ternyata kebanyakan TKI gagap dalam hal mengoperasikan peralatan rumah tangga milik juragan, seperti cara mengoperasikan microwave, menjalankan mesin cuci atau peralatan modern lainnya yang umumnya serba mutakhir. Tidak heran kalau kita sering mendengar si TKI di pukul, disiram air panas atau bahkan di seterika oleh majikan yang menjadi tidak sabaran, majikan menjadi kesal karena peralatan mahal yang baru saja di beli menjadi rusak, gara gara si TKI tidak bisa menjalankan peralatan secara benar.

Kalau sudah begini, biasanya si majikan akan sedikit sedikit marah, dan ujung ujungnya si TKI juga tidak betah dan kabur dari tempatnya bekerja, ini semua karena sertifikasi ketrampilan yang memang bodong. Beruntung bagi TKI yang mendapatkan majikan yang sabar, kalau ada kesalahan justru si TKI diajari bukan di hajar, ada juga majikan yang mengajarkan cara operasional barang barang yang ada dirumahnya sebelum TKI mulai bekerja, agar tidak menimbulkan kesalahan yang bisa berakibat sama sama rugi, dengan demikian si TKI pun menjadi lebih betah bekerja dengan majikan yang seperti ini.

Saat mendapat cuti pulang kampung adalah saat yang dinanti para TKI, mereka sudah membuat janji dengan sesame TKI yang kebetulan saling kenal, kapan tanggal pulang dan kapan mau beli tuket pesawat agar bisa berangkat bersama. Tetapi kegembiraan berlangsung tidak lama, sesampainya di bandara di Tanah Air, cerita pilu itu akan bersambung. Keluar bandara saja dibuatkan pintu khusus, agar mudah ditandai inilah TKI yang baru pulang dari manca negara dengan membawa uang lumayan banyak untuk dipalak. Konon pemalakan si TKI ini berlapis lapis, dari pengurusan dokumen imigrasi, bagasi, menunggu jemputan, mobil jemputan juga harus menggunakan yang disediakan oleh panitia. Konon pemalakan juga melibatkan aparat kemanan, bahkan beberapa mobil jemputan untukTKI dimiliki oleh anggota DPR. Tali temali kisah pilu TKI ternyata masih belum berhenti sampai disini, bahkan sampai ke kampung halaman tempat tinggalnya, pemalakan oleh aparat desa masih juga terjadi.

Bukankan TKI sebagaimana penumpang yang lain, seharusnya mempunyai hak yang sama dalam hal menggunakan fasilitas yang ada di Bandara, jadi untuk apa ada terminal khusus, pintu khusus, penjemputan khusus dengan kendaraan khusus dan khusus yang lain untuk TKI. Maksudnya mungkin baik, menghindari perlakuan tindak kejahatan terhadap TKI, tetapi yang terjadi justru TKI masuk perangkap kejahatan yang lebih terorganisir, sistematis dan masif. Seharusnya biarkan mereka mengatur dirinya sendiri, sebagaimana penumpang pesawat lainnya, biarlah mereka dijemput oleh keluarganya sendiri, saudaranya atau temannya, dan kewajiban aparat justru memastikan TKI akan tetap selamat sampai tujuan, walaupun mereka dibebaskan seperti layaknya penumpang pesawat yang lain.

Ada yang mengherankan, kenapa manusia tega memperlakukan TKI sedemikian rupa, mereka yang mati matian bekerja, kenapa orang lain mau enaknya saja memeras uangnya, lebih mengherankan lagi, oknum aparat keamanan yang seharusnya diharapkan bisa menjaga dan melindungi , malah ikut terlibat memeras TKI. Diperlukan migran care yang lebih banyak, agar lebih banyak lagi relawan yang bisa membantu meluruskan dan meminimalisir perlakuan terhadap TKI, agar tali temali yang melilit pahlawan devisa bisa segera terurai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun