Bayangkan jika buku itu dalam bentuk cetakan. Satu judul cersil KPH bisa puluhan jilid yang bisa mengisi satu tas punggung. Untuk puluhan judul, saya mungkin perlu lima sampai enam koper untuk membawanya. Repot bukan?
Dengan teknologi, kini seseorang bisa membawa "perpustakaan berjalan" ke mana saja. Seseorang bisa mengoleksi ribuan judul novel tanpa perlu lemari untuk menyimpan. Selain di ponsel, buku digital bisa disimpan di cloud dan dapat diakses kapan saja.
Dewasa ini, kesadaran bahwa buku itu tak hanya cetakan sudah mulai terasa.
3. Peluang terbuka untuk pengarang indie
Hingga sepuluh tahun lalu, dunia penerbitan buku dipegang dan dikuasai penerbit raksasa. Penerbit ini yang memutuskan pengarang mana yang karyanya bisa diterbitkan dan mana yang tidak. Para penulis dan pengarang pemula harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan kesempatan, yang terkadang tak pernah datang.
Semua berubah dengan hadirnya buku digital. Kini semua orang bisa membuat buku digital. Sarana penjualan juga tersedia. Buku digital berbahasa Indonesia kini bisa dijual di Google Play, Apple iTunes, Scribd, Kobo. Sementara buku berbahasa Inggris, juga bisa dijual di Amazon serta Barnes & Noble.
Pasar buku digital juga bisa lintas negara dan benua. Buku berbahasa Indonesia yang saya jual di Google Play, selain dibeli konsumen di Indonesia, juga dibeli pelanggan yang berdomisili di Jepang, Australia, Inggris, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain. (Saya menduga pembeli adalah warga Indonesia yang tinggal di luar negeri).
Pengarang buku digital juga tak perlu gudang untuk menyimpan buku digital. Naskah hanya perlu disimpan di hardisk komputer. Setelah diupload ke Google Play atau iTunes atau Amazon, file buku digital itu akan tersimpan pada server mereka dan akan tetap tersimpan selamanya, kecuali jika si pemilik buku memutuskan untuk menarik bukunya. Buku digital itu tetap siap jual dan bisa dibeli konsumen hingga belasan atau puluhan tahun mendatang.
4. Buku cetak tetap favorit
Di Indonesia, setidaknya hingga sepuluh tahun mendatang, kelihatannya buku cetak masih menjadi favorit. Buku cetak tetap jadi primadona. Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi, buku digital juga kelak akan berperan sangat signifikan, tak hanya dari sisi bisnis penerbitan buku, namun juga pada upaya "mencerdaskan bangsa" melalui tulisan.
Itu sebabnya, penerbitan buku digital bisa menjadi bisnis yang menggiurkan, terutama bagi Anda yang senang dan hobi menulis, dan ingin mendapatkan passive income dari hobi itu.