Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

JK Rowling Bikin Novel, Pakai Nama Pena, dan Gak Laku

16 Agustus 2013   07:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:15 2432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] KESUKSESAN bisa menjadi beban. Itu yang (mungkin) dihadapi seorang JK Rowling. Sukses besar melalui serial penyihir Harry Potter, Rowling mencoba terus berkiprah dan mencoba genre yang lebih baru.

Novel perdana yang ditulisnya pasca Harry Potter, The Casual Vacancy, memang lumayan laris. Namun jika dibandingkan dengan serial Harry Potter, masih sangat jauh. Saya sendiri belum membaca The Casual Vacancy.  Dan sejauh ini tidak berminat karena (menurut saya) covernya jelek dan juga judulnya tak membangkitkan rasa penasaran.

Selepas The Casual Vacancy, Rowling membuat novel baru. Kali ini, entah karena alasan apa, dia memutuskan menggunakan nama pena. Dipilihlah nama laki-laki, Robert Galbraith. Novelnya diberi judul The Cuckoo's Calling. Novel dalam kemasan hardcover itu juga dijual di Amazon.com

Bagaimana hasilnya? Di Amazon novel itu hanya terjual 300 copy. Untuk penulis awam, 300 eks itu sudah lumayan. Saya sendiri yang sudah punya lebih dari seratus judul ebook di Kindle, hanya dua atau tiga judul yang setiap bulannya terjual lebih dari 100 copy. Jadi 300 copy sebenarnya tidak buruk. Namun, untuk penulis sekaliber JK Rowling, hanya terjual 300 copy itu bencana.

Penerbit The Cuckoo's Calling lalu melakukan langkah tak terduga. Secara terbuka mereka mengumumkan ke khalayak ramai bahwa novel itu sebenarnya ditulis oleh pengarang Harry Potter yang menggunakan nama pena. Pengumuman itu berdampak besar. Penggila Harry Potter dan pihak-pihak yang suka membaca langsung memburu The Cuckoo's Calling. Dalam beberapa hari The Cuckoo's Calling langsung bertengger sebagai buku terlaris di Kindle Amazon.

Novel itu mendapat lebih dari seribu review. Rata-rata memberi ulasan positif, yang mengatakan The Cuckoo's Calling sangat bagus, kisahnya menarik serta sangat menghibur. Bahkan banyak yang meminta agar Rowling membuat sekuelnya.

Namun The Cuckoo's Calling tak hanya mendapat review positif. Cukup banyak juga yang memberi review negatif. Rata-rata yang memberi review negatif (dan memberi bintang satu sampai tiga) menyatakan kisahnya jelek, membosankan, datar dan sama sekali berbeda jika dibandingkan dengan serial Harry Potter. Beberapa pengulas bahkan mengatakan menyesal telah membeli buku itu.

Saya sendiri belum membaca The Cuckoo's Calling sehingga tak bisa memberi penilaian. Namun jika dilihat sepintas, saya tidak tertarik. Cover bukunya biasa-biasa saja. Bahkan rasa-rasanya, beberapa cover buku yang saya buat sendiri masih lebih bagus, hehehe. Judul bukunya juga tidak menarik. The Cuckoo's Calling? Apaan tuh?

[caption id="attachment_272542" align="aligncenter" width="323" caption="The Cucko"]

1376610679697082224
1376610679697082224
[/caption] Dampak nama besar

The Cuckoo's Calling merupakan kasus menarik seputar dampak sebuah nama. Ketika novel itu beredar dengan nama Robert Galbraith, tak banyak yang tertarik. Namun begitu diumumkan bahwa di balik nama pena itu ada sosok JK Rowling, novelnya langsung laris manis. Artinya, nama bisa memberi dampak yang signifikan. Nama besar seseorang, bisa menjadi magnet bagi pembaca. Apalagi jika pembaca menilai kalau si pengarang punya 'track record' yang bagus.

Kalau kemudian banyak pembeli dan pembaca yang kecewa dengan kualitas novel The Cuckoo's Calling, itu bisa dipahami. Terutama jika mereka membandingkan dengan serial Harry Potter yang memang tiada duanya.

Kiprah Rowling dengan serial Harry Potter sendiri ibarat dongeng. Draft awal kisah perdana Harry Potter sempat ditolak ratusan penerbit hingga akhirnya diterbitkan karena ada anak kecil, putri sang penerbit yang suka dengan kisahnya.

Dan seperti kita semua tahu, serial Harry Potter akhirnya menyihir jutaan pembaca. Semua kisahnya laris manis. Bahkan di sejumlah negara, munculnya judul baru selalu disertai antrian panjang calon pembeli di toko buku.

Semua serial Harry Potter akhirnya beralih wujud ke sinema. Dan semuanya mencatat box office. Kembali ke Hogwarts?

The Cuckoo's Calling, novel kedua Rowling setelah 'bulan madu'nya dengan Harry Potter usai, pada akhirnya, menjadi pertaruhan bagi JK Rowling. Jika novel sukses, atau setidaknya bisa menyamai record penjualan serial Harry Potter, maka Rowling bisa terus bereksperimen mencari genre atau setting kisah yang lebih menantang.

Tapi jika penjualan The Cuckoo's Calling tidak spektakuler, mungkin Rowling perlu mempertimbangkan lagi tema atau setting kisah yang bakal ditulisnya. Jika penjualannya tidak sebaik serial Harry Potter, mungkin ada baiknya Rowling 'back to Hogwarts', baik secara harfiah maupun kiasan.

Harfiah, artinya Rowling kembali menulis kisah seputar Hogwarts, mungkin dengan karakter baru dan konflik baru, atau dengan karakter 'baru tapi lama' (misalnya berkisah tentang kiprah anak Harry Potter). Kiasan, Rowling bisa menulis kisah dengan setting yang berbeda. Mungkin masih terkait sihir tapi membicarakan dunia yang sama sekali berbeda.

Apapun, tentu merupakan hak bagi pengarang untuk memilih tema mana yang ingin ditulisnya. Dan semuanya kembali berpulang ke pembaca untuk menilai.

Apa yang terjadi pada JK Rowling dengan novel terbarunya merupakan realita yang sangat menarik. Bahwa nama besar pengarang bisa memancing animo pembeli. Bahwa dalam tahap tertentu, banyak pembaca membeli buku karena melihat siapa pengarangnya, dan bukan karena bukunya bagus atau tidak!!!

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun