4. Pilih Cerpen, Novela atau Novel
Berbeda dengan non fiksi, buku fiksi cenderung lebih sukar dibuat. Selain berimajinasi, kita juga harus menyusun plot, menciptakan karakter, konflik dan alur yang menarik. Dari sisi jumlah kata, secara umum, kisah fiksi dibedakan atas cerita pendek (cerpen), novela dan novel. Cerita pendek biasanya berupa kisah dengan jumlah kata di bawah 10 ribu. Novela biasanya jumlah katanya berkisah pada 10.000 hingga 50.000. Di atas 50 ribu kata umumnya disebut novel (versi ‘jumlah kata’ terkadang berbeda tapi secara umum pembagiannya seperti itu.
[caption id="attachment_372166" align="aligncenter" width="586" caption="Cerpen terbaru yang saya jual di amazon (dok. pribadi)"]
Jika ingin berkecimpung di dunia fiksi, cara termudah adalah memulai dengan membuat cerpen. Berbeda dengan novel yang cenderung rumit, cerpen lebih mudah dibuat. Dan buku yang isinya (satu) cerpen ini lumayan laku!!!
5. Pilih format digital
Sebagai penulis, ada dua pilihan format buku. Pertama, format ‘tradisional’, yakni buku dicetak dan diterbitkan. Kedua, format yang lebih modern. Buku dibuat dalam format digital, dan dijual.
Format cetak itu lebih mahal, karena melibatkan kertas dan tinta untuk percetakan. Juga biaya pengiriman. Buku cetak juga harus melalui prosedur yang agak ribet jika ingin diterbitkan penerbit besar. Sementara format digital cenderung lebih mudah, dan murah. Untuk menerbitkan buku digital seseorang tak perlu bergabung dengan penerbit raksasa. Proses penerbitan buku digital bisa dilakukan secara mandiri.
6. Gunakan Bahasa Inggris
Jika naskah buku ingin dipasarkan di dunia internasional, bahasa yang digunakan di buku itu sebaiknya menggunakan bahasa internasional. Jadi naskah sebaiknya dibuat dalam bahasa Inggris. Selain Inggris, Anda juga bisa membuat naskah dalam bahasa Jerman, Perancis, Spanyol, Italia dan Jepang. Namun untuk memperbesar pangsa pasar, sebaiknya menggunakan bahasa Inggris.
Bagaimana jika gak bisa bahasa Inggris? Hemmm... Tak mahir bahasa Inggris seharusnya tidak menjadi penghalang. Saya misalnya, bahasa Inggris saya pas-pasan (setidaknya saya yakin ada banyak Kompasianer yang jauh lebih mahir berbahasa Inggris dibanding saya. Ini hasil pengamatan selama menjadi Kompasianer selama bertahun tahun...). Dengan bahasa Inggris yang minim, toh saya bisa memublikasi lebih dari seratus naskah buku digital, baik fiksi maupun non fiksi dan dijual di manca negara.
Jika gak bisa berbahasa Inggris, Anda bisa menulis naskah dalam bahasa Indonesia dan memanfaatkan jasa penerjemahan ke Bahasa Inggris. Anda juga bisa meminta pihak tertentu untuk membuatkah naskah. Anda juga bisa membeli naskah bahasa Inggris yang sudah jadi. Saya belum pernah memanfaatkan jasa penerjemahan atau meminta/membeli naskah dari pihak lain, namun saya tahu ada ribuan penulis di luar sana yang berkiprah di bisnis buku digital yang menggunakan metode itu.