Penulis yang niatnya tulus ingin berbagi, biasanya sangat peduli pada pembaca. Mereka akan berusaha agar pesan yang disampaikan bisa diterima oleh pembaca. Penulis tipe ini akan merasa gagal jika pembaca gak memahami pesan dalam tulisannya. Apalagi jika pembaca keliru mengartikan apa pesan yang disampaikan.
Jika bisa dipermudah...
Bagaimana caranya supaya pesan yang disampaikan bisa diterima oleh pembaca? Di Barat sana, ada idiom khusus, yakni KIS, akronim dari Keep It Simple (ada juga yang secara bercanda menulis dengan KISS singkatan dari Keep It Simple, Stupid). Intinya adalah, upayakan sedapat mungkin membuat tulisan menjadi simpel dan mudah dipahami. Jadi, kalau bisa dipemudah tak perlu dipersulit. Jika tulisan bisa dibuat dalam bahasa Indonesia, tak perlu memaksakan istilah canggih yang rumit dan sukar dipahami.
Di Kompasiana, kita bisa dengan mudah menemukan tulisan yang memang dimaksudkan untuk berbagi. Anda mungkin pernah membaca ulasan soal bahasa oleh pak Gustaaf Kusno (yang sebagian sudah bertransformasi menjadi buku dan dijual di toko buku terkemuka di Indonesia. Kebetulan aku sempat beli, hehehe). Sekalipun membahas soal bahasa (atau kerancuan berbahasa, baik Inggris maupun Indonesia), pak Gustaaf tidak terjebak pada pemakaian istilah canggih. Tentu karena membahas soal bahasa, pasti ada istilah asing dalam tulisan. Namun istilah asing itu selalu dilengkapi dengan penjelasan yang memadai, dalam bahasa yang mudah dipahami.
Di Kompasiana, banyak Kompasianer yang profesinya dokter dan bisa nulis. Medis adalah bidang yang sarat dengan istilah teknis, baik yang menyangkut organ tubuh, jenis penyakit maupun jenis obat. Namun dari yang saya amati, rekan-rekan dokter di Kompasiana, seperti dokter Posma Siahaan (yang juga sudah bikin buku)Â tidak terjebak pada 'pameran istilah canggih'. Kalau pun ada istilah medis yang ditulis, itu selalu disertai penjelasan yang detil, dalam bahasa awam yang mudah dipahami.
Kenapa para dokter di Kompasiana tidak mau terjebak dalam penggunaan istilah medis yang rumit? Karena mereka sadar, tulisan yang rumit bisa disalahartikan pembaca. Dan jika sudah terkait medis, taruhannya sangat serius. Yakni hilangnya nyawa.
Mitos keliru
Selain untuk menonjolkan kehebatan pribadi, tulisan yang sarat dengan istilah teknis nan rumit juga muncul dari mitos yang keliru terkait ngeblog. Di dunia ngeblog, ada banyak mitos yang dipercaya yang tidak sepenuhnya benar. Misalnya mitos yang mengatakan "tulisan yang panjang sudah pasti bagus", dan, "tulisan yang dipenuhi istilah canggih otomatis membuat tulisan itu cerdas".
Tulisan yang panjang mungkin bisa bagus, namun tak semua tulisan yang panjang otomatis menjadi bagus. Begitu juga dengan yang terkait 'cerdas'. Tulisan yang sarat istilah teknis mungkin benar-benar terkesan cerdas, namun sebuah tulisan yang dipenuhi istilah canggih tingkat dewa tak otomatis membuat tulisan itu cerdas dan menarik.
Di Kompasiana banyak tulisan cerdas yang dibuat tanpa dilengkapi istilah tingkat dewa. Anda yang pernah membaca tulisan-tulisan bung Yusran Darmawan, Ira Oemar, Niken Satyawati atau Arief Firhanusa pasti setuju bahwa tulisan yang mereka buat dipaparkan dengan cerdas. Sarat makna. Namun disampaikan dalam bahasa yang lugas, dan mudah dipahami. Pembaca akan terhanyut dan gak sadar kalau sudah habis, hehehe
Anda mungkin pernah menbaca tulisan bung Katedra Rejawen, atau Agung Sony. Tulisan-tulisan yang mereka buat dipaparkan dalam bahasa yang sederhana namun sarat makna. Dan menyentuh.