Klub juga harus punya hak cipta untuk pernik klub seperti kaos. Semua penjualan kaos resmi harus melalui klub, seperti yang berlaku di Eropa. Begitu juga syal, penutup kepala, cangkir atau apa saja yang bisa dijual. Semua harus melalui klub.
Yang perlu diingat, menjaring suporter itu perlu waktu, Suporter tak otomatis bisa didapat dengan mengkloning nama klub terkenal. Suporter harus didekati dengan sabar dan intensif. Menjaring suporter fanatik. membutuhkan waktu setidaknya tiga hingga lima tahun.
Jika basis suporter sudah dibentuk, jika setiap pertandingan stadion terisi separuh hingga tiga perempat (atau bahkan penuh sesak), hanya soal waktu bagi sponsor untuk datang.
Konsekuensi logis
Jika saat ini konsorsium enggan mengucurkan dana milyaran rupiah untuk klub, maka pada akhirnya yang terjadi adalah seleksi alam. Hanya klub yang siap yang berkompetisi. Dan memang seharusnya begitu.
Klub yang tak punya dana, seharusnya tak memaksakan diri. Klub yang tak punya dana tak berhak untuk tampil.
Terkesan kejam memang. Namun itu resiko dari profesionalisme.
Konsorsium, dengan kelebihan dan kekurangan, kini memberi pelajaran penting bagi sepakbola Indonesia. Bahwa klub harus berjuang untuk hidup. Bukan masanya lagi klub hanya disuapi untuk hidup!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI