[caption id="attachment_177320" align="aligncenter" width="600" caption="IPL (foto: inilah.com)"][/caption]
AKHIRNYA, mujizat itu terjadi. Chelsea menjejakkan kaki ke final Liga Champions setelah menyingkirkan "klub yang tak seharusnya kalah" Barcelona. Chelsea akan menantang raksasa Jerman Bayern Muenchen. Bagaimana peluang Chelsea? Tanpa Meireles, Ramires dan John Terry, peluang the Blues sangat tipis. Chelsea hanya punya peluang jika salah satu dari Robben atau Ribbery cedera. Tentu peluang akan semakin besar jika keduanya cedera, hehehe...
Ada hal menarik yang aku simak ketika membaca beraneka tulisan yang membahas soal kekalahan Barcelona di el classico, kemenangan Chelsea dan tersingkirnya Madrid. Teman-teman yang selama ini kompak membela IPL, ternyata punya selera berbeda untuk urusan klub. Ada yang terang-terangan menyukai Barcelona. Ada yang tergila-gila pada Madrid. Ada juga (walau sedikit) yang menyukai Chelsea. Tentu, karena ini menyangkut selera, maka tak bisa diperdebatkan. Merah Putih boleh di dada, namun untuk urusan klub, selera boleh beda. Dan itu bukan dosa.
Bicara soal IPL, aku juga menemukan hal menarik. Ketika menulis tentang Persema yang belum mendapat kucuran dana dari konsorsium, aku berasumsi bahwa itu hanya masalah administrasi. Namun rupanya Persema bukan satu-satunya klub di IPL yang belum mendapat kucuran dana dari konsorsium. Â Sebagaimana dilansir inilah.com, sejumlah klub seperti Arema, Jakarta FC, Persitara dan Gresik United dikabarkan juga bernasib sama. Tim Divisi Utama Persipro Bondowoso United bahkan sudah mengundurkan diri dari Piala Indonesia yang diselenggarakan LPIS karena masalah serupa.
Menurut Sekretaris manajemen PT Persija Jaya Taufik Resamaili, pihak konsorsium dalam hal ini MBI (Mitra Bola Indonesia) memang belum menyelesaikan persoalan keuangan yang seharusnya diberikan kepada klub-klub IPL selama hampir tiga bulan terakhir. Imbasnya, pemain dan manajemen belum mendapat gaji. Juga para karyawan di lingkup manajemen klub.
Bagaimana tanggapan PSSI? Ketua Komite Kompetisi PSSI Sihar Sitorus membantah tudingan yang mengatakan jika pihak Konsorsium hendak lari dari kesepakatan awal karena tidak membayarkan dana dukungan operasional untuk klub yang berlaga di Indonesia Primer League (IPL).
Menurutnya, persoalan keterlambatan turunnya dana untuk klub lebih disebabkan persoalan seretnya pemasukan klub.
***
Ada satu fakta penting yang perlu disimak dari pernyataan Sihar Sitorus. Bahwa terlambatnya dana dari konsorsium karena minimnya pemasukan klub. Jadi, ada korelasi positif antara pemasukan sebuah klub dengan pasokan dana.
Aku menganggap ini menarik, karena sama sekali berbeda dengan asumsi yang aku percayai selama ini. Selama ini aku pikir, dengan adanya konsorsium maka klub di IPL sudah aman. Bahwa dengan atau tanpa penonton itu gak ada pengaruh bagi konsorsium. Bahwa konsorsium yang punya dana tak terbatas tak terlalu mempermasalahkan minimnya pemasukan klub karena penonton minim.
Jika mengacu ke ucapan Sihar, jelas asumsiku itu salah. Klub IPL ternyata tak bisa ongkang-ongkang kaki dan tenang-tenanag saja jika setiap partai hanya ditonton ratusan atau seribuan orang. Karena pada akhirnya, minimnya pemasukan klub akan berimbas pada konsorsium.
***
Bahwa sebagian klub di IPL tak punya basis massa itu fakta. Bahwa sebagian klub IPL hanya ditonton segelintir orang itu juga fakta. Lalu bagaimana?
Aku yakin, klub-klub di IPL pasti sudah melakukan berbagai cara untuk menarik simpati penggemar. Sayang, untuk menarik simpati itu tidak mudah. Apalagi jika yang disasar sudah terlebih dahulu menentukan pilihan. Jika ada warga Malang yang sudah 'terlanjur' memilih Arema, misalnya, maka akan sia-sialah upaya Persema untuk mengajaknya 'menyeberang'.
Mengajak Aremania untuk pindah ke lain hati dan menyukai Persema, mungkin akan sama dengan meminta penggemar Madrid untuk beralih ke Barcelona. Atau mengajak Milanisti untuk menjadi Internisti. Sampai kiamat itu gak akan pernah terjadi.
Pada akhirnya, mungkin, yang terjadi adalah seleksi alam. Seperti yang sudah pernah aku tulis, kelak hanya klub yang punya penggemar signifikan yang akan bertahan di kancah kompetisi Tanah Air. Karena penggemar yang mencapai belasan atau mungkin puluhan ribu merupakan magnet yang sangat kuat untuk menarik sponsor.
Klub yang punya basis massa dan mampu menarik sponsor, cepat atau lambat akan menjadi klub profesional. Yang mampu menghidupi diri sendiri, tanpa APBD yang merupakan uang rakyat.
Jadi bagi klub yang selama ini minim penggemar, maka mendapatkan suporter itu merupakan PR yang harus dilakukan. Tidak mudah memang. Dan perlu waktu. Salah satu 'jalan pintas' untuk menarik penggemar adalah dengan prestasi. Dan juga atraksi di lapangan.
Apa yang menimpa Persema dan sejumlah klub di IPL juga menjadi ujian bagi "metode pembiayaan dengan konsorsium" yang selama ini dianggap sebagai alternatif paling rasional untuk kompetisi Tanah Air. Bagaimana mungkin metode konsorsium menjadi jawaban jika belum semusim sudah mulai terlambat mengucurkan dana?
Pertanyaan yang mungkin paling menarik (namun mungkin tidak disukai) adalah: sampai kapan IPL bergulir? Sampai kapan klub yang pemainnya tidak digaji akan bertahan? Sampai kapan konsorsium mengucurkan dana untuk klub yang besar pasak daripada tiang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H