APAKAH blogger harus selalu menulis tulisan bermutu? Apakah tak ada tempat untuk tulisan sampah di dunia maya? Gusti Bob membuat tulisan yang menarik tentang tulisan sampah. Dia mempertanyakan apakah tulisan yang selama ini dibuat itu bermanfaat ataukah hanya menjadi sampah di dunia maya. Saya kebetulan baru belakangan ini membaca tulisan-tulisan Gusti Bob (kendati sudah lumayan lama membuat akun di kompasiana namun pada dasarnya saya baru aktif dua bulan terakhir. Aktif di sini adalah rajin membuat tulisan dan sesekali mengomentari tulisan teman, hehehe). Membaca beberapa tulisan terakhir Gusti Bob saya bisa simpulkan kalau beliau bisa nulis. Kosa kata dan gaya bahasanya bagus. Dan tentu saja, tulisannya bermanfaat. Ini bukan basa basi. Tulisan Gusti Bob yang membahas tulisan panjang dan pendek, misalnya. Kebetulan, beberapa waktu sebelumnya saya juga membuat tulisan terkait. Ketika menulis ‘5 Jurus Mabuk Ngeblog’ saya antara lain menganjurkan agar pembaca membuat tulisan pendek. Kalau bisa diperpendek tak perlu diperpanjang. Kalau ‘terpaksa’ membuat tulisan panjang sebaiknya dipecah dalam beberapa tulisan. Gusti Bob menulis dari sudut pandang yang sedikit berbeda, namun berkaitan dengan yang saya tulis. Bahwa ada beberapa tipe tulisan yang memang cocok jika dibuat pendek. Namun ada beberapa tipe lainnya, yang sebaiknya dibuat panjang. Gusti Bob menekankan satu unsur penting yang saya lupakan (sebenarnya bukan saya lupakan. Saya betul-betul tidak berpikir sejauh itu), yakni relevansi. Relevansilah yang menentukan apakah sebuah tulisan bisa dibuat panjang atau pendek. Tulisan Gusti Bob betul-betul mencerahkan saya. Beberapa saat setelah membaca saya segera merevisi tulisan yang dibuat dan memasukkan bagian-bagian yang ditulis Gusti Bob (revisi dilakukan pada naskah yang disiapkan untuk diterbitkan, bukan yang dipublikasi di kompasiana). Jadi jika Gusti Bob bertanya apakah tulisannya bermanfaat, saya akan berteriak lantang: Tulisan Anda bermanfaat. Dan ini bukan basa-basi yang sudah basi karena saya merasakan betul manfaatnya. (Lagipula saya merasa tak ada gunanya berbasa-basi dengan Gusti Bob. Selain pertemanan di kompasiana saya pada dasarnya tidak mengenal siapa beliau dan saya yakin begitu juga sebaliknya).
***
Pertanyaan seputar kualitas tulisan yang dilontarkan Gusti Bob pada dasarnya merupakan ungkapan kegelisahan semua blogger, yang ingin tulisannya menjadi sesuatu yang berarti, dan bukan sekedar angin lalu yang kemudian dilupakan. Saya bisa memahami pertanyaan itu, karena dulu juga pernah berada dalam posisi itu. Ada suatu masa ketika saya bertekad hanya akan menulis yang bermanfaat. Saya tak akan menulis jika merasa tulisannya tak akan memberi apa-apa kepada pembaca. Sepintas, ini tekad yang bagus. Namun ternyata tidak sebagus itu. Karena bertekad memberikan manfaat, itu justru menjadi beban. Saya tidak bisa menulis lepas. Ada semacam keterpaksaan. Saya berusaha keras menyenangkan orang lain dan saya sendiri tidak merasakan itu. Pada akhirnya saya justru ogah-ogahan menulis. Saya kemudian melakukan evaluasi. Saya suka menulis. Suka (banget) ngeblog (saya tak akan memilih nickname sukangeblog jika gak suka ngeblog bukan? Hehehe). Jika kemudian saya merasa ogah-ogahan menulis dan ngeblog, pasti ada sesuatu yang salah. Dan ternyata pangkal persoalannya adalah itu: karena saya memaksakan diri menulis yang bermanfaat. Saya akhirnya memutuskan untuk “kembali ke khitah”. Kembali ke alasan utama kenapa saya memutuskan untuk menjadi blogger, yakni ingin bersenang-senang. Saya menulis karena ingin bersenang-senang. Saya ngeblog karena ingin bersenang-senang. Saya berbagi dengan pembaca karena ingin bersenang-senang. Sejak itu, saya kembali semangat menulis. Saya tak mempersoalkan apakah yang saya tulis bermutu atau bermanfaat. Tentu, saya berharap yang saya buat itu bermanfaat. Namun itu tak lagi menjadi alasan utama. Singkatnya, saya menulis karena memang ingin menulis. Karena ingin bersenang-senang. Jika kemudian pembaca ikut merasa senang, itu bonus. Jika admin kompasiana ikut-ikutan senang (dan kemudian berbaik hati memasukkannya sebagai headline), itu bonus ganda. Karena menulis ‘semau gue’ konsekuensinya ada tulisan yang saya buat menjadi sampah di dunia maya. Tapi saya tak mempermasalahkan hal itu. Bagi saya, tulisan sampah itu bukan dosa. Apalagi yang kita anggap sampah bisa saja menjadi emas bagi orang lain 'kan? Di dunia nyata apa yang kita anggap sebagai sampah justru menjadi sumber penghidupan sesama saudara yang lain. Sampah bisa didaur-ulang dan bisa menyuburkan tanaman. Tapi tentu saja saya tidak menganjurkan teman-teman untuk sengaja membuat tulisan sampah, atau mengatakan bahwa menulis yang bermanfaat itu tidak penting, hehehe. Yang saya ingin tekankan, tulislah yang Anda suka. Menulislah untuk bersenang-senang. Jangan terbeban dengan keharusan untuk ini-itu. Kalau kemudian Anda merasa perlu untuk meningkatkan kualitas tulisan agar apa yang dibuat itu bermanfaat, tentu itu sangat bagus. Amat sangat positif. Namun sebaiknya itu dilakukan karena Anda memang menyukainya, bukan supaya disukai orang lain. Bagaimana pendapat teman-teman? Catatan: Tulisan ini merupakan pengembangan dari komentar yang tadinya saya buat di tulisan Gusti Bob. Buat Gusti Bob, terima kasih karena secara tak langsung telah menginspirasi saya membuat tulisan baru... Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H