Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

"Sepakbola Itu Cari Teman, Bukan Musuh..."

23 Februari 2012   01:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:18 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_164548" align="aligncenter" width="300" caption="Sepakbola itu cari teman (foto worldsportsholic.blogspot.com"] [/caption]

PERNYATAAN yang sangat menarik diungkap Ahmad Riyadh. Ketika dikonfirmasi goal.com seputar rencana pengunduran dirinya dari jabatan wakil ketua komite banding (Komding) PSSI, Ahmad yang memastikan bahwa pengunduran dirinya sudah final itu berkata, " Sepakbola ini kan mencari teman, bukan mencari musuh. Kalau suasana sudah kondusif, saya siap kembali mengabdi untuk sepakbola Indonesia.

Ahmad Riyadh mengungkap satu hal yang penting namun dilupakan oleh pecinta sepakbola tanah air. Bahwa sepakbola itu untuk mencari teman. Sepakbola bukan mencari musuh.

Selang setengah tahun terakhir, aroma permusuhan antara PSSI dan KPSI sangat jelas terasa. Bahkan para 'penggembira' pun ikut-ikutan mengobarkan permusuhan dan kebencian. Di Kompasiana, nuansa kebencian antara pendukung kedua pihak sangat jelas. Aksi maki-maki marak (umumnya aksi makian dilontarkan oleh akun baru, yang hanya hebat memaki namun jarang nulis, hehehe).

Pendukung kedua kubu ini melupakan esensi penting dalam sepakbola. Yakni persatuan.

***

Di dunia ada banyak olahraga populer. Namun mungkin hanya sepakbola yang mampu menyatukan ratusan juta manusia yang bermukim di bumi. Para penggila sepakbola ini rela begadang hingga dinihari, atau membayar setiap akhir pekan, hanya untuk menyaksikan bagaimana atraktifnya 22 laki-laki yang memperebutkan sebuah bola.

Sepakbola adalah olahraga universal, yang mampu menyatukan semua bangsa dalam bahasa yang sama: yakni keindahan, keanggunan dan nuansa mistis yang muncul ketika gol tercipta. Emosi yang muncul ketika menyaksikana pemain bekerja sama satu-dua, melihat bola berbelok ala tendangan pisang, aksi selebrasi pemain yang menggila, sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Sepakbola adalah olahraga yang mampu memaksa jutaan penggila untuk bicara dalam bahasa yang sama. Bahasa sepakbola.

***

Ada suatu masa ketika sepakbola Indonesia larut dalam bahasa dan langgam yang sama. Yakni ketika ajang AFF. Saat itu, ratusan ribu penonton tumpah ruah di stadion. Berbalut kostum merah-merah, dengan wajah yang dicat, dengan bendera besar yang dikibarkan tanpa henti, semua warga Indonesia bicara dalam bahasa yang sama: bahasa sepakbola Indonesia.

Saya yang sejujurnya tak begitu peduli dengan timnas Indonesia, mau tak mau ikut larut dalam hingar-bingar itu. Dan bulu kudukku merinding ketika melihat ratusan ribu penonton itu menyanyikan "Indonesia Raya". Dengan gegap-gempita. Bagaimana mereka bersorak gembira ketika gol tercipta. Sungguh, sebuah momen yang sukar dilupakan.

Kini antusiasme itu luntur. Kemelut membuat kubu dan pecinta sepakbola terpecah tiga: pro PSSI, pro KPSI dan netral mania (sekalipun banyak pendukung PSSI yang menganggap para netral mania--seperti saya, yang sebenarnya pro KPSI, hehehe). Setiap hari kita bisa menjumpai ajang debat di forum yang penuh ejekan. Perpecahan sepakbola Indonesia telah menciptakan permusuhan. Yang semakin hari semakin parah.

***

Pernyataan Ahmad Riyadh patut direnungkan oleh mereka yang mengaku (atau merasa) peduli dengan sepakbola Indonesia. Bahwa sepakbola adalah bahasa yang (seharusnya) mempersatukan. Sepakbola bukan ajang mencari musuh.

Perbedaan pandangan itu wajar. Ketika ada yang menyukai timnas Spanyol dan yang lain menyukai Brasil dan yang lain lagi tergila-gila pada timnas Inggris (seperti saya), itu wajar. Jika ada yang memfavoritkan Barcelona, atau Real Madrid, atau Manchester City atau AC Milan, itu juga hal yang wajar dan biasa. Namun perbedaan tim favorit seharusnya tidak membuat penggila bola terpecah dan bermusuhan.

Begitu juga dalam konteks sepak bola Indonesia. Jika ada yang merasa PSSI itu benar, itu sah-sah saja. Jika ada yang berpikir bahwa KPSI itu benar, itu juga sah-sah saja. Yang salah adalah jika perbedaan pandangan ini menyebabkan permusuhan mendalam yang seakan sukar dicarikan jalan keluar.

Apakah insan sepakbola Indonesia harus menunggu sanksi FIFA untuk berdamai? Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun