Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie

'Natal Berdarah' di Manado

27 Desember 2011   03:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:43 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEMBANTAIAN masal terjadi di Manado dan Minahasa, tanggal 24 Desember tahun ini. Darah berceceran dan mengalir. Jeritan dan teriakan kesakitan terdengar dari berbagai wilayah.

Namun jangan salah, yang dibantai bukan manusia. Darah yang mengalir juga bukan darah orang, dan teriakan kesakitan bukan keluar dari mulut warga Manado. Darah yang mengalir adalah darah (maaf) babi, anjing, bebek dan  ayam.

Tanggal 24 Desember adalah puncak kesibukan masyarakat Manado dan Minahasa dalam menyambut Natal. Ketika semua energi, daya dan dana dicurahkan untuk persiapan Natal.

‘Ritual’ kegiatan tanggal 24 Desember dimulai sejak pagi. Semua keluarga Kristen (khususnya bagi mereka yang merayakan Natal) berusaha menyempatkan diri untuk ‘berkunjung’ ke pasar. Sehingga volume orang yang berbelanja (dan yang berjualan) di pasar tradisional pun meningkat tajam.

Kegiatan berbelanja di tanggal 24 Desember ibarat suatu perjuangan. Memasuki kompleks pasar sama susahnya ketika mau keluar. Bahkan, sering terjadi, ada dua orang yang tadinya berbelanja sama-sama, akhirnya harus pulang sendiri-sendiri, karena salah satu atau bahkan kedua-duanya 'tersesat'.

Sepulang dari pasar, ‘ritual’ terus berlanjut. Daun Pangi (Pangium edule) yang dibeli dibagi dua, satu untuk membungkus daging dan lemak babi menurut menu Tinoransak, yang lainnya diiris halus-halus untuk kemudian dicampur lemak babi.

Bambu varietas Rames juga disiapkan. Yang batangnya kecil untuk Nasi Jaha, dan yang besar untuk Tinoransak, Pangi dan Kotei (atau Sa’ut, menurut lidah warga Tontemboan, yaitu batang pisang yang dipotong halus-halus dicampur tulang babi). Buah kelapa dicukur, beras varietas Pulo dibersihkan dan diberi bumbu untuk dijadikan Nasi Jaha.

Dipastikan, semua anggota keluarga larut dalam ‘ritual’ menyiapkan bahan makanan ini. Karena yang disiapkan untuk Natal biasanya bukan hanya Nasi Jaha, Tinoransak, Pangi dan Kotei, tapi juga Brenebon (kacang merah), Cap Cae, Ayam Rica-rica, Bebek Pidis (pedas), Ayam Kecap, Sate dan berbagai variasi menu lainnya. Termasuk beberapa modifikasi, seperti ayam bulu, cakalang bulu atau sayur pait bulu, yaitu ayam, cakalang dan daun pepaya yang masing-masing dibakar dalam bambu Rames bersama-sama nasi jaha 'dan kawan-kawan'.

Jika makanan yang disiapkan cukup banyak, atau jika yang berbelanja terlambat pulang dari pasar, biasanya ‘ritual’ penyiapan makanan ini baru rampung sore menjelang malam. Kegiatan hanya diselingi acara makan siang, yang sering dilaksanakan terburu-buru. (Sampai sekarang di beberapa daerah di Minahasa, menu makan siang tanggal 24 Desember selalu disertai makanan khas yang disebut pinentu’, yaitu kuah yang diberi empedu babi, yang konon, berkhasiat sebagai obat kuat).

Jika bahan makanan sudah rampung, kaum lelaki segera menyiapkan lokasi pembakaran. Sebilah besi tipis (atau kayu) didirikan melintang, kayu api disiapkan. Bulu rames yang berisi nasi jaha, tinoransak ‘dan kawan-kawan’ diletakkan di besi tipis. Ritual membakar bulu pun dimulai.

Karena acara pembakaran ini biasanya dimulai sore hari, maka menjelang malam tanggal 24 Desember, Minahasa dan Manado dipastikan berasap. Asap yang berasal dari pembakaran makanan.

Dan akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nantikan. Yaitu ketika makanan yang dibakar sudah matang. Bagi orang Minahasa yang membakar bambu masakan, tidak ada saat yang lebih indah dibanding saat mencicipi nasi jaha, tinoransak dan pangi yang masih hangat, dengan aroma khas yang membangkitkan selera.

Natal ‘berdarah’ akhirnya berakhir bahagia, ketika anggota keluarga yang kecapean tertidur nyenyak menanti datangnya fajar Natal yang penuh suka cita, untuk kemudian saling berjabat tangan mengucapkan Selamat Hari Natal.

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun