Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Cara (Praktis) Merevolusi Indonesia

1 Desember 2014   04:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_357061" align="aligncenter" width="301" caption="Ilustrasi (wikimedia.org)"][/caption]

REVOLUSI. Di Eropa, Revolusi mampu mengubah Perancis menjadi bangsa yang berbeda. Di Indonesia, “Revolusi Mental” menjadi jargon Presiden Jokowi untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Namun untuk memperbaiki Indonesia, perubahan mental hanya merupakan langkah awal. Ada hal penting lain yang harus dilakukan. Yakni mengubah orientasi pembangunan.

Selama ini, orientasi pembangunan di Indonesia lebih banyak terpusat di kota. Desa, komponen terkecil dalam struktur pemerintahan, cenderung diabaikan. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 65% tinggal di desa.

Pertanyaannya, mampukah desa menjadi pilar utama dalam pembangunan Indonesia? Apakah masyarakat desa, bisa menjadi ujung tombak untuk merevolusi Indonesia menjadi lebih baik? Jawabannya YA. Setidaknya itu yang diyakini, dan sudah dilakukan Bupati Malinau Dr. Yansen TP., M.Si.

Pengalaman Yansen mengubah orientasi pembangunan dari kota ke desa dipaparkan dengan gamblang dalam buku berjudul Revolusi Dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya kepada Rakyat.

Pada buku setebal 208 halaman ini Yansen memaparkan langkah demi langkah bagaimana dia membangun desa lingkup Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara, melalui program yang disebut  Gerakan Desa Membangun (Gerdema).

Program Gerdema, hakekatnya merupakan “aplikasi praktek empiris” dari desertasi berjudul Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tertinggal di Wilayah Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Tertinggal di Wilayah Perbatasan Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dengan Serawak, Malaysia) yang diajukan Yansen untuk mendapatkan gelar Doktor di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

Dampak Positif

Yansen memulai paparannya dengan fakta tentang konsep pembangunan yang masih menempatkan masyarakat di pihak yang lemah, karena model dan strategi yang dijalankan pemerintah  tak mampu menyentuh aspek dasar, dan belum mampu mengakomodasi berbagai kekuatan di masyarakat.

Karena tak berpihak ke masyarakat, menurut Yansen, beban pemerintah menjadi semakin berat. Karena pemerintah harus menangani masalah kemiskinan yang menjadi mata rantai yang tak pernah putus. Data dari BPS per Januari 2014 menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai lebih dari 25 juta orang. Di sejumlah daerah, jumlah orang miskin malah tidak berkurang. (hal 5-6)

Masalah lain adalah kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Pemerintah sering menganggap kebijakannya sudah tepat padahal  tidak. Seringkali pemerintah membuat kebijakan yang implementasinya justru melahirkan kerumitan baru. Kesan yang timbul  adalah karut-marutnya pemerintahan di semua sektor. (hal 5)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun