Oleh: Syeillah Ikke AmaliaÂ
Dalam satu tahun terakhir, ruang dakwah Islam di Indonesia telah mengalami transformasi yang sangat besar. Hadirnya media social tidak hanya mengubah cara masyarakat dalam berkomunikasi, tetapi juga telah menghasilkan perubahan cara penyebaran dan penerimaan ajaran agama. Fenomena ini tentunya sangat menarik untuk dikaji mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan juga pengguna media social yang aktif. Di Indonesia transformasi dakwah yang dari metode tradisional menuju ke platform digital menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dihindari karena seiring dengan perkembangan teknologi. Fenomena ini dapat mengubah tata ruang penyebaran nilai-nilai keislaman secara fumdamental. Namun, transformasi ini juga membuka peluang sekaligus tantangan baru dalam penyebaran nilai-nilai keislaman di masyarakat modern.Â
Jika dilihat dari historis pergeseran metode dakwah di Indonesia. Dakwah di Indonesia telah mengalami beberapa fase transformasi. Dari tradisi lisan yang dibawa oleh wali songo melalui wayang dan tembang, hingga era radio dan televisi. Di era sebelum adanya sosial media, dakwah juga dilakukan melalui pengajian tatap muka di masjid, pesantren, atau majlis ta'lim. Namun, di era digital ini telah membawa perubahan yang drastis dalam metode penyampaian dakwah. Menurut data dari Hootsuite dan We are Social, rasio antara jumlah pengguna internet dengan total populasi di Indonesia mencapai 276,4 juta populasi penduduk, 212,9 juta pengguna internet, dengan 167 juta diantaranya aktif di media sosial (Hootsuite & We are Social, 2024). Â Angka ini yang menunjukan potensi besar bagi dakwah digital untuk bisa menjangkau audiensi yang lebih luas. Platform media yang menjadi sarana dakwah di era digital ini adalah You Tube, Instagram, Tik Tok dan media sosial lainnya.Â
 Salah satu fenomena menarik dalam transformasi dakwah digital adalah munculnya pendakwah-pendakwah muda yang mampu memanfaatkan platform media sosial secara efektif. Ustaz Kadam Sidiq, seorang pendakwah muda dengan nama asli Husain Basyaiban dan kerap dipanggil Ustaz Kadam Malik. Beliau lahir di Makkah 12 Agustus 2002.  Beliau ini telah menunjukan bagaimana konten dakwah dapat dikemas secara menarik dan relevan bagi generasi milenial dan Gen-Z. Pendakwah muda yang aktif di berbagai platform media sosial. Dengan lebih dari 2 juta pengikut di Instagram dan 206 ribu subscriber di You Tube. Beliau menggambarkan generasi baru pendakwah yang memahami pentingnya adaptasi terhadap trend digital. Keberhasilan ustaz Kadam Sidiq dalam menjangkau audiens muda tidak terlepas dari pendekatan dakwahnya yang kontemporer, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan mengangkat isu-isu aktual yang relevan dengan kehidupan milenial dan Gen-Z. Ustaz Kadam Sidiq mengoptimalkan berbagai platform dengan pendekatan yang berbeda. Di  Instagram beliau menggunakan pendekatan dengan membuat konten singkat 1-3 menit dengan visual yang menarik.  Di You Tube pun beliau membuat kajian mendalam 15-30 menit dengan pembahasan tematik. Di Tik Tok pun beliau membuat snipper dakwah 30-60 detik yang viral dan mudah dibagikan. Dan ini yang lebih menarik pada Podcastnya beliau berdiskusi atau berbincang-bincang selama 1-2 jam untuk membahas sesuatu yang mendalam.Â
 Adapun dampak positif dan negative dari adanya dakwah digital. Dampak positif adanya dakwah digital, memudahkan audiens mengakses kajian keagamaan kapan saja dan dimana saja, pengetahuan agama pun tidak lagi terpusat pada institusi formal. Dan juga dengan adanya platfrom dakwah digital ini, dapat menjangkau kelompok yang sebelumnya kesulitan dalam mengakses kajian offline, sekarang lebih mudah mengakses kajian dalam bentuk online. Jika dari dampak negatif adanya dakwah digital sendiri, masyarakat lebih kecenderungan memahami agama secara dangkal dan parsial, mulai munculnya echo chamber yang memperkuat pandangan tertentu, dan mulai terjadi penyebaran-penyebaran pemahaman yang keliru atau kurang memahami secara mendasar. Transformasi dakwah digital telah menciptakan fenomena sosiologis yang menarik dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Penelitian dari Pusat Studi Sosiologi Agama mengidentifikasikan munculnya "Komunitas virtual keagamaan" yang membentuk identitas dan praktik keberagamaan baru (Pusat Studi Sosiologi Agama, 2023). Fenomena ini ditandai dengan terbentuknya kelompok-kelompok kajian virtual yang memiliki ikatan kuat meski tidak pernah bertemu secara fisik. Mulai munculnya ritual keagamaan yang diadaptasi untuk platform digital dan berkembangnya digital religious influenser yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku keagamaan followers mereka. Studi oleh PPIM Jakarta 2023, mengungkapkan bahwa 65% pengguna media sosial Muslim mengalami kesulitan dalam memverifikasi kebenaran konten keagamaan yang mereka terima (PPIM UIN Jakarta, 2023). Hal ini yang menunjukkan pentingnya literasi digital dalam konteks dakwah modern.
 Kesimpulannya, transformasi dakwah di era digital merupakan keniscayaan yang membawa peluang sekaligus tantangan. Keberhasilan pendakwah Ustad Kadam Sidiq membuktikan efektivitas platform digital dalam menyampaikan pesan keagamaan. Namun, diperlukan juga pendekatan yang seimbang antara pemanfaatan teknologi dan pemeliharaan substansi ajaran agama. Kedepannya, focus perlu diarahkan pada peningkatan literasi digital keagamaan dan pengembangan framework etis untuk dakwah di era digital. Â
ReferensiÂ
Hootsuite & We are Social. 2024. https://andi.link/hootsuite-we-are-social-data-digital-indonesia-2024/
Pusat Studi Sosiologi Agama. 2023. Komunitas Virtual dan Transfromasi Keberagamaan di Indonesia.
PPIM UIN Jakarta. 2023. Literasi Digital dan Pemahaman Keagamaan Generasi Z Indonesia.
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/alaya-vrida/siapa-kadam-sidik-alias-husain-basyaiban
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H