NGANJUK -- Di Kabupaten Nganjuk telah ditemukan peninggalan kuna berupa patirtan atau sendang di Dusun Sumbergayu, Desa Klurahan, Kecamatan Ngronggot. Diperkirakan patirtan yang baru saja ditemukan oleh Sabar, (50), telah ada sejak ribuan tahun lalu.Â
Patirtan itu dulunya adalah sebuah pemandian bagi putri raja, disebut keputren dan tempat bersuci bagi umat Hindu saat melakukan persembahyangan. Dimungkinkan, tempat itu dulunya sebagai pusat kerajaan kecil, sering disebut kerajaan "haji" atau "mandala".
Menurut Sri Widayati, (60) pemilik lahan, pertama kali bangunan kuna ditemukan oleh Sabar, keponakannya saat menggali tanah untuk menguruk bangunan rumah yang baru saja dibangun.Â
Ketika mencapai kedalaman sekitar 1,5 meter dari permukaan, cangkulnya menyangkut benda keras. Digali lebih dalam, ternyata berupa bekas bangunan kuna berbahan batu bata merah berukuran jumbo menyerupai pondasi. Tak ingin benda kuna yang baru saja ditemukan rusak, Sabar menghentikan pekerjaannya dan melaporkan ke Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan Kebudayaan (Disparporabud) Nganjuk.
"Sebenarnya ditemukan sudah tahun 2016 lalu, waktu itu digali untuk nguruk rumah," terang Sri Widayati, ditemui di rumhnya, Minggu, 04 Agustus 2019.
Mendapat laporan, Disparporabud Nganjuk langsung mengecek lokasi penemuan. Dan baru dilakukan penggalian beberapa hari lalu dengan mengerahkan beberapa warga. Hasilnya, diketahui berupa bangunan kuna, yaitu sebuah pemandian yang biasa ada pada jaman kerajaan. Hanya, belum seluruh bangunan dapat diidentifikasi strukturnya, karena baru sebagian yang berhasil digali.
Amin Fuadi, Kasi Purbakala dan Kesejarahan Disparporabud Nganjuk menyampaikan, patirtan diperkirakan memiliki luas 21 meter kali 21 meter persegi dengan tebal permukaan atas 70 sentimeter dan kedalaman 2 meter.
"Semakin ke bawah semakin besar, karena tembok patirtan dibuat miring biar tidak mudah ambrol," jelas Amin di lokasi penemuan.
Penemuan patirtan kali ini menurut Amin berbeda dari penemuan yang pernah ada. Selain kondisinya masih utuh, melihat ukuran batu batanya lebih besar dari jaman Majapahit maupun Kadiri, yaitu panjang 43 cm, lebar 20-22 cm, dan tebal 8-10 cm.
"Kalau jaman Majapahit atau Kediri kurang dari itu, lebih kecil," tegas Amin.