Mohon tunggu...
Suka Adi
Suka Adi Mohon Tunggu... Guru - Penulis Legenda

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Pejuang Polisi Intelijen Pandergoen di Nganjuk (Bagian 1)

17 Juni 2019   05:22 Diperbarui: 19 Juni 2019   02:36 1786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Pandergoen di Desa Baleturi, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, dulu dijadikan tempat berkumpulnya para pejuang (TNI dan polisi)

Berikut hasil penelurusan jejak pejuang Polisi Intelijen Pandergoen di Nganjuk bersama tim terhadap salah satu cucu Pandergoen, Witanto, (56), asal Desa Baleturi, Kecamatan Prambon dan data pendukung berupa besluit, foto tokoh, serta bukti sejarah pergerakan di masa penjajah Belanda, Jepang hingga kemerdekaan --disajikan menggunakan gaya selingkung bahasa saya.

NGANJUK -- Kompasiana -- Pandergoen atau Vandergoen, seorang anggota polisi di masa Kolonial Hindia Belanda asal Desa Baleturi, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Anak Demang Keturunan Belanda dilahirkan di Nganjuk, 1909. Menjadi anggota polisi sejak berumur 20 tahun, pada 30 Maret 1929. Beliau tutup usia 61 tahun, 27 Oktober 1970, dimakamkan di pemakaman umum, desa setempat.

Vandergoen adalah 9 bersaudara dari seorang ayah, keturunan Belanda bernama Vandergoen juga, seorang tentara KNIL dengan perempuan pribumi (?) dari Desa Baleturi, Kecamatan Prambon dan Desa Sekaran, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

Kedelapan bersaudara tersebut adalah; Sukarto, Kondoleksono, Surip, Suhartin, Sumarni, Vandergoen, Somo Sumardjan, Sumiati, dan Sukarmi.

Awalnya, KNIL Vandergoen bergabung dengan kesatuan KNIL yang lain, bermarkas di Nganjuk. Namun setelah menikah dengan perempuan dari Desa Sekaran, Kecamatan Loceret, memutuskan keluar dari kesatuannya untuk menjadi seorang Demang di Desa Baleturi, Kecamatan Prambon.

Demang Vandergoen kemudian benar-benar melepas seluruh budaya baratnya (Belanda) dan mulai menekuni budaya Jawa. Mulai dari cara berpakaian, penampilan dan tata-krama yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk dirinya maupun anak-anaknya. Hal ini semata-mata untuk mengelabuhi pemerintah Belanda agar dia dianggap sebagai penduduk pribumi. 

Hingga Demang Vandergoen menjadi seorang dalang wayang krucil yang terkenal, baik Desa Baleturi juga di luar desanya. Bahkan Demang Vandergoen juga berganti nama pribumi (Jawa), yaitu Palidin dan nama tuanya, Kartoredjo.

Kendati demikian, Demang Vandergoen mendidik anak-anaknya sangat keras dan disiplin. Tidak segan-segan menghukum anak-anaknya dengan cemethi apabila melanggar perintah dan adap sopan-santun budaya Jawa.

Witanto, cucu Pandergoen, anak Gundari
Witanto, cucu Pandergoen, anak Gundari

Kemudian, salah satu anak Demang Vandergoen yang bernama Pandergoen atau Vandergoen, ketika berumur 20 tahun, didaftarkan menjadi anggota polisi Belanda. Vandergoen junior itu diterima masuk sebagai polisi pada tanggal 30 Maret 1929 di Semarang.

Berdasarkan besluit nomor: 9332/43 tahun 1929, Pandergoen mengikuti pendidikan di Sukabumi dengan pangkat Agen Polisi Kelas II, nomor: 667 dengan nomor register Polisi: 148700.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun