Mohon tunggu...
Sujanarko 10
Sujanarko 10 Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya adalah sekumpulan tulang yang ingin belajar tentang arti kehidupan melalui tulisan. Ya, tulisan yang semoga memberi maanfaat :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Untuk Sebuah Nama

17 Februari 2016   15:23 Diperbarui: 17 Februari 2016   15:34 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam...

Adalah bukti ketulusan,

Tak pernah sekalipun ia kecewa,

Meski ketenangan yang ia bawa,

Dicabik-cabik lolongan serigala.

–  Cepu, 21 Januari 2016 –

Sajak itu hanya sebagian kecil dari kesukaanmu yang ku abadikan, Si. Agar aku tak kehilanganmu. Agar aku selalu merasakan kehadiranmu di sisiku. Menemaniku. Memelukku. Dan kau tahu? Masih banyak kesukaanmu yang lain yang telah ku tulis di berbagai lembar kertas. Menghabiskan beribu-ribu pena dengan berbagai macam warna; hitam, biru, merah, hijau dan kuning.  

Selain malam, kau suka permata bukan? Itu telah ku tulis, Si! Tak hanya itu, aku juga menulis tentang hutan larangan. Pepe. Kunang-kunang. Walang. Kupu-kupu. Sepeda. Angon. Sari-sari bunga mawar. Bahkan, kelicikan demi kelicikan yang dilakukan Sengkuni kepadamu, juga telah ku catat. Enak saja dia mengusik ketenanganmu. Merobek-robek kesenanganmu. Membelenggumu. Aku tak terima Si. Sungguh, tak terima! Nanti, akan ku tunjukkan kelicikan-kelicikan si Sengkuni itu dihadapan Batara Guru – raja yang menguasai Kahyangan – agar dia menghukum si Sengkuni. Biar tahu rasa dia Si!

Si, berbahagialah kau bersama Mas Bei. Dan, sekali lagi. Biarkan aku disini. Menikmati hangatnya kelon bersama ketiga pacarku yang penuh kehangatan. Kenikmatan. Surga dunia. Sembari menunggu keputusan dari Bathara Guru. Entah menghukumku dengan melenyapkan namamu di hatiku. Atau bahkan, menghukumku dengan mengirim Bisma yang ahli dalam peperangan untuk menebas leherku. Mematikanku. Mengirimku ke Kahyangan. Lalu, menghukumku di Kawah Candradimuka bersama Werkhudara.  Entahlah Si. Entah! Aku tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mungkin, aku perlu singgah ke rumah Kyai Lurah Semar Badranaya agar mendapat petuah bijaknya yang berkata; Wong cilik ora sugeh bondho nangging sugeh roso – yang artinya : Orang kecil tidak kaya harta tetapi kaya hati.

Lalu kemudian, ku datangi kediaman Cak Nun untuk merobek puisi ‘Doa Mohon Kutukan’ yang beliau bingkai di ruang tamunya pada bagian; Jika syarat untuk mendapatkan kebahagiaan bagi manusia adalah kesengsaraan manusia lainnya, maka sengsarakanlah aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun