PT Djakarta Lloyd (Persero), merupakan BUMN Pelayaran Samudera Nasional yang didirikan pada 18 Agustus 1950 di Tegal, Jawa Tengah, oleh anak bangsa, Â para Veteran Perang Kemerdekaan Republik Indonesia dari Angkatan Laut.
Dalam kurun waktu 20 tahun, Djakarta Lloyd berkembang menjadi perusahaan pelayaran yang memiliki 22 unit kapal. Padahal, pada awal pendiriannya hanya bermodalkan dua kapal uap. Rute yang dilayari semula hanya dalam negeri. Tetapi kemudian berkembang hingga negara-negara di Asia, Eropa, Amerika, Â Australia dan seluruh dunia.
Dalam lima tahun pertama setelah berdiri, keberadaan Djakarta Lloyd sangat dibutuhkan pemerintah untuk mendistribusikan bahan pangan dan sandang ke seluruh pulau di Nusantara. Dalam hal menjaga ketahanan pangan, Djakarta Lloyd sangat membantu.
Sejak tahun 2000, perusahaan ini terus merugi. Dampaknya, pada tahun 2007, tidak mampu membayar berbagai kewajiban baik kepada pensiunan, karyawan, kreditur dan para mitra kerja. Tidak hanya itu, bahkan sejak 2007 sampai 2011 (kurang lebih 4 tahun), Djakarta Lloyd tidak membuat laporan keuangan.
Melihat kondisi Djakarta Lloyd yang sudah mati suri, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mengganti seluruh direksi. Saat itu, harapan untuk membangkitkan perusahaan ini menjadi BUMN yang bersih, sehat dan untung dipercayakan pada Syahril Japarin, sebagai direktur utama sejak tanggal 11 Januari tahun 2011.
Syahril Japarin tidak sendirian, Menteri BUMN, Mustafa Abubakar menunjuk Nivico Pinchi sebagai Direktur Pemasaran, Nur Abadi sebagai Direktur Armada, Rudi Mokogombang dari PT PPA (Persero) sebagai Direktur Restrukturisasi dan Kushindarto sebagai Direktur Keuangan. Totalnya ada 6 direktur diplot mengisi jajaran direksi, meskipun perusahaan tidak beroperasi.
Seperti diketahui, saat Syahril Japarin dipercaya menjadi direktur utama, Djakarta Lloyd mempunyai utang hingga Rp 3.6 triliun. Gaji karyawan dan uang pensiunan sudah 4 (empat) bulan tidak dibayar, hampir semua alat produksi rusak atau disita, dan di kas/rekening perusahaan tidak ada uang sama sekali. Sementara itu, gedung Djakarta Lloyd di Jalan Senen Raya No. 44, sebagai aset satu-satunya dalam proses disita kreditur dan akan segera dilelang.
Dalam 16 bulan kepemimpinannya, Syahril Japarin tidak menerima gaji, karena cashflow perusahaan minus. Namun, hal itu tidak membuat semangatnya untuk mengabdi dan tekadnya membangkitkan Djakarta Lloyd pudar.
Setiap harinya dihabiskan laki-laki yang mengawali karirnya di bagian piping atau mechanical engineer di PT Pertafenikki Engineering, anak usaha JGC Corporation Jepang ini, bersama lima  direktur lainnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Djakarta Lloyd satu demi satu.
Pengalaman Syahril Japarin yang pernah memimpin PT Aetra Air Jakarta, perusahaan air minum asing yang mengelola peredaran air bersih di Jakarta merupakan nilai tambah bagi Djakarta Lloyd. Karena, kinerja Syahril Japarin tidak perlu diragukan.
Ketika memimpin Aetra, perusahaan yang selama 11 tahun dipimpin managemen asing tidak pernah mencapai target sesuai kontrak, dalam waktu 1 (satu) tahun kepemimpinannya telah tumbuh berkembang dengan pesat melampaui target kontraktualnya.