Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Bisa Bermitra dengan FBR

27 Februari 2019   06:58 Diperbarui: 27 Februari 2019   11:12 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Napak Tilas Kota- Priok Bargaining Rencana Penertiban     

Setelah Direktorat Jenderal (Ditjen)  Perekeretaapian berdiri pada 2005, sejumlah rencana besar perkeretaapian terus bergulir dan  mulai diimplementasikan.  Diawali pembangunan  jalur ganda pada lintas  Tanah Abang-Serpong, Dirjen Perkeretaapian  yang kala itu dipimpin Soemino Eko Saputro dan dilanjutkan Wendy Aritenang juga berencana menghidupkan kembali lintas Jakarta Kota-Tanjung Priok (Kota-Priok).

Lintas Kota-Priok terdapat 3 stasiun atau tempat pemberhentian, yakni Stasiun Kampung Bandan Atas. Stasiun Ancol dan Stasiun Tanjung Priok. Kondisi jalur rel sepanjang 9,5 km yang sudah mati dan tidak dilewati kereta api (KA) lebih dari 35 tahun, menjadikan lintasan rel telah berubah fungsi menjadi daerah pemukiman penduduk kaum urban yang kurang beruntung di ibu kota.

Setiap jengkal tanah selalu ada bangunan. Daerah terpadat ada di sekitar Dao, dekat Depo Kereta Jakarta Kota. Pademangan, Ancol hingga Tanjung Priok semuanya padat. Selain ada bangunan liar hunian, terdapat pula gardu-gardu atau Pos Ormas, salah satunya Pos Fron Betawi Rembuk (FBR).

Tak hanya bangunan untuk hunian, rel KA juga digunakan untuk tempat penampungan barang-barang pemulung dan juga tempat sampah. Untuk tempat sampah di Pademangan volumenya sudah sangat tinggi, hingga ratusan ton dan sudah terlalu lama, sehingga menysakan bau busuk menyengat hidung dan menimbulkan polusi.

Setiap kelompok hunian memiliki sebutan nama tenar di lingkungan mereka, diantaranya Kampung Dao Atas dengan panjang hunian berkisar satu kilometer, terletak dekat Stasiun Kampung Bandan Atas. Kemudian  daerah Pademangan. Hunian daerah Ancol dan hunian emplasemen Tanjung Priok. Untuk emplasemen Tanjung Priok bahkan digunakan untuk tempat pelacuran yang dikenal dengan Pela-pela.

Untuk kelompok Dao, yang dituakan salah satu eks pegawai KAI. Dia bersama komunitas dari Tegal, Brebes, Purwokerto, kaum ngapak menjadi mayoritas warga Dao. Kemudian untuk daerah Pademangan aneka macam suku dari Indonesia.  

Dalam sosialisasi awal, tim Humas KAI waktu dibantu Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang salah satu reporternya menjalin kerjasama sangat baik dengan Humas. Ketika kami mengabari akan ada  penertiban bangunan di sekitar rel, TPI selalu ikut.

Keterlibatan TPI waktu itu, sangat membantu Tim Humas sebagai sarana menyebarluaskan informasi rencana pembongkaran. Saat itu kami diliput TPI ketika  kami soasilaisasi di daerah Dao. Seorang ibu penghuni bangunan liar pinggir rel yang sedang ditemui Humas kebetulan  mengenakan perhiasan cukup mencolok, kalung emas, gelang dan sederat perhiasan lainya menghiasi leher dan tangan serta jari-jarinya.

Oleh Humas Ibu itu disapa "Ibu maaf sudah berapa lama tinggal di sini? Maaf kami akan menghidupkan lagi jalur kereta api dari  Kota-Priok", kataku yang disorot TPI.

Diluar dugaan, ibu itu menjawab. "Saya sudah lebih 20 tahun di sini. Mau dipakai KAI, silahkan, karena KAI  yang punya. Kami terima kasih sudah sekian lama diberi kesempatn numpang hidup di sini. Kapan akan dibongkar?" tanya pemilik warung klontong tersebut yang saya jawab 3 bulan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun