Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Hadirnya "KRL Premium": Kemunduran, Kemajuan, atau Memang Solusi?

22 Desember 2018   21:26 Diperbarui: 23 Desember 2018   21:43 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkembangan KRL Jabodetabek (ft. Dok RL)

Manajemen PT KAI dan PT KCI, pada pertengahan 2019 akan meluncurkan jenis KRL premium. Kebijakan ini sudah mendapat "endorsmen" dari Ditjen Perkretaapian, Kemenhub selaku regulator dan penyalur subsidi dari pemerintah. Manajemen KAI menjamin kehadiran KRL premium tidak akan mengganggu KRL reguler.

Tetapi apakah langkah PT KAI merupakan langkah yang inovatif atau sebaliknya? Berikut ini beberapa poin pandangan YLKI dalam rilisnya, Sabtu (22/12-2018). Beberapa point yang disampaikan YLKI diantaranya;

1. Dari sisi managemen KA commuter, ini justru langkah mundur, setback. Di dunia manapun KA commuter tidak ada kategori kelas, tidak ada premium, tidak ada express, dan sejenisnya. Yang sekarang ini sudah benar, kok mau diruntuhkan lagi. Aneh bin ajaib...

2. Kehadiran KRL Premium hanya akan meminggirkan KRL reguler saja. Apapun alasannya. Karena apa yang dilakukan managemen KAI adalah menyalahi pakem. Dampak pemberlakuan KRL premium, adalah potensi pelanggaran hak-hak konsumen KRL secara keseluruhan sangat besar;

3. Seharusnya PT KAI/PT KCI fokus pembenahan pelayanan secara keseluruhan, seperti memperbaiki infrastruktur dan atau menambah rangkaian. Dengan demikian headway KRL akan lebih singkat, carbin service akan lebih bagus, dan waktu tempuh yang lebih presisi. Sehingga KRL sabagai angkutan masal bisa mengangkut penumpang lebih banyak, dengan keandalan dan pelayanan yang prima;

4. YLKI menduga, saat ini finansial PT KAI tertekan hebat karena beberapa hal: akibat dipaksa harus menghandle proyek LRT Jabodebek, dana PSO yang terlambat dicairkan atau bahkan dana IMO yang belum dibayar pemerintah. Sehingga PT KAI berupaya menambal pendapatannya dengan mengoperasikan KRL premium;

5. Jika alasan PT KAI ingin menambah revenue di luar pendapatan tiket (non fare box), PT KAI bisa melakukan di sektor properti atau iklan. Asal jangan iklan rokok, karena melanggar regulasi.

Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah dan managemen PT KAI *membatalkan* rencana pemberlakuan KRL premium. Ini kebijakan kontra produktif bagi konsumen KRL secara keseluruhan dan bagi PT KAI. Selain itu akan menjadi bahan tertawaan oleh komunitas operator kereta commuter di dunia.

KRL Premium Obat Rindu Pelayanan Berkelas?

Penulis sebagai pelaku sejarah perubahan KRL Jabodetabek masih teringat katika pada 2013 PT KAI memberlakukan perubahan pola KRL Jabodetbek dari multi operasi dan multi layanan  menjadi satu sistem operasi,  satu layanan, single operation. Semua KRL ber-AC,  berhenti di setiap stasiun dan seluruh penumpangnya mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Sebelumnya layanan KRL Jabodetabek terdiri tiga   kelas. Kelas Ekspres,  KRL komersial dengan layanan tanpa berhenti dengan tarif  komersial. Layanan KRL Ekonomi Ekspres, rangkaianya Ber-AC  sama dengan KRL Ekspres, hanya saja berhenti di setiap stasiun, tarifnya semi komersial. Kemudian KRL ekonomi dengan rangkaian tanpa AC, tarifnya ekonomi dan  bersubsidi.

Perubahan pola operasi dan penghapusan layanan komersial saat itu diprotes keras dan KAI didemo pengguna KRL Ekspres dan KRL Ekonomi AC. Mereka tidak terima perubahan layanan yang biasanya nyaman,  berubah dengan  berhenti setiap stasiun.  KRL makin padat dan harus transit di beberapa tempat untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan.    

PT KCI sebagai perseroan, tentu misi utamanya memupuk keuntungan semaksimal mungkin.  Layanan KRL yang saat ini 100 % disubsidi pemerintah menjadikan KCI terbelenggu dengan pelayanan subsidi. Layanan bersubsidi menjadi hambatan bagi KCI untuk menambah pemasukan dari penumpang karena tarif ditentukan pemerintah sebagai pemberi subsidi.

Tiket Edmonson KRL Pakuan (ft. Dok. KRL)
Tiket Edmonson KRL Pakuan (ft. Dok. KRL)
Sejarah Panjang Layanan KRL 

KRL Jabodetabek sebagai transportasi perkotaan andalan warga Jabodetabek memiliki  sejarah panjang. KRL Jabodetabek terlahir  berbeda dengan LRT Jakarta, LRT Jabodetabek  dan MRT yang dibangun serba baru.  Infrastruktur stasiun steril, armadanya baru,  yang tentu saja lebih mudah pengelolaanya lebih mudah  dibanding mengelola KRL yang memiliki sejarah panjang dari pelayanan compang camping menjadi layanan berstandar seperti saat ini.

Dari sisi organisasi dan bisnis, pelayanan KRL Jabodetabek terlahir dari sebuah bisnis pelayanan sambilan bagi KAI yang saat itu mengoperasikan KRL pertama  pada 1976 bermodalkan armada KRL ekonomi buatan Jepang.

Perkembangan KRL mulai maju sejak tahun 2000, PT KAI mendapat hibah 42 KRL dari Pemerintah Tokyo. Oleh KAI KRL itu dijadikan  layanan premium KRL Pakuan Ekspres Jakarta-Bogor. KRL Bekasi Ekspres  Jakarta-Bekasi, KRL Serpong Ekspres Jakarta-Serpong dan KRL Tangerang Ekspres Jakarta-Tangerang.

Pemerintah terus mengembangkan infrastruktur perkeretaapian KRL. Jalur Citayam Bogor semula satu jalur dibuat jalur ganda pasca tabrabakan KRL di Ratu Jaya, Depok. Kemudian jalur  Tanahabang-Serpong dibangun jalur ganda dan diresmikan pada 2007, bertepatan dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

 Seiring dengan perkembangan infrastruktur KRL,   Divisi Jabodetabek sebagai unit bisnis KAI  berubah menjadi PT KCJ dan lalu menjadi  PT KCI. Pembentukan KCI membuat layanan KRL maju pesat, KCI  terus menambah KRL bukan baru dari Jepang  yang  hingga saat merupakan 97 % dari armada PT KCI.

Pemerintah dan PT KAI, mentargetkan pada 2019 penungguna KRL akan mencapai 1.2 juta orang. Meskipun belum memasuki tahun 2019, volume penumpang sudah tembus  1,2 juta orang per hari.

Perluasan  jaringan pelayanan KRL lintas Timur hingga Cikarang, lintas Barat hingga ke Rangkas Bitung telah memodernisasi pelayanan.  KA Odong-odong yang jadul operasional dan pelayanan telah membaik seiring pergantian dengan KRL. Perluasan jaringan KRL mempercepat realisasi pengguna mencapai 1,2 juta orang per hari.

Perkembangan KRL Jabodetabek (ft. Dok RL)
Perkembangan KRL Jabodetabek (ft. Dok RL)
Sebagai perusahaan swasta dibawah KAI, KCI tentu lebih senang bila tidak seluruh penumpangnya diberikan subsidi. KCI lebih senang semua  pelayanan kelas KRL komersial, tidak melayani  subsidi. Setelah kebijakan layanan single operation dan bersubsidi, kini KCI mencoba keluar dari bayang-bayang subsidi. 

Untuk mencoba keluar dari bayang-bayang subsidi, KCI pernah  melempar isu subsidi KRL bukan pada angkutanya, namun kepada individu. Pengguna KRL subsdii harus memgang kartu tidak mampu dari Kemensos.  Usulan itu wajar. Pengguna KRL beragam profesi dan beragam penghasilan,  dari bependapatan UMR hingga kelas direktur,  kaya miskin, semua dapat mendapat subsidi. KCI mewacanakan ada perbedaan.

Dengan melempar isu subsidi kepada individu, KCI ingin   pemberian subsidi kepada orang-per orang sehingga KCI dapat menerapkan tarif komersial.  Penyalur pemberian subsidi pun akan berubah  dari  Derektorat Jenderal Perkeeretaapian, Kemenhub akan  berpindah kepada  Kemensos.  Satu hal yang ribet dan pada awalnya repot adalah pengurusan Kartu Miskin di Kemensos kepada ribuan pengguna KRL.

Karena isu subsidi individu terasa sulit, KCI meluncurkan  isu lagi akan mengoperasikan  "KRL Premium".   Rencana KCI  meluncurkan "KRL Premium" direstui pemerintah. namun ditolak YLKI agar dibatalkan. Dari  sisi pemerintah "KRL Premium"  merupakan solusi, upaya mengurangi beban subsidi pemerintah. Dari sisi  KCI akan ada pemasukan  dana  segar setiap hari  tanpa menunggu pencarian dana PSO yang kadang memerlukan waktu berbulan-bulan.

PT KCI sebagai perusahaan komersial,  tentu ingin pendapatnya tumbuh. Sementara bila terus menggantungkan pendapatan dari tarif yang dipatok negara dan disubsidi, KCI sulit meningkatkan pendapatan dari tiket seperti sang induk PT KAI yang lebih banyak mengopersikan KA komersial dibanding KA bersubsidi. 

Tarif komersial bisa dutentukan sendiri oleh operator tanpa persetujuan pemerintah. KAI mudah menaikkan tarif di saat weekend dan liburan. sementara KCI keslutian karena mengoperasikan KA bersubsidi. KCI sangat ingin kelar agar tarif bisa ditentukan sendiri.

"KRL Premium" yang akan dioperasikan KCI tahun depan seperti petir di siang bolong.  Ketika masyarakat menikmati berjejelnya KRL setiap hari,  KCI  akan mengoperasikan "KRL Premium". Hal ini  memberikan angin segar bagi pengguna KRL yang  akan  mengembalikan kerinduan pengguna KRL Pakuan Jakarta-Bogor, KRL Bekek, Bekasi Ekspres Jakarta-Bekasi, KRL Benteng Ekspres Tanggerang-Jakarta dan KRL Serpong Ekspres, Jakarta-Serpong bakal menikmati kembali layanan KRL yang lebih nyaman yang dirindukan.

KAI dan KCI berjanji, layanan  "KRL Premium" tidak menganggu  operasional. YLKI protes karena melanggar pakem operasional KRL dan akan melanggar hak-hak konsumen. Pemerintah mendukung karena dapat mengurangi subsidi. KCI gembira karena akan mendapat dana segar lebih cepat masuk dari penjualan tiket komersial. "KRL Premium. Kemajuan, kemuduran apa solusi"?   ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun