Hunian di pinggir rel yang telah menaun bukan hanya membahayakan warga, namun juga membahayakan keselamatan Perka yang mengangkut ribuan nyawa. Hunian pinggir rel yang terlalu menjorok ke dalam rel, sebelum diterbitkan oleh PT. KAI dan dilakukan pemagaran oleh Ditjen  Perkeretaapian Kemenhub, jarak body kereta dengan atap rumah sekitar 20 cm saja.  Secara berangsur sebagain sudah berhasil ditertibkan dan tertata rapi. Namun PR masih menyisakan di beberapa wilayah dan perlu diselesaikan bersama antara Pemprov DKI Jakarta, Kemenhub dan PT. KAI.
Permasalahan paling menonjol di kawasan pinggir rel adalah faktor kemiskinan. Rumah-rumah petak yang dibangun di pinggir rel menandakan kemiskinan kota yang perlu ditangani Kementerian Sosial dan Pemprov DKI secara terpadu. Lahan yang telah ditertibkan  sterilisasi dengan pemagaran pembuatan taman. Langkah terpadu yang sudah terwujud dari Jatinegara-Senen-Kamayoran dan ruas lainya yang telah ditertibkan perlu diteruskan agar Jakarta dan pinggir rel  bukan tempat untuk memamerkan kemiskinan kota, namaun dapat disulap menjadi daerah hijau tanaman pendek.
Bangunan rumah di pinggir rel jelas tidak layak huni. Ketika KA lewat, debu-debu akan beterbangan. Rumah yang sempit sulit untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada penghuninya. Rumah yang kumuh ada dua kemungkinan, mereka takut membangun permanen karena sewaktu-waktu akan digusur kedua memang tidak mampu membangun rumah permanen karena tidak punyalahan dan biaya. Yang dapat menyelesaikan hunian pinggir rel hanya pemerintah bergerak secara terpadu dari tingkat pusat dan daerah serta stakholder. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H