Suatu keberkahan diberi kesempatan pelatihan di luar negeri.  Penulis bersama 20 peserta  mengikuti pelatihan ke Perancis, negeri embahnya Perkeretaapian di Eropa, dan dunia. Salam hormat dan ucapan terima kasih untuk  Dirut PT. Kereta Api Indonesia (Persero)-PT. KAI, Ignasius Jonan atas  kesempatan  pelatihan hospitality  di SNCF (Sociaty National Corporation France),  BUMN Perkeretaapian di negeri pusat mode, Perancis.
Bus rombongan tiba di terminal II Bandara Soekarno Hatta,  check in dan  imigrasi. Tak lama menunggu, kami masuk ke pesawat Malaysia Air Line  A-300-200 berkapasitas 100 penumpang dengan riang. Dua jam dari Bandara Soetta ke KLA (Kuala Lumpur Airport). Pesawat negeri jiran mendarat mulus di negeri serumpun dengan Indonesia itu. Rombongan transit, pindah pesawat berbadan lebar berkapasitas 350 seat-Boing A 300-700.  Perjalanan dari KLA ke Bandara CDG (Charles De Gaul) Paris, Perancis ditempuh  13 jam.
Pukul 06.30 waktu  mendarat dengan mulus di Bandara  CDG. bersalaman dengan para penjemput  terdiri Ibu Sita, penanggung jawab protokoler dari SNCF,  Ratna, dosen perguruan tinggi di Bandung  sedang tugas belajar  dan Sevina,  mahasiswi yang juga  karyawati Bappeda Kota Pekalongan sedang tugas belajar di Perancis.Â
Udara dingin menyengat tubuh. Meskipun sudah menggunakan baju rangkap empat, udara masih menembus daging dan tulang, rombongan menuju bus luks sopir berdasi berdandan rapi. Setelah menembus jalan yang sedikit lengang karena hari libur,  bus mengantar kami  menuju Apartemen Hotel Adagio setelah menyusuri lorong-lorong gedung bertingkat, dibawahnya ada Stasiun Eslapanade De Ladefence. Stasiun itu dekat home base  peserta mondar-mandir ke tempat pelatihan, jalan-jalan dan mengunjungi berbagai obyek wisata di Kota Paris.
Pelatihan demi pelatihan diikuti dengan disiplin dan serius. Kenangan demi kenangan, pengalaman demi pengalaman terkumpul dalam pikiran peserta. Pada Kamis, para peserta mulai membicarakan acara hari Sabtu dan Minggu. Ketua Rombongan Tating Setiawan mulai didaulat untuk mengakomodasi keinginan peserta yang ingin pergi ke negara lain selain Perancis. "Mumpung sudah dekat ke Belgia, Belanda, Jerman, ayo kita pergi. Kesempatan ke Eropa tidak tahu  kapan lagi akan kita dapatkan," terang Sri Nugroho.
Mendapat mandat sebagai ketua rombongan, Tating Setiawan mengakomodasi masukan. Ada yang ingin ke Jerman, ada ke Belanda dan ada pula yang ingin keliling Kota Paris sampai pelosok-pelosoknya. "Kita ke Belgia dan Belanda saja," usul beberapa peserta yang ngebet ingin ke negeri bekas penjajah Indonesia.
Tating, panggilan akrab Tating Setiawan, tidak gegabah menentukan keinginan peserta. Dengan telaten, alumni ITB berbadan sedikit kerempeng ini mendatangi, meyakinkan satu persatu peserta yang ingin ke negeri banyak dam (saluran air) ini. Dari catatan Tating, terkumpul 15 peserta. "Ada 15 orang termasuk saya yang ingin ke Belanda. Berarti ada lima orang yang tidak ikut. Yang lima orang terserah mau ke mana. Apa tetap  di Paris atau ke negara lain," Kata Tating memberikan penjelasan kepada semua peserta.
Keputusan dan kepastian pergi ke Belanda sudah mantap, ketua rombongan menawarkan program ini kepada Ibu Sita sebagai pemandu. "kami berharap Ibu Sita bisa ikut menemani kami ke Belanda. Kami belum berpengalaman pergi ke sana," pinta Tating  sambil senyum-senyum khas sedikit merayu  kepada Ibu Sita.

Sesuai janji, pagi sebelum pukul 06.30 kami  sudah kumpul. Tidak lama setelah berhitung dan lengkap. Kami jalan kaki menuju Stasiun Esplanade De Ladefance. Kami tidak naik KA Metro yang biasanya digunakan untuk menuju tempat pelatihan. Kami menggunakan KA Triliante (baca Transiliang), turun di Stasiun Magenta. Lalu berlari-lari pindah KA Metro menuju Stasiun Gare du Nord. Kami segera validasi tiket  di mesin-mesin tiket yang tersedia. "Falidasi tiket dulu. Emm berhasil,' kataku sambil minta difoto.
Setelah jeprat jepret foto di moncong KA Super cepat,  kami segera menuju kereta. Dengan bangga kami memasuki KA berkecepatan 350 km/jam. Didalam kereta kami cerita perjalanan dari Apartemen Hotel Adagio, semua bisa berajalan tepat waktu. Dengan limit waktu yang serba pas, serba tepat. Itulah hebatnya transportasi KA di Perancis. KA metro, antar Provinsi antar Negara semua tepat. KA TGV Talys membawa kami mengembara ke negeri  perintis pembangunan perkeretaapian di tanah Indonesia.
Sesuai jadwal KA TGV Talys berwarna merah marun meluncur tepat waktu dari Paris. Detik, menit jam telah terlewati. Tak terasa KA memasuki Belgia tepat waktu, Luxemburg, Roterdam, Chipol semua dilalui tepat waktu. Hebat. Ketika KA Â berhenti di suatu stasiun di suatu negara, Â kami langsung keluar menyempatkan foto-foto, Â memburu papan nama stasiun agar bisa menjadi bukti kalau pernah ke Stasiun Luxemburg, Â Roterdam, Chipol dan Amsterdam. Â "Nama stasiun jadi incaran untuk bukti pernah mnginjak bumi Eropa."
Tiba di Amsterdam  peserta munuju depan Stasiun Amsterdam Central,  pusat kegiatan di Belanda, sehingga diberi nama Amsterdam Central. Nyatanya di depan stasiun ribuan orang berkumpul, berfot-foto, berganti transportasi. Stasiun Amsterdam Central dilengkapi koneksi bus, tram, parkir sepeda dan angkutan sungai tak jauh dari stasiun.
Kami ambil paket wisata  di negeri bunga tulip setelah melihat brosur, ada 2 paket pilihan. Naik kapal menyusuri kanal dan naik bus dengan atap terbuka, Touristbus & Canal Cruiser.Bu Sita dan Sevina membeli tiket kapal dan bus yang telah disepakati peserta. "Ini tiketnya, kita pertama akan naik kapal, meyusuri sungai sambil menikmati indahnya bangunan di kanan kirinya. Kemudian naik bus dengan atap terbuka," terang Ibu Sita kepada rombongan.

Memakan waktu 25 menit menunggu, bus  datang. Kami duduk riang di atas bus tanpa atap. Para penumpang mendapat 1 set handset untuk mendengarkan informasi tempat-tempat wisata dan sejarah singkat lokasi wisata. Rute bus mengaharuskan kami berkunjung ke tempat pembuatan berlian "Diamond Museum Amsterdam". "Kita turun di sini. Bus akan meninggalkan kita, nanti 45 menit lagi bus akan datang menjemput," terang Sivana.
Kami memasuki gedung bertingkat empat, berkeliling melihat berbagai desain berlian. Lalu diterangkan pula cara membuatnya. "Bosan Pak, kita bukan pencinta berlian. Jam 4.30  sore bus penjemput baru datang. Kami duduk menyebar. Segera pasang handset, suara pemandu dalam  rekaman terdengar. Bus menyusuri jalan-jalan protokol, melewati gedung dengan bangunan antik dan sesekali bus berhenti di sisi sungai, memberi kesempatan kepada peserta untuk berfoto.
Perjalanan Bus tidak mulus, lambat sekali karena kemacetan kota. Kami mulai gelisah. Bolak-balik jam tangan dilihat. Waktu makin limit. Kegelisahan mulai nampak di wajah peserta. Rombongan yang semula duduk manis mulai berdiri, ngumpul, berbisik kepada teman sebangku. "Cukup ga waktu kita? Kereta kita akan berangkat  jam 18.16 lho.kita bisa ketinggalan KA, bisa  bisa berabe nih," ungkap Satia Situmorang kepada Tating.
Melihat kegelisahan teman-teman, Mas Mantri memberanikan diri tanya kepada pemandu. "Ten minute again," jawab pemandu. "sepuluh menit lagi kita akan nyampe di pangkalan bus, dari situ dekat,'" terang Sivana.
Kami duduk kembali. Sambil menikmati perjalanan sisa, kami mulai melirik jam. "Kurang setengah jam KA berangkat. Kita pasti ketinggalan KA TGV Talys," kataku dalam batin.
"Bu Sita! Waktu tinggal setengah jam, stasiun belum nampak. Coba tanya lagi, sedangkan Bus tidak bergerak, Â macet," pinta salah satu peserta. "Bu minta pintu dibuka, kita mau turun, lari untuk mengejar KA."
"Di sini beda dengan di negeri kita. Bus tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Kalau di Jakarta bus, Â angkot bisa berhenti semau penumpang. Kalau di sini, turun dan naik harus di Halte Bus," terang Sevina menangggapi.
"Pak kita lompat saja dari atap. Kan terbuka atapnya. Yuuu! Ini darurat," usul seseorang.
"Jangan. Kita bisa ditangkap polisi, dipenjara. Di Belanda penegakan hukum ketat. Kita bisa lebih repot kalau melompot melalui atap terbuka. Diekspose media," Sri Nugroho mengingatkan.
Bus mulai beregrak pelan. Waktu ke perjalanan KA tinggal 20 menit. "Itu stasiun, oo itu Haltenya," kita segera turun.
Begitu bus memasuki halte, rombongan sudah berdiri dekat pintu. Srut, pintu dibuka. Kami segera berhambur, lari sekencang kemampuan. "Sambil teriak mengingatkan kawan-kawan, Bu Sita mengatur kawan-kawan menyeberang. Awas merah, jangan nyerobot!"
Karena takut ketinggalan kereta, lampu merah tidak dihiraukan. Sehingga seorang perempuan pengendara sepeda teriak-teriak dan langsung turun ketika melihat rombongan berlari-lari. "Hampir ketabrak sepeda. Untung pengendara mengalah dan turun. Kalau pengendara tidak mengalah, wah bakal seru, mungkin ada yang harus dirawat di rumah sakit di Belanda," celetuk salah satu anggota.
Pukul 18.06 kami bisa menjangkau stasiun. Naik ke peron. Semua napas  tersengal-sengal, ngos ngosan. Sambil bicara, sambil ketawa, kami mencari KA TGV Talys yang belum nampak di peron. "Keretanya mana? Kok belum nampak? Apakah kita ditinggal KA?" Tanya seorang peserta.
"Tidak mungkin ditinggal," jawab Totok
Semenit kemudian muncul kereta merah marun "Lha itu dia keretanya masuk. "Alhamdulillah, kita tidak ketinggalan. Tuh dia keretanya nongol," ungkap seorang peserta.
"Kami segera memasuki KA Talys. Tepat pukul 18.16 kereta menuju Paris. "Alhamdulillah kita bisa pulang. Selamat tinggal Belanda, selamat tinggal Amsterdam." Â ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI