Sesuai jadwal KA TGV Talys berwarna merah marun meluncur tepat waktu dari Paris. Detik, menit jam telah terlewati. Tak terasa KA memasuki Belgia tepat waktu, Luxemburg, Roterdam, Chipol semua dilalui tepat waktu. Hebat. Ketika KA Â berhenti di suatu stasiun di suatu negara, Â kami langsung keluar menyempatkan foto-foto, Â memburu papan nama stasiun agar bisa menjadi bukti kalau pernah ke Stasiun Luxemburg, Â Roterdam, Chipol dan Amsterdam. Â "Nama stasiun jadi incaran untuk bukti pernah mnginjak bumi Eropa."
Tiba di Amsterdam  peserta munuju depan Stasiun Amsterdam Central,  pusat kegiatan di Belanda, sehingga diberi nama Amsterdam Central. Nyatanya di depan stasiun ribuan orang berkumpul, berfot-foto, berganti transportasi. Stasiun Amsterdam Central dilengkapi koneksi bus, tram, parkir sepeda dan angkutan sungai tak jauh dari stasiun.
Kami ambil paket wisata  di negeri bunga tulip setelah melihat brosur, ada 2 paket pilihan. Naik kapal menyusuri kanal dan naik bus dengan atap terbuka, Touristbus & Canal Cruiser.Bu Sita dan Sevina membeli tiket kapal dan bus yang telah disepakati peserta. "Ini tiketnya, kita pertama akan naik kapal, meyusuri sungai sambil menikmati indahnya bangunan di kanan kirinya. Kemudian naik bus dengan atap terbuka," terang Ibu Sita kepada rombongan.
Memakan waktu 25 menit menunggu, bus  datang. Kami duduk riang di atas bus tanpa atap. Para penumpang mendapat 1 set handset untuk mendengarkan informasi tempat-tempat wisata dan sejarah singkat lokasi wisata. Rute bus mengaharuskan kami berkunjung ke tempat pembuatan berlian "Diamond Museum Amsterdam". "Kita turun di sini. Bus akan meninggalkan kita, nanti 45 menit lagi bus akan datang menjemput," terang Sivana.
Kami memasuki gedung bertingkat empat, berkeliling melihat berbagai desain berlian. Lalu diterangkan pula cara membuatnya. "Bosan Pak, kita bukan pencinta berlian. Jam 4.30  sore bus penjemput baru datang. Kami duduk menyebar. Segera pasang handset, suara pemandu dalam  rekaman terdengar. Bus menyusuri jalan-jalan protokol, melewati gedung dengan bangunan antik dan sesekali bus berhenti di sisi sungai, memberi kesempatan kepada peserta untuk berfoto.
Perjalanan Bus tidak mulus, lambat sekali karena kemacetan kota. Kami mulai gelisah. Bolak-balik jam tangan dilihat. Waktu makin limit. Kegelisahan mulai nampak di wajah peserta. Rombongan yang semula duduk manis mulai berdiri, ngumpul, berbisik kepada teman sebangku. "Cukup ga waktu kita? Kereta kita akan berangkat  jam 18.16 lho.kita bisa ketinggalan KA, bisa  bisa berabe nih," ungkap Satia Situmorang kepada Tating.
Melihat kegelisahan teman-teman, Mas Mantri memberanikan diri tanya kepada pemandu. "Ten minute again," jawab pemandu. "sepuluh menit lagi kita akan nyampe di pangkalan bus, dari situ dekat,'" terang Sivana.
Kami duduk kembali. Sambil menikmati perjalanan sisa, kami mulai melirik jam. "Kurang setengah jam KA berangkat. Kita pasti ketinggalan KA TGV Talys," kataku dalam batin.
"Bu Sita! Waktu tinggal setengah jam, stasiun belum nampak. Coba tanya lagi, sedangkan Bus tidak bergerak, Â macet," pinta salah satu peserta. "Bu minta pintu dibuka, kita mau turun, lari untuk mengejar KA."
"Di sini beda dengan di negeri kita. Bus tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Kalau di Jakarta bus, Â angkot bisa berhenti semau penumpang. Kalau di sini, turun dan naik harus di Halte Bus," terang Sevina menangggapi.