Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Asa dari Perbatasan Negeri

22 Agustus 2017   23:09 Diperbarui: 23 Agustus 2017   08:12 2638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daerah perbatasan di masa lalu identik dengan kesedihan, keterbelakangan, ketertinggalan dan berbagai cerita nestapa di negeri ini. Kesenjangan dengan negeri tetangga sering kali mengusik nurani warga di perbatasan.  Namun daerah perbasan kini mulai bersolek, menata diri untuk tampil cantik dan mengimbangi, bahkan menggoda  negara tetangga. Pemerintahan Presiden Jokowi dengan  Nawacita membangun Indonesia dari pinggiran, berhasil memberikan asa bagi warga Indonesia di perbatasan.

Daerah pinggiran sebelumnya jarang didatangi pejabat negara setingkat menteri, apalagi presiden. Kini di era Jokowi para pejabat negara tak segan mendatangi warga di perbatasan, pulau terluar berbatasan dengan negara tetangga. Kehadiran   menteri di  perbatasan negeri bukan tabu lagi,  bahkan  anggota DPR juga ikut hadir dan untuk  menemui rakyatnya di perbatasan. Dengan datang,  menyaksikan saudara kita di perbatasan, terkuak permasalahan yang harus diselesaikan dan potensi untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Disparitas harga bahan pokok, keterbatasan infrastruktur yang membikin senjang antar wilayah, sinyal telepon yang langka diatasi pemerintah melalui berbagai   program terobosan  seluruh kementerian dalam  membangun negeri. Langkah sinergi BUMN berhasil menurunkan harga semen di Puncak Jaya, Papua   dari Rp 2 juta menjadi Rp 500 ribu per zak untuk kemasan 50 kg pada HUT RI ke-72 tahun. Harga barang di Pegunungan Papua mahal  karena ketersediaan infrastruktur jalan belum terbangun. Sehingga akses dan transportasi dari Timika ke Wamena hanya dapat dijangkau  pesawat udara.

Kesenjangan di daerah terluar  menjadikan  daerah-daerah perbatasan  penduduknya lebih sedikit dibanding daerah barat dan tengah Indonesia. Pembangunan Jawa sentris yang penduduknya berlimpah  di masa lalu dirubah oleh Jokowi dengan membangun Indonesia sentries. Daerah perbatasan dan daerah timur Indonesia mendapat perhatian khusus dalam pembangunan. Pulau-pulau terluar dibangun Bandara perintis. Bandara perintis diperpanjang landasan pacunya,  terminalnya dibikin modern sehingga pesawat berbadan lebih gemuk dengan penumpang lebih banyak dapat akses ke perbatasan.

Transportasi laut sangat  vital. Transportasi penghubung antar pulau ini  juga  tak luput dari perhatian pemerintah. Pelabuhan dibangun dan dikembangkan sehingga kapal-kapal besar dapat sandar untuk naik turun penumpang dan muat bongkar barang. Untuk memenuhi kebutuhan pokok dan barang penting untuk mendorong  pembangunan, pemerintah melalui BUMN Transportasi laut mengoperasikan kapal Tol Laut agar ketersediaan  bahan pokok terjangkau warga.

Pembangunan Trans Papua, merupakan langkah fenomenal di pulau paling Timur Indonesia.  Dalam beberapa tahun ke depan Papua  akan  sejajar dengan Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi yang sudah lebih maju. Kesenjangan pembangunan di masa lalu  telah menimbulkan urbanisasi. Selain urbanisasi juga terjadi  transmigrasi warga bukan dari Jawa ke luar Jawa, namun sebaliknya  dari seluruh penjuru Nusantara ke Ibu Kota, Jakarta.  

Pulau Jawa dengan kontur tanah yang subur, varian pegunungan, laut, lembah, sungai dan danau membuat Pulau Jawa dapat ditanami dan menghasilkan padi, jagung, sayur mayur, bahan bangunan berupa batu kali, pasir, sirtu tinggal ambil di sungai, semua mudah didapatkan di Pulau Jawa ini. Maka tak heran bila  pabrik-pabrik hampir semua terpusat di  Jawa, khususnya di Jabodetabek. Maka   wajar pula bila Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek didatangi warga Indonesia  dari segala penjuru di tanah air untuk mengadu nasib dan mengais  rezeki di ibu kota.

Mencari peruntungan di Ibu kota dan kota-kota penyangganya jauh lebih mudah dibanding bertani atau beternak diderah sendiri di kampung yang umumnya serba terbatas. Apalagi di luar Jawa yang infrastrukturnya tertinggal dibandingkan di Jawa, maka tak dapat ditolak ketika pemudanya pergi ke Jawa, sehingga  Pulau Jawa dihuni hampir 60 % penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 254 juta jiwa.

Sangat berbeda dengan di Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan yang pernah saya kunjungi, di Pulau Moa dan Pulau Kisar Kabupaten Kepulaun Maluku Barat Daya (MBD) Provinsi Maluku yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini  tanahnya lebih banyak dari  batu karang,  namun demikian  rerumputan tumbuh subur di atas batu-batu karang. Tidak mudah mencari  dan menemukan sumber air, tidak ada  sungai besar, dan tak mudah pula bercocok tanam sehingga pulau ini  tidak mengahasilkan padi, jagung, sayur mayur,  dan berbagai tanaman bumbu dapur.

Kebutuhan beras, minyak goreng, dan aneka kebutuhan dapur harus didatangkan dari luar pulau. Beruntung sekarang ada Tol Laut yang digagas  Presiden Jokowi, dilaksanakan oleh Kemenhub dan ditugaskan kepada PT. PELNI (Persero) sebagai operator transportasi laut yang singgah di  Pulau Moa dan Kisar. Tol Laut  dari Surabaya ini memasok  kebutuhan bahan pokok dan barang penting  dengan harga tidak jauh berbeda dengan di Jawa, sebelumnya terjadi disparitas harga cukup tinggi di wilayah Kabupaten MBD ini.

Pulau Moa dan Pulau Kisar merupakan dua pulau terbesar dari 117 pulau di wilayah Kabupaten MBD.  Dari 117 pulau di wilayah Kabupaten  MBD hanya 17 pulau yang dihuni,  termasuk pulau Masela yang kaya gas alam.  Blok Masela ada di Kecamatan Masela  yang masuk dalam wilayah Kabupaten MBD.

Kabupaten MBD merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara. Sejak berdiri pada tahun 2008, Kabupaten MBD terus berbenah. Ibu Kota Kabupaten MBD yang semula di Pulau Kisar dipindahkan ke Pulau Moa  di Tiakur. Ibu kota ini  sebelumnya berupa  hutan belantara dan semak belukar. Oleh Pak Bupati MBD Barnabas Orno pelan dan  bertahap  dapat disulap menjadi  ibu kota kabupaten yang memiliki masa depan untuk berkembang lebih pesat.

Terlepas dari pembangunan yang sedang digalakkan di Kabupaten MBD, Pulau Moa memiliki potensi untuk pengembangan ternak sapi, kerbau, kuda dan kambing agar Negara kita dapat swasembada daging.  Pulau Moa dan Kisar memiliki  Savana atau padang rumput yang sangat luas. Bahkan ada perbukitan di tengah Pulau Moa  yang diberi nama  Bukit Kerbau karena di bukit ini banyak ternak kerbau yang diternakkan  secara lepas.

Pulau Moa dan Kisar boleh saja tidak menghasilkan tanaman pangan, namun bila savana dikembangkan untuk  ternak sapi, kerbau, kuda dan kambing  secara maksimal ,  Pulau Moa dan Kisar dapat menjadi lumbung ternak nasional  dan dapat menjadi pemasok kebutuhan daging untuk di Jawa, khususnya DKI Jakarta yang masih memerlukan pasokan daging  impor, meskipun  sudah ada pasokan 1.000 ekor sapi per bulan dari NTT. Karena itu pengembangan ternak sapi dan kerbau di Pulau  Moa dan Kisar  harus dikembangkan sesegera mungkin .

Untuk memenuhi kebutahan daging dalam negeri yang defisit, saat ini negara kita masih impor daging  sapi dan daging kerbau dari luar negeri. Kebijakan impor pangan tidak hanya menjadikan ketergantungan kepada negara lain, namun impor daging  juga telah mematikan semangat  peternak sapi dalam negeri. Karena itu Kementerian Pertanian harus melihat potensi Pulau Moa dan Kisar sebagai sumber pemasok daging nasional menuju swasembada daging.

Peternakan sapi, kerbau, kuda  dan kambing secara lepas sangat potensial untuk dikembangkan. Populasi ternak sapi dan kerbau di Pulau Moa dan Kisar harus  ditambah   sapi dan kerbau betina  agar lebih cepat berkembang. Kalau saja Kementerian Pertanian mengimpor 10.000 bibit sapi betina dan  dilepas di Pulau Moa dan  Kisar, dalam dua tahun akan berbiak menjadi 20.000 ekor 40.000 ekor dst.

    Jumlah itu secara bertahap masif akan terus bertambah. Peningkatan populasi ternak setiap bulan dipasarkan  ke DKI Jakarta dengan Kapal Ternak Tol Laut. Kementerian Perhubungan dapat mendukung Kementerian Pertanian dalam distribusi ternak ke Jakarta dengan penyediaan kapal ternak. Dengan kapal khusus pengangkut ternak, maka kesinambungan pasokan ternak/daging ke Jawa akan tersedia cukup.

Dengan pemasaran dan harga ternak yang lebih tinggi dibanding harga saat ini, maka kesejahteraan peternak, warga dan pemerintah Kabupaten MBD akan meningkat. Bila perlu, jika  ternak telah berkembang biak, dapat pula didirikan rumah potong berlabel halal untuk memasok daging ke Jawa dan  didirkan pabrik pengolahan daging seperti sosis, bakso dan dikirim siap konsumsi  dari sumber produksi ternak. Hal ini  akan lebih hemat dan dapat membuka  lapangan kerja baru yang pada akhirnya dapat  meningkatkan pendapatan masyarakat di perbatasan negeri. Masih ada asa di perbatasan negeri ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun