[caption caption="Kawasan Kalijodo akan dibuat Taman Kota (Foto-DKI)"][/caption]
Kalijodo hanya satu dari enam tempat prostitusi kaum marjinal di Jakarta. Dua lokasi sudah tergusur sebelumnya, Kawasan Pela-pela di Stasiun Tanjung Priok dan Kramat Tunggak. Selain tersisa Kalijodo di Penjaringan, masih ada juga Kota Intan, Gunungantang di pinggir rel antara Jatinegara-Manggarai dan Bongkaran Tanahabang di pinggir Kali Banjir Kanal Barat dan rel KA. Dari empat tempat prositusi kelas bawah yang masih hiruk-pikuk ini, tiga di antaranya di pinggir rel KA. Hanya Kalijodo yang jauh dari rel kereta api.
Sudah sejak jaman dahulu kala hiburan malam ini tumbuh. Mereka umumnya menempati tanah kosong di pinggir rel. Tanah kosong milik Pemda dan kawasan yang sebelumnya sepi dari aktivitas warga menjadi ramai setiap malam. Bermula dari satu-dua orang coba-coba membangun gubug-gubug, lama-lama rumah permanen. Namun, lebih banyak yang menggunakan terpal, sekedar tenda untuk berjualan minuman, makanan ringan, dan transaksi esek-esek.
Kawasan Kalijodo mencuat seiring peristiwa tragis kecelakaan lalu lintas yang menewaskan 4 orang. Dua orang suami-istri dalam satu motor dan dua penumpang mobil Fortuner tewas menjelang subuh. Sopir mobil Fortuner mengatakan, penyebab kecelakaan semua berawal dari Kalijodo. Mereka bersama kawan lama meminum bir dan bernyanyi karaoke di kompleks pelacuran yang dikelola warga kurang beruntung ini. Pemberitaan gencar di media telah menjadikan Kalijodo sebagai kambing hitam peristiwa kecelakaan di Kamis (11/2) subuh.
Karena peristiwa kecelakaan itu, Kalijodo menjadi sasaran dan kabarnya sarana mencari rejeki kurang terpuji itu akan digusur oleh penguasa DKI Jakarta. Setelah dikosongkan, kawasan itu akan disulap menjadi kawasan hijau, taman kota. Pemprov DKI Jakarta sudah woro-woro di media, kawasan yang dihuni para wanita tuna keberuntungan ini akan diusir paksa dari tempat mereka berteduh, mencari nafkah, membina anak dan mengais rezeki di Ibu Kota. Tak usah dipandang halal atau haram karena nasib mereka menjadi wanita kurang beruntung juga bukan cita-citanya, orang bilang sudah nasib.
Kalijodo, Gununganatang, Kota Intan, dan Bongkaran Tanahabang menyediakan hiburan malam rakyat kelas bawah. Mereka menjajakan bir, kondom, obat kuat, minuman, warung makan, rokok dan berbagai kebutuhan hiburan malam. Meskipun di tempat kumuh, gubug reot dan bising suara kereta, musik mengalun kencang setiap pukul 21.00 hingga pukul 4 subuh. Mereka langgeng karena ada backing di belakang mereka, saya sudah membuktikan.
Saya berpengalaman di Gunungantang, Kota Intan, dan Bongkaran Tanahabang. Ketika menjalankan tugas di bagian Humas PT. KAI Jakarta, saya pernah membongkar kawasan Gunungantang, Jatinegara. Kawasan ini mencuat gara-gara 7 PSK tewas tertabrak KA Arogomuria yang berjalan di jalur sebelah karena ada perawatan jalan rel. Para PSK dan pelanggan yang mengganggap biasa KA, saat itu naas. Saat itu, kereta tidak melalui jaur normal, jalur semestinya, mereka santai duduk di rel. Karena asyiknya, mereka tak mengindahkan bunyi klakson kereta. Tepat di tikungan muncul kereta dari arah Jatinegara ke Manggarai, mungkin tak tampak oleh mereka. Tak pelak, jerit tangis pun menggema menjelang laurt malam di sela suara musik dangdut yang memekakkan telinga.
Kejadian mengundang perhatian karena media meliputnya. PT. KAI langsung respons dan membersihkan bangunan di sekitar rel yang sangat mepet dengan body kereta. PT. KAI memasangi papan peringatan, menanami pohon agar gubug-gubuk mereka tidak tumbuh lagi di pinggiran rel. Mereka pun tidak lantas pergi dari lokasi itu. Mereka membangun kembali gubuknya tiga hari kemudian. Kawasan pinggir rel bagian atas untuk transaksi dan negosiasi, sedangkan lapangan tembak disiapkan gubug petak-petak di sisi bawah kanan-kiri rel, yang kebetulan lokasinya curam.
Kemudian Kota Intan di Penjaringan. Tahun 2013 menjadi tahun berakhirnya kawasan prostitusi di pinggir di rel kereta. Mereka diusir tenang oleh Tim Bongkar Ditjen Perkeretaapian. Caranya sambil mengusir mereka, jalan rel di dekat jembatan antara Stasiun Angke-Kapungbandan ini dibuat sempit, sehingga mereka tak dapat lagi membangun gubugnya. Di Kawasan pelacuran Kota Intan, para pekerja menjajakan minuman bir, aneka makanan dan menikmati musik dengan lampu kerlap-kerlip serta bertransaksi seks. Sedangkan lapangan tembaknya disediakan kamar khusus dalam beberapa rumah di sisi bawah.
Saya sempat memimpin pembongkaran lebih dari 100 bangunan di kawasan Kota Intan. Dari warung remang-remang yang dibongkar, tiga orang ingin balik ke kampung halaman. Mereka satu keluarga ke Karawang, satu Keluarga ke Purbalingga dan satu keluarga lagi ke Pati, Jawa Tengah. Sebut saja namanya Anto, keluarga yang balik ke Purbalingga. Dia kenal baik dengan saya. Sesuai janji, saya menyediakan truk untuk mereka yang ingin pulang kampung. Pada hari H, saya lepas kepergiannya ke Purbalingga, yang juga Kota kelahiran dan tempat tinggal saya. Sebelum pergi, Anto saya bekali nomor telepon. “Ini nomor HP saya. Sewaktu-waktu kamu perlu sesuatu kontak saya,” kata saya berpesan ke Anto.
Anto yang biasa jualan minuman bir, air kemasan, dan berbagai kebutuhan di lokasi hiburan malam Kota Intan, sehari sebelum pulang, malamnya ia bertekad ingin hidup lebih tenang di Kampungnya Kutasari, Purbalingga. “Saya sudah bosan hidup di tempat maksiat kaya gini. Saya ingin pulang kampung, berjualan apa saja di kampung saya, di Kutasari,” kata Anton sebelum meninggalkan Jakarta.