Dua minggu kemudian Anton menelpon saya, mengabarkan bahwa hidup di kampung yang seharusnya tenang malah bingung. Anak-istri sudah diboyong ke kampung, namun pekerjaan tak kunjung datang. Usaha berjualan yang ia rintis penghasilanya minim. Ia mencoba berjualan baju keliling kampung. Hasilnya hanya capai, ia mengadu ingin kembali ke Jakarta. “Pak tolongin, saya tidak ada pekerjaan lagi di kampung. Saya boleh buka lapak lagi di pinggir rel ya,” pinta Anto via seluler.
Bagaimana cerita di kawasan Bongkaran Tanahabang? Kawasan ini juga pernah dibongkar berkali-kali oleh PT. KAI dan Pemko Jakarta Pusat. Seperti tempat lain, kawasan bongkaran juga menyisakan kisah pilu, geli, dan lucu. Warga negara Indonesia kurang beruntung di kawasan ini juga menyediakan jasa prostitusi murah. Tarif sekali kencan antara Rp 150 hingga 200 ribu. Pada gubuk yang sedang dipakai, biasanya disediakan ember untuk cuci-cuci. Bila ember di luar, biasanya di dalam gubug ada orangnya. Ember menjadi penanda permainan esek-esek, di Gunungantang dan juga di Kawasan Bongkaran Tanahabang.
Kawasan Bongkaran Tanahabang dibongkar secara besar-besaran pada tahaun 2013 silam. Ketika itu Dirjen Perkeretaapian, PT. KAI dan Pemprov DKI Jakarta baru saja menandatangani penertiban dan penataan kawasan pinggir rel. Ignasius Jonan, Ahok, dan Hermanto Dwiatmoko mewakili jabatannya masing-masing ini sepakat menertibkan dan menata kawasan pinggir rel di Jakarta.
Kerja sama ini berhasil menertibkan kawasan perkiosan Mega Sperpart di bawah jalan layang KA antara Stasiun Sawahbesar-Manggabesar dan Komplek esek-esek di Bongkaran Tanahabang. Mereka yang semula bertransaksi dan beroperasi di rel kereta, gubuknya dibongkar habis. Tangis pilu mewarnai penggusuran warga miskin kota. Lalu, musnahkah pelacuran di Bongkaran Tanahabang? Ternyata mereka hanya bergeser dari pinggir rel ke pinggir sungai.
Komplek hiburan malam di mana pun sulit dihilangkan secara total. Kalijodo, Kota Intan, Gununganatang, dan Bongkaran Tanahabang merupakan tempat mencari nafkah. Di lokasi ini perputaran uang yang katanya dari bisnis haram, mampu menggerakkan ekonomi. Para germo dapat makan, para PSK dapat membeli bedak, anak-anak bisa makan dan sekolah semua karena pergerakan hiburan malam. Salahkah mereka?
Tak lama lagi kawasan Kalijodo akan dibongkar. Efek pembongkaran, tentu ratusan bahkan ribuan orang akan kehilangan nafkah. Meskipun ada klaim penghuni Kalijodo bukan warga Jakarta, yang jelas dan pasti mereka warga Indonesia, bukan warga asing. Mereka bisa ke Kalijodo, Kota Intan, Gunungantang, dan Bongkaran bukan cita-cita, namun karena terpaksa dan tersesat karena seringkali kena tipu rayu tetangga, katanya dicarikan kerja. Namun terjerumus di tempat nista.
Kalijodo tak beda dengan kawasan pelacuran Tante Doly di Surabaya yang dibongkar Ibu Risma, Wali Kota Surabaya. Dalam pembongkaran di kompleks pelacuran tertua di Jawa Timur itu, Risma piawai dan berhasil menghimpun sejumlah stakeholder untuk bantu-membantu menyelesaikan permasalahan Kota Surabaya, semua unsur sosial terlibat.
Para PSK disadarkan dengan penyuluhan yang melibatkan para pakar, Mereka dibekali keterampilan dan ilmu sebelum mengembalikan mereka ke kampung halaman. Sejumlah dana, pelatihan untuk hidup mandiri di tengah masyakarat juga tak ketinggalan. Sangat manusiawi. Jakarta harus belajar dari Surabaya. Kalijodo adalah pertaruhan petahana dan ajang kampanye Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 mendatang. Ahok hati-hati dengan Kalijodo, sukses dan hancur karermu sebagai Gubernur DKI Jakarta, semua bisa berawal dari Kalijodo. Seperti kata Sopir Fortuner yang kecelakaan. Semua berawal dari Kalijodo.
Dengan wajah garang suara lantang dan ringan tangan membongkar Kalijodo, atau dengan smood menempatkan mereka sebagai warga negara Indonesia yang harus ditolong? Bagaimanapun mereka manusia yang hidup sesaat namun tersesat. Mereka manusia seperti kita, hanya saja mungkin nasib kita lebih baik. Semua berpulang kepada pemegang kebijakan. Kalijodo, Kota Intan, Gunungantang dan Bongkaran Tanahabang meupakan ikon Jakarta sebagai Ibu Kota. Ikon tidak harus megah, namun sarana pelacuran yang bertahun-tahun tak terselesaikan juga ikon. Haruskan dilenyapkan?****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H