Mengetahui Lebih Dulu Apa Itu Disabilitas Cerebral Palsy?
Cerebral palsy atau biasa disingkat CP merupakan salah satu bagian dari disabilitas pada perkembangan organ manusia khususnya pada otak.Â
CP juga diartikan sebagai lumpuh otak yang disebabkan kerusakan otak non progresif yang terjadi saat masih menjadi janin atau bayi.Â
Adapun gangguan pada sikap tubuh, intelektual, gerak saraf dan otot (motorik) yang tidak seimbang dikarenakan adanya disfungsi otak yang berkembang belum sempurna (Tjasmini, 2016).Â
Pendidikan yang Dibutuhkan Disabilitas Cerebral Palsy.
Bagi penyandang disabilitas cerebral palsy memerlukan proses pembelajaran yang tentu saja berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Mereka lebih membutuhkan perhatian khusus seperti kurikulum pembelajaran yang lebih fleksibel dan merasa nyaman dengan proses tersebut.Â
Oleh karena itu,  pentingnya untuk menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dalam menunjang pengembangan diri mereka. Pendidikan yang perlu diterapkan tersebut terbagi menjadi 7 poin penting yaitu:
Pengembangan intelektual dan akademik
Pengembangan fisik
Pengembangan emosi dan penerimaan diriÂ
Mematangkan aspek sosial Â
Mematangkan aspek moral dan spiritual
Meningkatkan ekspresi diri
Mempersiapkan masa depan
Hambatan Pendidikan Disabilitas Cerebral Palsy di Indonesia.
Rendahnya jumlah disabilitas yang menempuh pendidikan minimal wajib belajar selama 9 tahun menunjukkan bahwa kualitas pendidikan penyandang disabilitas masih kurang.Â
Penyandang disabilitas tentu juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya.Â
Adapun hal yang mempengaruhi tersebut adalah kurangnya fasilitas yang memadai seperti tenaga pengajar khusus yang kurang kompeten atau ketidakmampuan dalam menangani siswa(i) disabilitas.Â
Selain itu pengajar yang tidak memiliki waktu dan sulitnya membuat materi atau bahan pembelajaran.Â
Ditambah lagi dengan beberapa pengajar yang merasa kurang nyaman untuk berkomunikasi dengan mereka.Â
Penerapan pendidikan inklusif di Indonesia seperti tata arsitektural gedung sekolah dan media pembelajaran di sekolah yang juga tidak aksesibel untuk anak penyandang disabilitas.Â
Serta kurikulum yang masih bersifat diskriminatif kepada anak penyandang disabilitas (Normalia, 2017).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H