Saat ini informasi bergitu mudah bisa didapat, sebagai contoh televisi mampu menghadirkan beragam informasi dan peristiwa yang terjadi di berbagai tempat di belahan dunia dengan pegitu cepat dan luas kepada masyarakat. Namun kemudahan ini bukan berarti masyarakat dapat menentukan informasi apa saja yang ingin mereka peroleh. Seringkali masyarakat malah lebih paham dengan apa yang terjadi di tempat lain, sedangkan peristiwa-peristiwa di sekitar mereka yang sangat dekat justru tidak diketahui.
Masyarakat kemudian cenderung menjadi pihak yang hanya menerima sebuah informasi dari luar melalui media-media yang berkembang, tanpa bisa memilih informasi mana yang dibutuhkan.
Semakin murah dan mudahnya mendapatkan peralatan untuk membuat video, seharusnya dapat dijadikan peluang bagi masyarakat untuk memproduksi dan menyebarkan gagasan atau informasi ke masyarakat itu sendiri. Belakangan ini mulai banyak kelompok masyarakat yang menggunakan video sebagai media pemberdayaan masyarakat. Dalam arti proses pembuatan, penggunaan, penyebaran dilakukan sendiri dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat bersama. Namun apakah mereka sudah menggunakan teknik-teknik yang tepat untuk memproduksi sebuah video, sehingga menghasilkan sebuah produksi video yang menarik, dan dapat menyampaikan informasi kepada audiens-nya? Lalu bagaimanakan memproduksi video yang dapat dijadikan sebagai media pemberdayaan masyarakat?
Dalam kurun empat tahun terakhir, Divisi Audio Visual Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (AV-PPSW), sebagai sebuah divisi yang khusus memproduksi video-video pemberdayaan masyarakat, telah menyelenggarakan Workshop Audio Visual “Video untuk Pemberdayaan Masyarakat”, hingga 4 angkatan. Dalam kegiatan ini peserta belajar tentang peralatan audio visual, teknik-teknik menggunakan kamera video, survey, membuat naskah dan story board, teknik shooting, teknik wawancara, editing digital, burning, mastering dan sebagainya.
Workshop diawali dengan perkanalan dan penyampaian harapan, agar para pelatih dapat menetahui apa yang diinginkan oleh peserta. Joko Sulistyo, peserta Angkatan III dari Kalyanamitra mengatakan “Ingin menghasilkan produksi video yang baik, mulai dari proses pengambilan gambar, membuat skrip dan proses editing sehingga hasil produksi tersebut mudah dipahami masyarakat”
Umumnya seluruh peserta mengharapkan, mereka dapat memperoleh ilmu tentang audio visual (video) hingga bisa memproduksi video sendiri dan dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau sososialisasi kepada masyarakat.
Sesi berikutnya peserta mendapat materi tentang dasar-dasar video dan video dokumenter serta membuat naskah video yang difasilitasi oleh Erlan, praktisi video dokumenter. Selanjurnya, peserta dibekali dengan materi pengenalan kamera, teknik-teknik shooting dan praktek shooting, kemudian hasil shooting yang dilakukan secara berkelompok di evaluasi bersama-sama di ruangan, sesi ini difasilitasi oleh Didit Haryadi, kameramen yang berpengalaman di video dokumenter maupun TV.
Sesi malam, peserta belajar lighting, dengan praktek langsung menggunakan lampu-lampu dan perlengkapan lain yang telah disediakan. Dilanjutkan dengan pembagian tim produksi, masing-masing tim kemudian berdiskusi membahas alur video (naskah) yang akan digunakan sebagai panduan shooting esok hari. Alur cerita dibuat berdasarkan gambaran wilayah secara ringkas, yang dibagikan kepada peserta.
Di hari peserta turun ke lapang untuk melakukan praktek produksi video, yang didampingi langsung oleh para fasilitator atau instruktur. Tiba dilapangan, tim melakukan pengamatan wilayah dan melakukan perbaikan alur cerita sesuai kondisi lapangan yang diamati. Kemudian baru melakukan shooting berdasarkan alur cerita yang telah dibuat. Tim dapat mempraktekkan semua ilmu-ilmu yang telah didapat dalam workshop di hari I.
Peserta umumnya merevisi bahkan merubah total alur cerita yang dibuat, karena dari gambaran wilayah yang diperolah ternyata ada perbedaan dengan kondisi riil yang didapat saat tiba di lapang. Hal ini terjadi karena memang tidak dilakukan survey lapang dahulu oleh peserta. Kegiatan shooting ini dilakukan hingga sore hari, bahkan ada yang hingga malam hari.
Sekembalinya peserta dari lapang, dilakukan evalusi hasil shooting, tentang hambatan, hal-hal yang ditemui, serta kesan-kesannya saat melakukan shooting langsung di lapangan. Kemudian peserta mem-preview hasil di lapang dan membuat logging tape untuk penyempurnaan kembali alur cerita berdasarkan fakta-fakta yang mereka dapat dari lapangan.