Saat melihat postingan orang di social media, pernah gak kalian berpikir kok orang ini bahagia terus ya? Kok bisa bisanya orang ini mempunyai kehidupan yang bahagia? Kalian pasti juga pernah melihat postingan tentang ujaran kebencian, saling sindir di social media bukan? Atau kalian merasa bingung sebenarnya social media itu apa sih kegunaannya?
Tak dapat dipungkiri lagi bahwasannya sekarang social media menjadi kebutuhan pokok kita sebagai manusia. Bukan hanya kebutuhan yang bersifat pribadi, melainkan sekarang pun social media sudah menjadi kebutuhan pokok dalam suatu pekerjaan.
Kita memiliki peran sebagai social media management, dimana dalam menjalankan segala aktivitas dalam bersocial media kita lah yang mengaturnya. Apapun yang dilakukan dalam bersocial media kita lah yang memiliki kendali penuh atas itu.
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran diri akan pentingnya melakukan manage dalam bersocial media. Di era milenial ini tak dapat dipungkiri lagi penyebaran media dan teknologi yang semakin cepat mengakibatkan control terhadap social media juga kurang.
Tak jarang kita lihat postigan tentang ujaran kebencian di social media. Sebenarnya untuk apa sih melakukan hal itu? dan kenapa social media seolah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia sekarang?
Sebenarnya tidak ada alasan khusus kenapa orang lebih memilih melakukan tindakan tersebut dalam besocial media. Alasan yang mungkin bisa dipahami adalah karena kesukaan dan cara orang mengekspresikan dirinya itu berbeda.
Yang harus kita semua lakukan adalah membatasi diri untuk melakukan sesuatu yang sifatnya pribadi, misalnya mempublish masalah yang sedang kita alami. Mengapa demikian? Karena ketika kita mempublish sesuatu yang sipatnya pribadi itu tidak pantas.
Contohnya ketika kalian sedang bertengkar dengan orang di dunia nyata dan kalian ungkapkan kebencian kalian di social media, maka akan mudah bagi publik untuk men-judge, mencap, dan memngingat kalian sebagai orang yang tidak memiliki etika.
Mudah bagi orang lain untuk memberikan label kepada kalian. Dan yang perlu kalian ketahui adalah bahwasannya jejak internet itu susah untuk di hapus.Â
Orang lain akan mudah mndapatkan jejak kalian di internet meskipun kalian sudah menghapusnya. Oleh karena itu patut sekali kita untuk berhati-hati dan bijaksana dalam besocial media.
Sampai sini kalian paham mengapa kita sebagai manager diri harus bijaksana dalam bersocial media?
Baiklah mari bahas tentang mengapa kita pernah berfikir bahwasanya orang lain lebih bahagia dari kita terhitung dari postingan dia di social media.
Nah yang perlu kalian ketahui adalah bahwasanya setiap orang pasti pada hakikatnya ingin terlihat bahagia oleh orang lain. Dan cara untuk merealisasikan keinginannya itu diantaranya adalah dengan memposting hal-hal yang dirasa baik dan akan menimbulkan kesan baik bagi yang melihatnya juga.
Hal itu sebenarnya bukan hanya menimbulkan dampak positif saja, melainkan menimbukan dampak negative juga. Contohnya adalah ketika kalian pergi bersama teman kalian makan, kebanyakan kalian tentunya akan lebih menyukai memotret makanan kalian dan mempostingnya di social media dan tetunya kalian akan sibuk dengan gadget kalian. Benar bukan?
Nah hal ini tentunya akan membuat kalian melewatkan banyak hal bersama teman kalian, yakni waktu mengobrol kalian akan lebih sedikit. Kalian hanya akan difokuskan dengan postingan, boomerang dan lain sebagainya sehingga kalian tidak menyadari bahwasanya waktu bercengkrama kalian sedikit berkurang.
Salah? Tentu tidak, hal ini tergantung dari persepektif kalian dan bagaimana cara kalian dalam menyikapinya.
Ketika kalian melihat postingan teman yang bahkan satu angkatan, ngambil jurusan yang sama, lulus juga bareng, tapi kok dia lebih baik ya, di pandang dari postingan social medianya.Â
Dan hal itu bukannya membuat kalian termotivasi malah buat kalian down, merasa kalian tidak ada apa-apanya, dan kalian meragukan diri kalian sendiri.
Dan perlu kalian ketahui juga bahwasanya yang diposting di social media bukan 100% kehidupan seseorang. Sesuatu yang diposting di social media itu bisa diibaratkan hanya 25% dari kehidupan yang sesungguhnya mereka jalani.
Realitanya setiap orang pasti memposting sesuatu yang mereka anggap happy moment. Tetapi ketika kita sedang tidak berada dalam fase itu atau dalam kata lain kamu sedang dalam fase terendah kamu, dan melihat orang lain merasa bahagia di postingannya pasti akan menimbulkan kecemasan dan pemikiran, "kok mereka bahagia terus ya, mengapa saya tidak". Padahal nih realitanya kita sendiri tidak tahu sebenarnya mereka sedang merasakan apa saat ini.
Lantas mengapa kalian pernah merasa bingung atau jenuh dalam bersocial media? Itu karena kalian mungkin saja tidak tahu apa yang sebenarnya kalian butuhkan dan ingin kalian temukan dalam melakukan aktivitas social media ini. Kalian menggunakan social media tetapi tidak tahu untuk apa sih kegunaan yang sebenarnya.
Mari ilustrasikan, misalnya kalian mengikuti selebgram atau selebritis yang sedang hits pada masa nya, dan setelah sekian lama kalian mengikutinya kalian kok merasa bingung sebenarnya kalian mengikuti akun tersebut untuk apa?
Makin lama kok kalian malah menemukan kejenuhan dan hal negatif lain dari akun tersebut. Karena hal teresbut kalian memutuskan untuk berhenti mengikuti akun tersebut.Â
Nah hal itu wajar terjadi karena pada saat awal kalian mengikuti akun tersebut kalian tidak punya alasan khusus kenapa kalian mengikutinya, atau kalian tidak menemukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan awal kalian mengikuti akun tersebut.
Nah teman teman, kira-kira seperti itu cara agar kalian bisa membedakan ekspektasi dan realita saat kalian bermain social media. Dan yang harus kalian sadari sepenhnya adalah bahwasannya kehidupan di social media itu tidak sepenuhnya kehidupan real. Oleh karena itu tidak seharusnya kita percaya 100% terhadap social media.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI