HARLAH PP Al-AWWABIN KE-36:
Mengais Rezeki dan Keberkahan di Hari Lebarannya Santri
BEDAHAN. Pada Sabtu (16/05) lalu pesantren Al-Awwabin menggelar kegiatan akbar tahunan yang ke-36. Kegiatan yang lebih populer dikenal dan disebut dengan HARLAH ini diadakan di pesantren Al-Awwabin II di daerah Bedahan, Sawangan Depok Jawa Barat. Daerah yang biasanya lengang ini pun sontak menjadi ramai dan riuh akibat kebanjiran manusia.
Belum juga sorot mentari sempurna seujung tombak, kesibukan mulai tampak di daerah. Jalanan sepanjang 500 meter menuju gerbang pondok terlihat berbagai macam orang dengan berbagai kesibukan, khususnya para penjual dan pedagang yang tak mau menyia-nyiakan momen tahunan ini. Datang lebih pagi agar mendapatkan lokasi strategis untuk menggelar lapak dagangannya. Di antara tampak sudah duduk manis menunggu pembeli, sebagian lagi tengah sibuk membongkar dan merapikan dagangan, dan beberapa terlihat berjalan terburu-buru mencari tempat yang masih tersisa.
Apa yang mereka dagangan beraneka ragam. Tidak hanya makanan dan minuman saja yang mereka tawarkan melainkan juga mainan anak-anak, jasa foto, hingga hasil kebun seperti singkong, pisan dan lain-lain. Pagi itu, seorang penjual hasil kebun tampak berbinar lantaran pisang jualannya diborong oleh sohibul hajat, KH Abdurrahman Nawi. Pengasuh PP Al-Awwabin yang biasa dipanggil Abuya itu membeli 16 sisir pisang yang kata si penjual berasal dari kebun miliknya sendiri. Saat itu Abuya memang telah berkeliling meninjau persiapan lokasi acara hingga ke jalan raya depan pondok.
Kegiatan tahunan ini memang selalu dinanti bukan saja oleh para pedagang yang selalu antusias melainkan juga para warga sekitar pondok. Mereka juga tidak mau ketinggalan dari para penjual dan pedagang untuk mengais rezeki dari kegiatan ini. Halaman rumah mereka disulap menjadi lahan parkir dadakan untuk parkir kendaraan para tamu yang datang. Tarifnya lumayan mahal meski acara sebenarnya hanya pukul satu siang, yakni sebesar Rp 5000 rupiah dan itu harus dibayar kontan di awal. Maka tidak heran bila para tamu yang datang membawa kendaraan selalu disambut antusias oleh para juru parkir yang juga dadakan.
Kesibukan sebenarnya sudah mulai terasa ketika rombongan para santri putra dan putri dari pesantren Al-Awwabin I berdatangan dengan puluhan mobil angkot. Belum genap pukul enam pagi mereka meluncur dengan perasaan yang gegap gempita. Rombongan kendaraan santri ini adalah rombongan pembuka karena sepanjang pagi sejumlah rombongan terus berdatangan mulai dari kendaraan bis hingga kendaraan sewaan seperti bus mikrolet. Latarbelakang para tamu ini antara lain adalah wali murid, alumni, keluarga besar Abuya KH Abdurrahman Nawi, kelompok masyarakat dan ormas, para ustadz dan ulama, fans radio Al-Awwabin (RIDA FM), serta jemaah pengajian majlis taklim. Dari puluhan majlis taklim yang terlibat, setidaknya ada 14 majlis taklim yang diasuh oleh Abuya sendiri.
Lain halnya dengan para pedagang, para tamu ini datang secara sukarela tidak untuk mencari rezeki melainkan tabarukkan, alias ngalap keberkahan dari majlis yang juga memperingati Maulid Nabi SAW yang sesungguhnya lebih pas bertepatan dengan peringat Isra Mi`raj. Para tamu ini mengharap keberkahan dari memenuhi undangan Sang Guru, berharap keberkahan dari bersilaturahim dengan pesantren dan para ustadza yang telah membimbing dan mengajar, mengais berkah dari majlis dimana para ulama dan habaib serta orang-orang soleh berkumpul, dan masih banyak lagi tetesan keberkahan yang bercucuran dalam majlis atau acara ini bila mau dirunut.
Tabarrukan menjadi nilai prinsipil yang mendorong para tamu ini hadir dalam acara ini. Nilai keberkahan menjadi kohesi sosial masyarakat berlatar belakang tradisi santri ini. Sesuatu yang terkadang sulit dipahami oleh orang di luar kultur ini, yang kerap mengesampingkan nilai-nilai keberkahan sebagai salah satu kohesi sosial. Kata berkah, barokah, tabarrukan itu sendiri dimaknai sebagai ziyadatul khoir yakni bertambahnya kebaikan bagi seseorang dalam kehidupannya, baik kehidupan dunia maupun bagi kehidupan di akhirat kelak. Nilai “Kebaikan” yang bukan sekadar materiil melain kebaikan yang bersifat substantif dan kuantitatif yang diyakini menjadi wasilah dan muyassar bagi seseorang dalam kehidupannya. Hal ini sendiri sesungguhnya tersirat secara implisit di dalam sambutan sang pengasuh.
Lebaran Santri
Namun di balik semua kesibukan di hari itu, kelompok yang paling berbahagia sesungguhnya adalah para santri Al-Awwabin itu. Maklum saja, momen HARLAH adalah momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh para santri tanpa terkecuali mulai dari yang kecil sampai yang paling besar. Ibaratnya, momen HARLAH ini dapat disebut sebagai “hari raya”-nya atau Hari Lebaran para santri Al-Awwabin. Semua serba baru, baju seragam baru, sandal baru, bros baru, kerudung baru, topi baru, bahkan kaos dalam baru. Beda halnya sewaktu pengajian halqoh tampilan mereka ala kadarnya, maka di HARLAH mereka tampil full performance dan harum mewangi semerbak.
Inilah “Lebaran”-nya para santri Al-Awwabin. Menghadirinya saja sudah merupakan kebahagiaan, apalagi bila terpilih untuk maju tampil di acara nanti. Yang terpilih biasanya sebulan sebelumnya sudah berlatih keras untuk bisa tampil maksimal. Yang pasti mereka bakal kecewa berat bilamana gagal tampil akibat keterbatasan waktu yang pernah terjadi beberapa kali. Menghindari akumulasi rasa kekecewaaan itu, biasanya pada sesi penampilan santri didahulukan penampilan dari para santri putri tinimbang putra. Jadi seandainya ternyata waktu mepet dan terpaksa memangkas waktu sesi penampilan santri, maka para santri putra siap jadi korbannya. Kira-kira demikian.
Bahkan tidak sedikit di antaranya mereka, khususnya santri putri, yang bakal kecewa berat bilamana gagal tampil akibat waktu yang terbatas. Menghindari akumulasi rasa kekecewaaan itu, biasanya pada sesi penampilan santri didahulukan penampilan dari para santri putri tinimbang putra. Jadi seandainya ternyata waktu mepet dan terpaksa memangkas waktu sesi penampilan santri, maka para santri putra siap jadi korbannya. Kira-kira demikian.
Akan tetapi dari sekian kesibukan itu, yang paling berbahagia tentu adalah para santri yang akan diwisuda. Sebanyak 120 lulusan putra-putri dari pesantren I dan II berbinar-binar kala dua puteri Abuya yang menjadi musrifah pondok, Ustadzah Hj Imrithi dan Ustadzah Diana, menyematkan medali kelulusan diiringi oleh tim hadrah Ahbabul Mukhtar asuhan Habib Mahdi.
Sesi penyematan para wisudawan seringkali menjadi polemik di tiap tahunnya. Hal itu lantaran sesi ini paling banyak memakan waktu sehingga kerap mengganggu efisiensi acara. Sesi ini dinilai penting tapi sekaligus pada sisi lain sesi paling monoton dan menjemukan lantaran terlalu kelamaan. Terlebih lagi di HARLAH kali ini dimana jumlah wisudah yang mencapai 120 santri.
Acara HARLAH ini sendiri berlangsung sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00. Dua orang alumni senior didapuk untuk memberi sambutan atas nama alumni yang disampaikan oleh M Ali Ilyas angkatan 1989 dan Hj Supriatni alumni 1991 yang kini menjadi anggota DPRD Kota Depok. Sementara penceramah disampaikan oleh KH Zuhri Ya`kub.*
Baca juga berita terkait
IKAD Gelar Kajian Ilmiah Menyambut HARLAH-36
HARLAH KE-32: Menghidupkan (Kembali) Islam Yang Lembut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H