Mohon tunggu...
Suhindro Wibisono
Suhindro Wibisono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

. ~ ~ ~ ~ " a critical observer " ~ ~ ~ ~ ( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Saku Doraemon Auloh Dipegang Dimas Kanjeng"

28 September 2016   10:44 Diperbarui: 28 September 2016   10:54 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.inddit .com


Opini & Berita ala #SPMC Suhindro Wibisono.

Dua kasus pembunuhan berencana yang menetapkan DIMAS KANJENG TAAT PRIBADI sebagai tersangka semakin heboh karena dibarengi dengan penyelidikan bahwa Dimas Kanjeng juga mampu "menghadirkan" uang.

Artikel ini dibuat karena tergelitik oleh pernyataan Ibu MARWAH DAUD IBRAHIM mantan tokoh partai Golkar yang mengaku menjadi Ketua "Padepokan" Yayasan Dimas Kanjeng Taat Pribadi" (Probolinggo) yang diwawancara by phone oleh KompasTV, Selasa, 27 Sept 2016, sekitar pukul 17:40. Dimana Ibu Marwah menyebutkan kata-kata semacam: "Istiqoroh, Istigosah, Amanah, Zikir, 23ribu santri, Karomah, Uang dari Auwoh" dalam wawancaranya dengan reporter Aiman yang mewawancarainya, maksud saya tentu saja kata-kata yang saya kutip itu adalah bagian dari kalimat yang diterangkannya, menerangkan tentang uang yang "dikeluarkan" Dimas Kanjeng, dan itu bukan menggandakan tapi menghadirkan, begitu penjelasan Marwah. Dan saya mbatin agar pas ama judul artikelnya, kok seperti punya kantong ajaibnya doraemon saja.

Marwah juga menyatakan sudah menyurati Presiden, Kapolri. Intinya menyuarakan agar segera Indonesia bangkit dengan adanya keajaiban Dimas Kanjeng yang yakin adalah karena diridho Auwoh. Marwah juga berani bersumpah dan memberi kesaksian bahwa uang hasil keajaiban itu adalah ridho Auloh, dan seri nomornya tidak sama, karena kalau sama itu dianggapnya palsu. Intinya Marwah hakul yakin bahwa semua itu atas ridho Auloh dan tidak menyalahi apapun (karomah), dan itulah sebab yang bersangkutan mengharap Indonesia segera bangkit dengan adanya Dimas Kanjeng tersebut. Sungguh keinginan yang mulia ........

Bayangkan orang selevel Marwah Daud Ibrahim saja sampai sebegitu yakinnya atas "mujizat" pemberian uang tunai dari Auloh, sampai berani bersumpah dan hakul yakin seyakin-yakinnya bahwa itu semua bukan trik, bukan akal-akalan, bukan rekayasa, tapi kehendak Auloh yang maha segalanya.

Maaf, kalau saya boleh mbatin lagi gini .....

Ternyata orang selevel Marwah saja tidak mampu memahami apa itu makna uang yang sesungguhnya. Ketika didalam dompet (akun) saya ada uang 3 juta entah dari manapun uang itu asalnya, itu artinya Pemerintah punya hutang terhadap saya senilai 3 juta itu, dan pemerintah yang menjamin bahwa uang tersebut memang mempunyai nilai nominal sebesar 3 juta. Kalau Marwah mengharap adanya "keajaiban" untuk bangkitnya Indonesia dengan adanya fenomena DIMAS KANJENG, lha kenapa Pemerintah tidak mencetak duit sebanyak-banyaknya saja sendiri? Kenapa harus pakai ngutang negara lain dan mengundang investasi asing segala? Saya jadi geleng-geleng kepala ....... 

Menyadari bahwa Marwah kok sepertinya kurang memahami apa makna uang itu sendiri, kalau Dimas Kanjeng benar bisa mendatangkan uang rupiah sampai triliunan dan semuanya uang asli, berarti Pemerintah yang harus menjamin itu semuanya, hadeh makin membuat pemerintah nyungsep saja. Bu Marwah .... Kan ibu yang deket ama Dimas Kanjeng, kenapa tidak dianjurkan mendatangkan uang Dollar Amerika saja? Selain nilai nominal lebih besar, yang menjamin adalah Amerika, bukan Indonesia. (#SPMCSW, Selasa, 27 Sept 2016)

CATATAN:
Judulnya dalam petik lho ya, jangan emosi karena sensi.

Dan maafkan kelancangan saya membuat artikel kritik untuk orang yang begitu hebat pendidikannya. (Baca ensiklopedia tentang Marwah Daud Ibrahim dibagian bawah artikel ini)
 .
 .
 

 ===========================

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Marwah Daud Ibrahim, Ph.D. (lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, 8 November 1956; umur 59 tahun) adalah politikus berkebangsaan Indonesia. Ia pernah mengemban tugas sebagai anggota DPR RI selama tiga periode, asisten peneliti UNESCO dan Bank Dunia. Gaya komunikasi politiknya yang menarik, menjadikannya sebagai salah satu representasi perempuan politikus Sulawesi Selatan paling menonjol di gedung parlemen.[1][2]

Kehidupan pribadi

Marwah Daud mengawali hidupnya di pedalaman Soppeng, sebuah kecamatan di wilayah Sulawesi Selatan, sekitar 200 kilometer Utara kota Makasar. Begitu terpencilnya, maka ia terbiasa belajar dengan nyala lampu teplok. Bahkan mengangkat batu dan pasir sebelum berangkat sekolah, dan ikut ke sawah untuk bercocok tanam.[3][4]

Kecerdasannya dikenal sejak sekolah dasar. Ia tak sampai kelas enam, karena begitu menginjak kelas lima ia ikut ujian akhir, dan lulus sebagai juara.

Marwah muda kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Pacongkang, dan lulus 1970. Selanjutnya ia menginjakkan kakinya ke SPG Negeri Soppeng, Namun di kelas dua dia pindah ke SPG Negeri I Ujung Pandang, lulus tahun 1973.[5]

Era inilah ia mulai menapakkan kakinya ke jenjang yang lebih jauh, entah disadari atau tidak. Pada tahun 1974 untuk pertamakalinya dia berkunjung ke Jakarta dan masuk Istana Negara atas undangan Kepala Negara. Ia terpilih sebagai pelajar teladan se Sulawesi Selatan.

Ia banting setir, tidak lagi tergiur mengikuti ayahnya yang menjadi guru. Ia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Komunikasi Universitas Hasanudin yang diselesaikan tahun 1981. Selanjutnya, ia kembali terpilih sebagai mahasiswa teladan se Sulawesi dan mengantarnya ke forum nasional di Jakarta, bertemu kepala negara bersama para teladan se Indonesia. Saat itu juga dia sudah mulai terkenal sebagai seorang aktivisis di kampusnya.[6]

Prestasinya belum berhenti. Berbekal beasiswa, ia terbang ke Amerika untuk meraih master di American University, Washington DC, Amerika Serikat, jurusan Komunikasi Internasional, tahun 1982. Namun, sebelumnya ia menikah dulu dengan Ibrahim Tadju, rekan sesama aktivis semasa kuliah di Ujung Pandang. Di Amerika ia pun mengisi waktunya dengan bekerja sebagai asisten peneliti Unesco, dan Bank Dunia.

Tampaknya ia memang berjodoh dengan Amerika, begitu meraih gelar Master, ia bekerja di BPPT. B.J. Habibie, ketua BPPT saat itu, memberinya beasiswa ke Amerika lagi. Di universitas yang sama, ia mengambil Komunikasi Internasional bidang satelit, dan meraih gelar doktor tahun 1989 sebagai lulusan terbaik (distinction).

Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia bergabung dengan organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), dengan menjabat sebagai Sekretaris Umum. Selain itu, ia aktif di Partai Golkar, partai yang membawanya ke gedung parlemen. Gaya komunikasi politiknya mulai menarik banyak pihak ketika Sidang Umum MPR 1998 saat muncul rumor akan meraih kursi di Kabinet Pembangunan IV.[7]

 Pendidikan

 SD Pacongkang, Sulsel (1967)
 SLTP di Pacongkang, Sulsel (1970)
 SPG Negeri 1 Makassar (1973)
 S1 Univ. Hasanuddin Makassar (1981)
 S2 The American University Washington DC (1984)
 S3 The American University Washington DC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun