Andai para produsen vaksin palsu itu berpikir begitu, atau apakah mempermasalahkan seandainya keluarga atau anaknya yang mendapat vaksin hasil produksinya? Para pembuat tahu atau mie bermasalah, tidak keberatan mengkonsumsinya sendiri setiap hari hasil produksinya? Yang ingin berbuat serong atau mengkhianati pasangannya juga tanya dalam hati, apakah tidak marah andai pasangannya juga melakukan hal yang sama seperti yang ingin dilakukan? Dan seterusnya, itulah cara mengetahui bahwa kita termasuk yang egois atau tidak. Pertanyaannya adalah bagaimana jika semua pertanyaan yang kita ajukan itu kita TIDAK keberatan, seperti misalnya pengedar atau penjual narkoba yang juga merangkap sebagai pecandu juga?
Rasa EGOIS yang masih sehat memang punya rasa sama antara yang dirasa diri sendiri dan menurut ukuran rasa awam, tapi kalau tidak sama, jelas kita telah dikuasai oleh sifat 'penyakit' egois itu sendiri. Pada tahapan itulah petugas yang tugasnya menegakkan UU semestinya bertindak dengan tegas, keras dan tanpa pandang bulu. Itulah tugas penegak hukum agar tatanan bernegara untuk ketentraman bersama terjaga. (NGENES justru banyak penegak hukum OTT oleh KPK) Tanpa tindakan yang keras dan tegas, percayalah mengatur kalayak umum tidak akan dapat berjalan dengan baik. Karena kalayak umum pasti TIDAK akan mempan dengan "himbauan". Jangan korupsi, jangan melanggar peraturan lalu lintas, jangan menjual narkoba, jangan buang sampah sembarangan, dan semua himbauan JANGAN - JANGAN - JANGAN yang lain tidak akan ada gunanya, tidak akan efektif, hanya buang-buang waktu saja. Bukankah kenyataannya semua himbauan sudah sangat bosan kita dengar?
Hukum mati saja untuk semua kejahatan yang mengancam masa depan bangsa, yang mengancam kehidupan khalayak. Setidaknya hukumlah yang menjerakan agar ada efek jera bagi yang lainnya. Contoh hukuman berat adalah "TIDAK" memberi hak menerima remisi bagi terpidananya, dan minimal dihukum 20 tahun misalnya. Agar tidak rentan didagangkan, hukum harusnya yang ditentukan minimalnya, bukan maksimalnya. Coba ingat-ingat berapa tahun hukuman terberat bagi pembuat tahu atau mie berformalin yang tertangkap, padahal sudah ada yang melakukan puluhan tahun lamanya?! Bahkan jumlah manusia yang "diracuni" hasil produksinya saja tidak bisa terhitung jumlahnya.
Hari ini KPK OTT tokoh, minggu depan ada lagi, bulan depan ada lagi, dan itu sudah sangat sering. Lalu kepolisian juga mengungkap tertangkapnya pengedar atau bandar narkoba, lusa ada lagi, minggu depan ada lagi, bulan depan juga ada. Begitu juga dengan pembuat mie atau tahu berformalin atau menggunakan bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan manusia yang masih terus ada dan terungkap selama berpuluh-puluh tahun ini. Bukankah itu semua akar masalahnya adalah EGOIS?? Jadi masih kurang jelaskah bahwa egois adalah akar semua masalah manusia? Dan ngenesnya ternyata kita adalah bangsa yang sangat egois, setidaknya itulah yang saya amati, maaf mungkin saya pakai kacamata "minus". (SPMC SW, Jumat, 1 Juli 2016)
CATATAN:
Menurut rasa saya, "judul" artikel adalah kemasan penglaris paling penting dari artikelnya itu sendiri, untuk artikel ini saya sempat kesulitan menentukan judulnya apa?
"EGOIS & MUNAFIK Penyakit Mengerikan Bangsa" (Apakah AGAMA ikut ambil bagian?)
"Bangsa Jadi Bangsat Karena Penyakit Kronis EGOIS dan MUNAFIK"
Dua pilihan judul tsb sempat saya sketsa, dan menurut rasa saya andai artikel ini diunggah di media resmi dengan judul yang ada kata "Bangsat"-nya, mungkin tidak diijinkan.
.
Lalu judul paling atas dari artikel ini (AHOK ; FADLI ZON ; .....), maaf kalau tanpa makna apa-apa, hanya usaha penglaris saja, sekali lagi "MAAF"(SW).
.
---------------
.
Sumber gambar:
indonesiaone .org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H