Mohon tunggu...
Suhindro Wibisono
Suhindro Wibisono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

. ~ ~ ~ ~ " a critical observer " ~ ~ ~ ~ ( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Asap Pembakaran Hutan, Presiden Kebangetan?"

23 Oktober 2015   03:55 Diperbarui: 23 Oktober 2015   04:19 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="www.suara.com"][/caption]

"ASAP PEMBAKARAN HUTAN, PRESIDEN KEBANGETAN?"
.
Opini Jengkel | (SPMC) Suhindro Wibisono
.
Kita panen asap setiap tahun, bahkan juga sampai "export" gratis ke negara-negara tetangga, tapi kali ini pemberitaannya lebih sensi karena Presidennya Jokowi. Yang lebih krusial tahun ini ada anomali cuaca, musim panasnya sangat panjang, sehingga panen asap seperti panen raya saja dan lebih panjang karena pembakarannya juga jadi menggila. Ribuan TNI dikerahkan untuk membantu pemadaman, tapi hasilnya masih tidak sesuai dengan harapan. Dan tadi saya lihat pemberitaan di tipi, seribu TNI dikirim lagi ke Sumatra untuk menggantikan tugas TNI yang sudah 40 hari melaksanakan tugas membantu memadamkan api.
.
Ribuan titik api melanda NKRI, terbanyak di Kalimantan, Sumatra, Papua dan Sulawesi. Luasnya kebakaran, sarana yang dimiliki untuk memadamkan kebakaran, juga sudah dibantu oleh sarana yang dimiliki oleh negara-negara lain masih belum mampu menaklukkan pembakaran hutan, gambut yang terbakar memang apinya juga membara dibawahnya, butuh digenangi air yang cukup banyak untuk memadamkannya, karena memang bara api tersimpan dibawah permukaan sesuai sifat dan karakter gambut itu sendiri. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Lalu sampai kapan kalau hujan yang sangat diharapkan juga belom kunjung datang?
.
APAPUN MASALAHNYA, sekali lagi saya ulang "apapun masalahnya", yang terpenting adalah mencari akar masalah, dan mengupayakan sedemikian rupa agar tidak terjadi lagi, tapi sebagai bangsa kita tidak pernah mau belajar untuk benar-benar menghentikan masalah itu walau sebetulnya sudah mengetahui sebab musababnya. KENAPA? Menurut saya, maaf kalau salah, "kita sangat egois", kita tidak pernah memikirkan kebaikan bersama, kita selalu berpikir untuk serakah, untuk mau enaknya sendiri, untuk mau menang sendiri, itulah yang terjadi pada kebanyakan dari kita. Indikasinya sangat banyak, di segala bidang, dari yang kaya sampai yang miskin, banyak sekali tergambarkan ke-egoisan.

KETIKA begitu banyak pejabat korupsi, KETIKA begitu banyak pengendara motor melawan arus, KETIKA begitu banyak sopir angkutan umum berhenti seenaknya saja dengan tidak mempedulikan kemacetan dibelakangnya, KETIKA banyak sekali orang membuang sampah seenaknya dan tidak peduli apapun akibatnya, dan lain-lainnya. KETIKA-KETIKA itulah gambaran jelas keegoisan kita, karena bukankah itu semua sejatinya melanggar peraturan yang ada?
.
Sungguh ada yang salah pada bangsa ini, dan untuk memperbaikinya tidaklah semudah yang kita kira, perlu waktu setidaknya satu generasi, itupun kalau segera menyadari ....... Ngenes, karena pada kenyataannya, pada setiap masalah yang ada, kita hanya pandai mengatakan "SEMOGA KEJADIAN INI (ITU) ADALAH YANG TERAKHIR" lalu koor dijawab "Amin....." seolah-olah koor jawaban itu pasti dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, apa yang sudah kita lakukan, kenapa hanya itu yang kita lakukan? Lalu pada kali lain kita berdoa memohon kebaikan-kebaikan yang kita harapkan, sungguh itukah yang kita pahami dalam kita beragama?
.
Kembali ke soal pembakaran lahan yang memanen asap, sudah banyak yang menyelidiki dan bersuara, juga ada pengakuan "oknum mantan-mantan" pembakar lahan, kejadiannya juga sudah berulang setiap tahun dan telah berpuluh-puluh tahun, lalu kenapa hal itu selalu terjadi? Karena hukum kita tidak pernah diperuntukkan untuk menjerakan, tapi sudah sangat lama diperdagangkan sehingga terkesan hukum itu memang untuk dipermainkan. Masih ingat ketika ada berita keputusan pengadilan hukuman sebulan penjara dan denda 3,5 juta untuk ilegal mining? Berapa banyak penyelundup narkoba tidak dijatuhi hukuman mati walau terbukti membawa berkilo-kilo narkoba? Berapa tahun para koruptor dijatuhi hukuman walau melibatkan uang bermilyar-milyar yang dikorupsi, sementara yang nyolongnya remeh temeh justru dijatuhi hukuman yang tidak proporsional dibanding dengan yang melakukan korupsi bermilyar-milyar. Itu semua gambaran amburadulnya kenyatan hidup bernegara di negeri ini, lalu kita akan berlindung dengan memaklumi karena kita adalah negara berkembang. Ngenes.
.
Ketika Presiden Jokowi meninjau lokasi kebakaran, juga semua pemberitaan yang menyalahkan Presiden atas bencana asap yang ada, saya hanya mbatin, lalu untuk apa ada jabatan Gubernur, Bupati, Walikota? Kok sepertinya mereka tidak terlihat segelisah Presidennya? Bukankah mereka yang lebih langsung punya kuasa di daerahnya masing-masing? Ngapain saja mereka itu? Atau bukan merupakan tanggung jawabnya? Apakah pemberian hak pengelolaan hutan, perkebunan kelapa sawit, dan penguasaan-penguasaan lahan (ijin konsesi) itu bukan atas ijin yang mereka ikut andil berikan?
.
Yang saya tidak habis mengerti, karena keegoisan kita semua, hal itu tergambarkan oleh kenyataan semua rakyatpun seolah menyalahkan pemerintah pusat utamanya Presiden. Memang bencana asap yang paling menderita adalah rakyat, andai semua rakyat juga peduli, dimulai dari satuan perangkat terendah untuk menjaga wilayahnya masing-masing, rasanya akan sangat banyak masalah tidak terlajur jadi bencana bukan?
.
Berdasar berita-berita yang ada, adanya beberapa yang menjadi korban meninggal karena asap, maskapai penerbangan dirugikan bermilyar-milyar potensi pendapatan karena membatalkan jadwal penerbangannya, bagaimana dengan perhitungan kerugian masyarakat baik karena faktor kesehatan, nyawa, maupun kesempatan yang tidak bisa terlaksana gara-gara bencana asap? Bukankah seandainya semua punya kepedulian agar bencana asap itu jangan sampai terjadi akan jauh lebih mudah? Bukankah kejadian bencana asap sudah berulang setiap tahun dan juga sudah terjadi berpuluh tahun?
.
Yang sangat ingin saya tahu, apa khabar para oknum pembakarnya itu sendiri? Apakah kalian tidak merasa bersalah? Apakah kalian tidak punya keluarga? Apakah kalian tidak ikut bernafas dengan udara tempat anda melakukan pembakaran? Beranikah anda memberikan kesaksian atas pembakaran yang kalian lakukan, agar kami juga dapat membuktikan apakah benar penegakan hukum "berani" ditegakkan setegak-tegaknya? Apakah akan ada ijin konsesi yang ditarik kembali? Apakah akan terbukti akan adanya tuntutan triliunan rupiah terhadap group usaha itu benar adanya, dan bukan hanya sekedar wacana yang terlihat wah saja. Karena saya yakin pemilik-pemilik usaha itu jelas tidak akan menikmati bencana asap itu. Ataukah oknum para pelaku pembakar itu juga akan tenggelam ditelan ke-egoisan-nya sendiri? Itulah juga bukti atas tuduhan saya atas keegoisan kita sebagai bangsa. MEMILUKAN .... Sampai kapan? (SPMC SW, Jumat, 23 Oktober 2015.)

~~~~~~~~~~
.
CATATAN:
.
Artikel juga dipersembahkan untuk saudara J. Muljana,
Selamat Ulang Tahun, Semoga Banyak dapat kebahagiaan dalam hidup ini. GBU. PF. 23 Oktober 2015
.
.
Sumber gambar:
www.suara .com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun