Mohon tunggu...
Suhindro Wibisono
Suhindro Wibisono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

. ~ ~ ~ ~ " a critical observer " ~ ~ ~ ~ ( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

"Besok, Solar Masih Disubsidi, Premium Tidak!" (Info A1)

31 Oktober 2014   19:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:02 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_370875" align="aligncenter" width="600" caption="gyman-yp.blogspot.com"][/caption]

Kompasiana. Keadaan yang paling menarik perhatian masyarakat umum saat ini adalah: "Rencana kenaikan BBM", hal itu mengalahkan perhatian tentang DPR yang bahkan sudah mewacanakan pimpinan DPR Tandingan karena mosi tidak percaya dan sedang mencari celah hukum untuk melantik Ketua-Ketuanya.

Beredar wacana BBM akan naik awal Nopember, tapi apakah itu besok bisa terjadi? Semoga Pemerintah sekarang tidak mengulangi polemik-polemik merugikan seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, yakni terlalu lama berpolemik, kalau mau naik, ya segera saja dinaikkan, supaya tidak terjadi penimbunan BBM oleh warga, dan tidak terlalu lama antrian panjang di POM BENSIN. Selain itu biasanya harga-harga barang akan ikut naik justru sebelum BBM-nya itu sendiri dinaikkan, lalu akan naik lagi setelah BBM-nya benar dinaikkan. Jadi semakin cepat akan semakin baik, atau tidak perlu berwacana kalau memang tidak jadi menaikkan harga BBM, besok naik juga lebih baik dari pada terlalu lama.

[caption id="attachment_370881" align="aligncenter" width="350" caption="pertamax7.com"]

14147311591918794524
14147311591918794524
[/caption]

Kabarnya Pemerintah akan menaikkan BBM 3.000 rupiah per-liter, itu berarti kalau Premium 6.500,- menjadi 9.500,- per liter, dan menurut perkiraan harga Premium tanpa subsidi adalah 10.500,- per liter, karena memang harga Bensin Super(Plus) maupun Pertamax(plus) yang memang tanpa subsidi ada dikisaran 12.000,- per liter.

Penyesuaian harga BBM di Negeri ini sudah sangat sering terjadi, dan itu terjadi karena adanya subsidi harga. Jadi dengan akan menaikkan harga BBM subsidi 3.000,- per liter, bukan berarti akan menyelesaikan masalah, tapi herannya kenapa hal itu tetap saja akan dilakukan?

Seandainya Premium benar dinaikkan 3.000,- , maka harganya menjadi 9.500,- sedang harga tanpa subsidi ada di kisaran 10.500,- , dan itu selisihnya hanya 1.000,-. Maka seandainya harga Premium dibuang subsidinya, lalu selanjutnya harganya dilepas mengambang sesuai harga pasar, justru Pemerintah telah berhasil menghilangkan satu akar masalah yang pasti akan muncul lagi dikemudian hari jika itu tidak dilakukan.

Lalu Pemerintah menaikkan harga Solar subsidi 2.000,- menjadi 7.500,- per liter, mengingat memang solar lebih banyak digunakan kendaraan angkutan umum dan mungkin juga perahu nelayan. Tapi jangan lupa mengumumkan bahwa harga solar-pun juga akan dinaikkan dalam periode mendatang, pengumuman tersebut juga bermaksud menepis kemungkinan hanya laris-nya penjualan mobil ber bahan bakar Solar dan masyarakat tidak menganggap Pemerintah berjanji Solar tidak akan dinaikkan.

Yang tidak kalah pentingnya adalah alasan pengumuman dinaikkannya harga BBM tersebut, sudah sangat bosan mendengar alasan bahwa uang hasil menaikkan harga BBM akan digunakan untuk: Pembangunan Daerah Tertinggal ; Menyejahterakan Orang Miskin ; Infrastruktur Pedesaan ;  Membantu Petani ; Membantu Nelayan ; Bantuan Langsung Tunai (BLT) ; dan lain-lain.

Coba kita bayangkan, kalau semua itu benar terjadi, semua janji dipenuhi, sudah berapa kali Pemerintah menaikkan harga BBM? Tapi kenyataannya setiap akan menaikkan harga BBM selalu saja alasannya itu-itu juga, bukankah itu berarti janji-janji Pemerintah tidak pernah dilaksanakan? Lalu kenapa Pemerintah yang sekarang juga menjanjikan hal yang serupa? Apakah dengan alasan karena berbeda Kepala Pemerintahannya? Lalu rakyat "diwajibkan" untuk harus mempercayai yang ini? Bukankah hal semacam itu juga dipikirkan oleh Pemerintahan sebelumnya ketika akan menaikkan harga BBM? Jadi apakah rakyat salah kalau meragukan kemungkinan terlaksannya janji-janji itu? Padahal kalau kita mengingat hasil Pilpres yang lalu, 71.107.184 suara (53,19 persen) berbanding 62.578.528 suara (46,81 persen), dan itu berarti ada lebih 46 persen masyarakat yang "berpotensi" menolak wacana apapun itu yang akan dilakukan oleh Pemerintah. Jadi pasti akan banyak yang menolak bahkan "menggalang" demo untuk kenaikan harga BBM (Bukankah begitu sifat Oposisi? Hehehehe ...) Dan pasti akan jadi bahan olok-olok'an kalau Pemerintah memberikan BLT mengingat Partai utama pendukung Pemerintah doeloe sangat anti tentang BLT tersebut.

Kalau kita mau merenungkan alasan-alasan yang diutarakan oleh Pemerintah baik yang sekarang maupun yang lalu-lalu, apa iya kalau tidak menaikkan harga BBM maka Pembangunan Daerah Tertinggal tidak dilakukan, Infrastruktur Pedesaan tidak akan pernah dilaksanakan? Dan seterusnya? Lalu apa fungsi Gubernur tiap Propinsi, para Bupati dan Walikota diseluruh Nusantara? Bukankah mereka para Kepala Daerah yang terkenal hebat, bersih, dan benar mau mengabdi justru bisa membenahi wilayahnya masing-masing dan menyejahterakan rakyatnya tanpa harus menunggu menaikkan harga BBM?

Menurut saya, kalau ada demo menolak kenaikkan harga BBM, itu lebih karena Rakyat sudah sering tidak melihat bukti janji-janji Pemerintah ditepati. Juga apa ukurannya untuk semua rakyat dapat merasakan manfaat dari kenaikkan harga BBM? Bukankah kalau harga BBM naik, semua rakyat tanpa kecuali ikut merasakan dampaknya? Maka ketika Pemerintah mengatakan manaikkan BBM untuk menolong Nelayan, rakyat yang lain akan tereak: "Saya bukan Nelayan", begitu juga wacana untuk menolong Petani. Tentu saja saya tidak bermaksud berwacana menolak membantu Nelayan atau Petani, tapi itu bukanlah alasan utama yang tepat untuk menaikkan harga BBM, maaf, setidaknya begitu menurut saya.

[caption id="attachment_370885" align="aligncenter" width="525" caption="indopos.co.id"]

1414731356867169847
1414731356867169847
[/caption]

Jadi kalau mau hebat dan langsung dirasakan oleh seluruh rakyat, alasan yang benar adalah alasan-alasan yang berdampak langsung kesemua rakyat juga. Seperti misalnya, semua rakyat di-asuransikan kesehatannya, apapun penyakitnya akan ditanggung Pemerintah, kalau harus opname maka dengan fasilitas RS kelas 3 (misal), jadi kalau mau naik kelas perawatan, ya silahkan biaya sendiri. Saya sangat yakin rakyat akan mendukung hal itu, dan mungkin itu akan menghilangkan cerita berita di tipi-tipi betapa rakyat yang sudah miskin segera menjadi gembel karena ada salah satu keluarganya yang jatuh sakit, karena mereka menjual sawah / sapi / motor / rumah untuk membiayai pengobatannya, bahkan sering kali masih berhutang. Lalu ngenesnya, kebanyakan pengeluaran biaya berobat baru berhenti ketika si-pasien justru tidak tertolong. Itulah sebabnya, penjaminan kesehatan bagi seluruh warga negara adalah amat sangat penting, ayolah Pak Presiden lakukan hal itu dengan tidak perlu dicicil-cicil lagi dengan "Kartu Sehat", berilah kejutan untuk seluruh rakyat, kejutan yang akan mencatatkan dalam sejarah: Menghilangkan momok rasa khawatir sebagian besar warga negaranya, momok dari ketakutan tidak punya biaya pengobatan. Mumpung ada alasan dan moment yang pas mendapatkan dana dari menaikkan harga BBM, dan itupun juga tidak menghabiskan dana tambahan yang akan diperoleh.

Saya tidak mengupas tentang alasan untuk "Gratis Biaya Sekolah", karena menurut saya alokasi 20 persen dari APBN seharusnya cukup kalau tidak ada korupsi. Kalau mau hebat, justru bukan lagi bicara gratis biaya sekolah, tapi "WAJIB" sekolah! Untuk itu perlu meng-optimalkan fungsi Ketua RT / RW / Lurah / Camat dan seterusnya. Jadi mereka yang perlu mendata, lalu memantau dan mengingatkan orang tua anak untuk anaknya masuk sekolah kalau sudah tiba waktunya. Maka ketika anaknya tidak sekolah, jutru orang tua yang sudah diingatkan akan diberi hukuman penjara karena dianggap melanggar peraturan. Pelaksanaannya mirip Wajib Militer di Negara-Negara lain yang mewajibkannya. Percayalah Negara akan segera hebat pada genarasi yang akan datang, dan "Kartu Pintar" mungkin tidak perlu lagi, tapi silahkan bayar sendiri kalau mereka mau sekolah di sekolah swasta.

Semoga Pemerintah tidak lupa, apapun yang dinyatakan oleh Pemerintah, dalam hal ulasan artikel ini adalah tentang harga BBM, maka selayaknya itu berlaku bagi seluruh Indonesia, menjamin kesamaan harga BBM antara Jawa - Kalimantan - Papua - dan wilayah lain di Indonesia, itulah mungkin salah satu fungsi "Tol Laut" yang dicanangkan oleh Pemerintah. Dan sesungguhnya itu semua langsung melaksanakan sila ke 5: Keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (SPMC SW. Oktober 2014)
.
-----------------
ARTIKEL TERKAIT BBM:
.
"CURHAT JOKOWI KELELEP BBM DAN KENA JEBAKAN BATMAN APBN"
.
http://t.co/wYukqd2hWW
.
---------------
.
LAGI, MIMPI NYATA KE-SURGA!
(Untuk ke-Surga-pun ternyata butuh BBM)
.
http://t.co/s9blIa7LyR
.
---------------
.
MIMPI NYATA KE SURGA
.
http://t.co/Mkx2UgFC4W
.
-------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun