Mohon tunggu...
Suherman Juhari
Suherman Juhari Mohon Tunggu... Penulis - Kalau Bukan Kita Siapa lagi?Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

Seorang Peneliti di Institute for Economic Research and Training (INTEREST) dan dosen Ekonomi yang memiliki semangat dan harapan untuk pendidikan Indonesia agar lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terlambat Adalah Budaya Indonesia

18 Oktober 2019   15:58 Diperbarui: 18 Oktober 2019   16:20 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum membaca lebih jauh tulisan ini harap diperhatikan bahwa apa yang tercantum di dalamnya merupakan satir yang bertujuan untuk menyindir pihak-pihak tertentu yang merasakan hal yang sama.

Mungkin satu-satunya budaya yang masih konsisten dilestarikan masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah budaya terlambat. Dalam berbagai kasus kegiatan sepertinya keterlambatan adalah suatu hal yang sudah pasti menjadi pilihan banyak orang.

Jika seandainya orang Indonesia bertemu dengan orang Jepang dalam suatu kegiatan sudah dapat dipastikan bahwa orang Indonesia adalah yang datang terlambat. Bukan karena hal lain, melainkan memang terlambat adalah budaya masyarakat yang paling kuat dan bertahan sampai sekrang ini.

Oleh karena itu sepertinya tidak salah jika Indonesia dinobatkan sebagai 10 besar negara tersantai di dunia oleh LasMinute.com. Karena memang Indonesia layak menerima itu sebagai penghargaan sekaligus sindiran keras bagi masyarakat sebagai budayawan yang aktif melestarikan keterlembatan sebagai aktivitas sehari-hari. Kita harus merasa bangga dan sekaligus malu di saat yang bersamaan. Karena seyogianya menjadi negara tersantai itu adalah sinonim dari negara termalas. Meskipun ada indokator yang lebih rasional yang digunakan oleh pemberi gelar tersebut tapi tetap saja defenisi yang patutu disimpulkan adalah kemalasan.

Perlu diketahui bahwa menjadi negara tersantai sepertinya memiliki sisi positif bagi Indonesia. Hal ini dapat dikomparasikan dengan negara Jepang yang notabenenya masuk dalam negara yang paling tepat waktu dalam segala hal. Hingga pada tahun 2018 angka bunuh diri di Jepang 25.000 jiwa. Menurut informasi bunuh diri tersebut dilakukan karena orang tersebut tidak mampu menjalani hidupnya dengan buruk.

Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa orang-orang jepang memiliki karakter yang cenderung gampang stress. Jika hal-hal yang dilakukan tidak berjalan sesuai espektasi maka kemungkinan untuk mengakhiri hidup itu ada. mengingat memang secara ketegasan personal Jepang tidak perlu diragukan.

Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia. Dalam hal menangani stress orang-orang Indonesia adalah ahlinya. Mengatasi stress di negeri ini cukup sederhana, misalnya dengan duduk di taman menyaksikan kendaraan lalu Lalang sembari menghitung jumlah yang sudah lewat. Pada kasus lain misalnya orang Indonesia bisa mengatasi hal-hal buruk dengan menciptakan kegaduhan di media sosial sepanjang hari. Apalagi Indonesia banyak opsi tempat wisata, sudah pasti orang Indonesia memiliki tempat pelarian yang beragam. 

Orang-orang Indonesia memiliki banyak pelarian untuk mengobati stresnya. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki angka bunuh diri yang cukup rendah dibanding negara-negara lainnya. Jadi sebetulnya ada untungnya menjadi orang Indonesia, cukup santai dalam menyikapi berbagai hal sehingga keterlambatan menjadi sebuah budaya yang tidak bisa dihilangkan di negara ini. Kalau ada nanti kenapa harus sekarang? Begitulah kiranya yang menjadi prinsip hidup orang Indonesia sehingga tidak terlalu mudah mengalami kasus stress.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun