"Kamu yang disebut-sebut sebagai siswa tingkat tinggi memiliki peran sebagai pengawal nilai-nilai masyarakat yang kebenarannya mutlak, yaitu menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas, empati dan kualitas yang dibutuhkan dalam kehidupan di masyarakat lain." (Guardian of Value).
Mahasiswa berdasarkan kutipan di atas, memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dikatakan penting karena mahasiswa memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam bidang-bidang tertentu.
Dikatakan penting karena mahasiswa memiliki pemahaman yang luas tentang fenomena-fenomena sosial, ekonomi dan politik yang terjadi di masyarakat. Jadi, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mahasiswa adalah penggerak perubahan (agent of change).
Sebagai penggerak perubahan, mahasiswa mestinya tidak mudah puas dengan mendapatkan niliai-nilai maksimal di bangku kuliah. Sebab, nilai-nilai tersebut tak menjamin bahwa kehidupan mereka akan jauh lebih baik dan lebih sukses ketimbang masyarakat yang tak pernah sama sekali menikmati masa-masa indah di ruang kuliah.
Namun, yang lebih penting adalah bagaimana mahasiswa mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapatkan di kampus, dalam kehidupan konkrit dan bagaimana mereka membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik, melalui imajinasi, kreativitas-kreativitas, dan suara-suara kritis yang mereka utarakan dikala mereka berdemonstrasi di ruang- ruang publik.
Sejarah demo mahasiswa
Bila dilihat dari historinya, demonstrasi mahasiswa sudah terjadi sejak lama. Tahun 1966 misalnya, mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan melakukan demonstrasi di Gedung Sekertariat Negara dengan tiga tuntutan utama, yakni menuntut pemerintah untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), perombakan Kabinet Dwikora dan penurunan harga sembako yang memang pada saat itu harganya sangat mahal.
Selanjutnya, demonstrasi besar-besaran yang tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, yakni tahun 1998 di era pemerintahan Soeharto. Pada masa itu, para mahasiswa dari berbagai kampus berdemonstrasi di Kompleks Parlemen Republik Indonesia dan gedung-gedung Dewan Perwakilan Rakyat dan beberapa tempat strategis lainnya.Â
Demonstrasi tersebut diwarnai oleh berbagai tindakan anarkis dan bahkan berujung pada tewasnya ke-4 mahasiswa Trisakti dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Tujuan utamanya adalah menurunkan Soeharto dari tahta pemerintahannya.
Dalam perkembangannya, demonstrasi menjadi habitus yang baik sehingga diteruskan hingga saat ini. Pembaca tentu tahu bahwa di era pemerintahan Jokowi, demonstrasi mahasiswa sudah sering terjadi dengan berbagai macam motif dan tujuannya.
Yang terakhir misalnya, pada 21 April 2022 lalu, mahasiswa berdemonstrasi di Gedung DPR dan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Tuntutannya sangat jelas, yakni menolak perpanjangan masa jabatan presiden, menurunkan harga kebutuhan pokok, mewujudkan pendidikan ilmiah, gratis dan demokratis dan empat tuntutan penting lainnya.
Pada hakekatnya, penulis sangat mendukung sekaligus mengapreasiasi semangat para mahasiwa dalam melakukan demonstrasi tersebut. Bukan hanya karena dilindungi Undang-Undang No-9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, tetapi juga karena menurut hemat penulis, mahasiswa adalah ujung tombak demokrasi di negeri ini. Mahasiswa adalah pengontrol aktif pemerintah.
Apalagi di periode kedua pemerintahan Jokowi, suara-suara kritis dari partai-partai oposisi hampir tak terdengar lagi, setelah Gerindra memilih untuk bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi. Tersisa hanya tiga partai yang menjadi oposisi, yakni PAN, PKS dan Demokrat.Â
Suara ketiga partai ini hampir tak terdengar di istana negara, sebab suara-suara partai kualisi pemerintah terlalu menggelegar. Sehingga, mau nggak mau, suara-suara kritis mahasiswa terus dikumandangkan dalam rangka mengingatkan pemerintah yang kadang-kadang salah arah.
Demo: tulus atau politis?
Dari sejarah demonstrasi dan berbagai tuntutan yang disampaikan di atas, penulis akhirnya sampai pada suatu kesimpulan yang jelas bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus selama ini dilatarbelakangi oleh niat yang besar dan dari hati yang tulus para mahasiswa itu sendiri. Â
Dengan kata lain, aksi mereka tak ditunggangi dan dipengaruhi oleh politisi dari partai oposisi, sebagaimana yang dicurigai oleh banyak orang.
Kesimpulan tersebut mungkin terlalu dangkal dan tentu dapat diperdebatkan, namun itulah yang penulis amati dari berbagai demonstrasi selama ini. Penulis berpandangan bahwa mahasiswa adalah penggerak perubahan demokrasi yang semakin tak demokratis.
Mahasiswa tak pernah tinggal diam berhadapan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru mengkianati demokrasi itu sendiri. Mahasiswa juga tak pernah takut terhadap tindakan-tindakan kejam nan beringas yang dilakukan oleh aparat kepolisian ketika mereka melakukan demonstrasi.
Mahasiswa sangat paham bahwa melawan penguasa yang gila harta, tahta dan jabatan bukanlah perkara yang mudah. Namun, mereka sangat yakin bahwa melalui demonstrasi yang dilakukan berkali-kali, niat jahat para penguasa secara perlahan-lahan dapat dicegat. SEMOGA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H