Salah satu sektor penting yang harus diperhatikan secara khusus oleh pemerintah di Indonesia yakni, sektor pendidikan. Pendidikan penting karena hanya melalui pendidikanlah munculnya generasi-generasi yang cerdas dan berkualitas.Â
Generasi yang cerdas tentu mampu mencerdaskan kehidupan berbangsa. Sehingga bangsa ini semakin maju seperti bangsa-bangsa maju lainnya di dunia.
Bukti kepedulian negara terhadap proses pendidikan di negeri ini, yakni dengan menyediakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang cukup besar terhadap kelangsungan proses pendidikan di setiap sekolah di seluruh pelosok tanah air.
Pidato presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengenai Nota Keuangan Anggaran Pendapatan Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 menyebutkan anggaran pendidikan pada 2020 sebesar Rp 505, 8 triliun. Angka ini hanya meningkat 2, 7 % dari tahun sebelumnya yang sebesar 492, 5 triliun. Padahal, peningkatan pada 2019 mencapai 11, 3 %. [1]
Meningkatnya anggaran negara untuk pendidikan tersebut sesuai dengan amanat konstitusi. Anggaran sebesar itu dipergunakan untuk beberapa kegiatan penting di setiap sekolah.Â
Misalnya untuk pembangunan gedung-gedung sekolah, pemberian tunjangan untuk para guru, pengadaan fasilitas untuk kelancaran pembelajaran, dan masih banyak pengunaan lainnnya.
Di masa pandemi COVID-19 ini misalnya, dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dapat dipakai untuk mengakomodasi siswa-siswi yang kesulitan dalam membeli kuota internet. Sebab, siswa dapat mengikuti proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi ini  hanya jika memiliki HP/Laptop dan kuota internetnya yang memadai.
Pertanyaannya, Apakah Dana APBN yang Besar Meningkatkan Kualitas Pendidikan?
Saya kira kita semua sepakat bahwa besarnya APBN yang diberikan negara kepada setiap sekolah selama ini, belum seimbang dengan peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Faktanya, masih banyak siswa: PAUD, TK, SD, SMP dan SMA yang tidak dapat mengikuti proses pendidikan yang baik.
Terutama untuk anak-anak sekolah yang berada di daerah-daerah terpencil di seluruh pelosok tanah air. Mereka mengikuti proses pendidikan di dalam ruangan kelas yang tidak layak. Padahal, bangunan sekolah-sekolah di perkotaan sangat indah nan megah.
Selain itu, banyak guru honorer yang tidak mendapat gaji yang layak. Bahkan selama pandemi COVID-19 ini, guru-guru honor tidak mendapat gaji sama sekali. Kebetulan, saudara saya sebagai guru honor di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).Â
Dia bercerita bahwa sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia pada awal Maret lalu hingga bulan Juni, dia tidak mendapat gaji sedikit pun dari sekolah, tempat dia mengajar. Akibatnya, dia dan keluarganya sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Persoalan lain yang terjadi di daerah saya, yakni banyak anak-anak yang putus sekolah. Bukan karena anak-anak tersebut tidak mau sekolah, tetapi karena kondisi ekonomi keluarganya tidak mendukung. Dan negara pun seakan tak peduli pada mereka.
Namun demikian, harus disadari pula bahwa kualitas pendidikan bukan hanya ditentukan oleh sebarapa banyak sumbangan negara terhadap sekolah-sekolah. Akan tetapi, kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh semangat siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Di masa pandemi COVID-19 ini, kegiatan pembelajaran dilakukan secara online, yakni memakai sistem daring dan luring. Pembelajaran daring (dalam jaringan) artinya proses pembelajaran atau tatap muka antara pengajar dengan peserta didik yang dilakukan secara virtual.Â
Pembelajaran sistem daring ini dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet, Edmudo dan Zoom. Sedang, pembelajaran luring (luar jaringan) artinya pembelajaran dengan memakai media, seperti televisi dan radio.
Pembelajaran sistem daring dan luring selama ini tidak berjalan efektif. Selain karena masalah fasilitas yang mendukung, banyak juga siswa yang kurang atau tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Banyak alasan yang dibuat untuk tidak mengikuti KBM online. Mereka mengatasnamakan masalah-masalah fasilitas untuk menghindari PJJ.
Misalnya, masalah kuota habis, jaringan buruk, HP/Laptop mati secara otomatis, dan lain sebagainya. Padahal sebenarnya, mereka malas mengikuti pembelajaran. Apalagi, para guru tidak dapat memantau secara langsung aktivitas siswa di rumah.Â
Guru Harus Optimis Mendidik Anak-anak Bangsa
Meskipun ada banyak kendala yang dialami selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi ini, guru mestinya tetap optimis. Guru harus optimis dalam mengajar dan mendidik anak-anak bangsa. Sebab, tanpa ada kerja keras para guru, pembelajaran jarak jauh tidak mungkin terlaksana.
Dana APBN yang sebesar 20 %, setidaknya dapat memberikan semangat kepada para guru untuk tetap teguh dalam mendidik generasi-generasi penerus bangsa. Dana APBN tersebut dapat dipergunakan oleh sekolah untuk menyediakan fasilitas yang mendukung kelangsungan dan kelancaran proses pembelajaran, terutama di masa pandemi COVID-19.
Sekolah dapat menggunakan dana BOS untuk menyediakan faslitas seperti, membeli kuota internet untuk guru dan siswa, menyediakan laptop untuk guru dan siswa yang tidak memiliki laptop, dan kebutuhan lainnya.
Saya kira, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim sudah memberikan kebebasan penuh kepada setiap sekolah untuk menggunakan dana BOS dalam menunjang kelangsungan pembelajaran jarak jauh.
"Dana BOS dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah," ujar Nadiem. [2]
Dengan adanya instruksi dari pak Nadiem tersebut, maka tidak perlu ada lagi keluhan terkait kekurangan kuota. Kecuali kalau para kepala sekolah menyalahgunakan dana BOS untuk kepentingan sendiri dan kru-krunya.
Akhirnya, sebagai guru---saya mengajak semua guru---dimana pun anda berada, agar semakin optimis dalam mendidik generasi-generasi penerus bangsa. Terutama di masa pandemi COVID-19, semoga semangat dalam mengajar tetap menyala. Sadarilah bahwa kerja keras kita, para guru, sangat menentukan masa depan anak-anak bangsa. Jika anak-anak bangsanya berkualitas, maka bangsa ini juga akan menjadi bangsa yang cerdas dan berkualitas. SEKIAN
Referensi:
[1] Jayani, Dwi Hadya, 2019, 2020, Anggaran Pendidikan Hanya Naik 2,7%. Diakses pada Jumat, 28 Agustus 2020
[2] Nurita, Dewi, 2020, Nadiem Makarim: Dana Bos Bisa untuk Beli Kuota Internet. Diakses pada Rabu, Jumat, 28 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H