Melihat fakta bahwa PDIP mengusung Gibran, saya kira sangat wajar jika dikatakan bahwa partai-partai politik lebih mengutamakan kemenangan daripa kapasitas kandidat.
Seringkali memang demikian. Partai-partai lebih cenderung mendukung kandidat yang peluang menangnya besar daripada mendorong calon-calon yang sebenarnya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik untuk memimpin.
Sebut saja contoh misalnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Kita tahu bahwa Ma'ruf Amin dipilih oleh partai koalisi: PDIP, Nasdem, Golkar, PKB dan partai koalisi lainnya karena peluang menangnya sangat besar. Padahal, pak Ma'ruf Amin tidak berpengalaman menjadi pemimpin pemerintah sebelumnya.
Dampak lanjutnya, bisa kita lihat sekarang. Wakil Presiden kita semacam tak berkerja maksimal. Bukan karena usia beliau yang sudah sangat tua. Tetapi, karena dia tidak mampu menjalankan tugas-tugas penting sebagai Wakil Presiden.
Dinasti politik bukti memunduran demokrasi
Dinasti politik, hemat saya, sebagai bukti kemunduran demokrasi. Demokrasi di negeri ini seakan berjalan mundur ke belakang. Demokrasi yang sejatinya hanya untuk kesejahteraan masyarakat, namun kini dinodai oleh keluarga penguasa yang selalu menginginkan kekuasaan.
Partai-partai politik juga gagal dalam mempersiapkan kader-kader partai yang berkualitas untuk memimpin daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sehingga mereka lebih mudah mendukung kerabat pejabat daripada bersusah payah dalam mendidik calon pemimpin yang berintegritas.
Hal ini tentu saja mengabaikan etika politik. Politisi memang tak mau peduli dengan etika politik. Etika politik tidak lain dan tidak bukan hanya dibutuhkan oleh masyarakat yang menginginkan perubahan. Bukan oleh para politisi dan calon-calon pejabat yang selalu haus akan harta, tahta dan jabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H