Beberapa hari ini, diskusi tentang dinasti politik hangat diperbincangkan di berbagai media online, termasuk di Kompasiana. Saya kira sudah banyak kompasianer hebat yang menulis tentang dinasti politik beberapa hari terakhir. Dan saya pun tertarik untuk membahas hal yang sama. Barangkali masih menarik untuk didiskusikan.
Munculnya diskusi dan perdebatan tentang dinasti politik ini bermula dari munculnya sejumlah calon Kepala Daerah yang dianggap dipersiapkan oleh kerabat penguasa dan pemerintah.
Gibran Rakabuming, putera sulung Presiden Joko Widodo misalnya, sudah resmi diusung PDIP menjadi calon Wali Kota Solo. Atau Putri Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah yang diusung PKS untuk ikut berkontestasi dan berkompetisi dalam Pilkada di provinsi Tangerang Selatan.
Pengusungan Gibran, Azizah dan beberapa calon lainnya dinilai sebagian besar masyarakat sebagai praktik dinasti politik. Kekuasaan diupayakan sedemikian rupa supaya tetap diteruskan oleh anggota keluarga sendiri. Jangan sampai negeri ini dikuasai oleh orang-orang yang tak punya ikatan kekeluargaan dengan penguasa.
Persis seperti itulah sistem kerajaan Hindu-Buda di Jawa pada abad ke-7 masehi. Yang berhak menjadi raja adalah keluarga dari raja itu sendiri. Orang lain tidak berhak dan tak layak.
Pertanyaannya, apakah dinasti politik itu salah?
Dari segi kalkulasi politik, saya kira, pengusungan anggota keluarga penguasa yang masih menguasa di sejumlah provinsi merupakan strategi politik yang paling jitu. sebab, peluang menangnya sangat besar.
Terutama untuk Gibran. Kita Tahu bersama bahwa Jokowi sudah berbuat banyak untuk masyarakat Solo ketika dia menjabat sebagai Wali Kota Solo. Mulai dari penataan pedagang kaki lima, kemudahan dalam pembuatan KTP, sampai pada reformasi birokrasi yang dilakukannya, membuat masyarakat sangat mencintainya.
Oleh karena itu, masyarakat pasti memilih Gibran. Mereka memilihnya, sebagai ungkapan terima kasih kepada Jokowi. Terlepas dari fakta bahwa Gibran tidak memiliki pengalaman berpolitik yang memadai. Kita tahu bahwa Gibran hanyalah seorang pendiri kuliner martabak (makobar).
Yang penting menang, kapasitas urusan kemudian