Beberapa  hari terakhir banyak artikel yang isinya bersifat kritikan terhadap mimin Kompasiana. Kritikan itu disuarakan karena ada tulisan dari kompasianer yang tidak dijadikan sebagai Artikel Utama (AU). Padahal, artikelnya secara keseluruhan bagus dan berisi. Namun, entah kenapa mimin tidak menjadikan artikel tersebut sebagai AU?
Saya nggak perlu menyebut siapa saja kompasianer yang mengkritik dan siapa saja kompasianer yang membela mimin Kompasiana. Hal itu tidak perlu diperdebatkan.
Saya sendiri, melihat kritikan terhadap mimin sebagai sesuatu yang positif, demi kemajuan Kompasiana ke depannya. Karena bagaimana pun, kompasianer pasti sangat berharap agar tulisannya dijadikan sebagai Artikel Utama. Itu sangat wajar.
Sebab, Artikel Utama pasti dibaca oleh banyak orang. Terlepas dari fakta bahwa ada juga artikel pilihan yang pembacanya malah lebih banyak daripada Artikel Utama.
Sebagai kompasianer pemula, saya kurang paham bagaimana kriteria sebuah artikel yang kemudian dijadikan sebagai Artikel Pilihan (AP) dan seperti apa tulisan yang akan dijadikan Artikel Utama? Terkait hal itu, saya juga nggak berharap agar mendapat penjelasan komprehensif dari Kompasina. Barangkali kriteria itu menjadi rahasia dan sepenuhnya tergantung selera pribadi dari mimin.
Tugas saya adalah menulis dan terus menulis. Saya menulis bukan semata-mata mencari keuntungan nominal. Atau pingin menjadi penulis yang sangat terkenal. Tidak. Saya hanya mau berbagi pengalaman dan pemahaman tentang segala sesuatu. Barangkali bermanfaat bagi pembaca.
Jika ada reward dari Kompasiana, ya tentu harus diterima dan disyukuri. Berapa pun nominalnya. Sebaliknya, jika tidak, jangan juga berkecil hati dan lalu memilih untuk pergi dari Kompasiana.
Saya kira, baik buruknya sebuah artikel bukan diukur dari label pilihan atau label utama. Banyak tulisan yang di Kompasiana ini yang menurut saya sangat baik tetapi tidak diberi label utama dan bahkan tidak diberi label biru oleh mimin.
Dua artikel terakhir saya misalnya, tidak dikasih label biru oleh mimin. Tapi Nggak apa-apa. Untuk apa dipersoalkan? Toh saya menulis karena saya suka menulis. Saya tidak kecewa. Tugas saya adalah menulis, dan terus menulis.
Tulisan politik dan pemerintahan lebih diminati
Secara umur, tulisan yang terkait dengan politik dan pemerintahan lebih diminati oleh pembaca Kompasiana. Contohnya salah satu tulisan saya sebelumnya, yang berjudul "3 Indikator Jokowi Pemimpin Terbaik daripada Pemimpin Sebelumnya", dibaca oleh 735 pembaca.
Sebagai pemula, saya sangat kaget ketika melihat artikel saya tersebut dibaca oleh 700-an orang. Bahagianya mati punya. Maklum baru bergabung di Kompasiana.
Mungkin bagi Kompasiner hebat seperti pak Tjip dan Bu Roselina, pak Ketut, pak Felix, om Gege, om Reba GT, dan kompasianer hebat lainnya, artikel yang dibaca oleh 700-an pembaca itu biasa-biasa saja, iya kan?
Menurut mereka memang biasa-biasa saja tapi menurut saya, hal itu lebih dari biasa hahaha. Jika tidak mau dikatakan luar biasa.
Saya selalu selalu belajar dan terus belajar untuk menulis. Jatuh-bangun, tajamnya kritikan dari para pembaca, kurangnya kompasianer yang berkunjung, tidak lantas membuat saya patah semangat. Sebab, ada petuah yang mengatakan: dikritik jangan sampai tumbang dan dipuji jangan terbang.
Petuah tersebut memicu saya untuk selalu berjuang dan terus berjuang. Terutama dalam menuangkan ide dan gagasan di Kompasiana.
Kompasiana dan kompasianer's bagi saya, merupakan keluarga kedua yang selalu mau menyapa di kolom komentar atau sekadar meninggalkan vote. Saya bersyukur bahwa saya bisa berkenalan dengan kompasianer-kompasiner hebat di Kompasiana. Sekian dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H