Salah satu topik yang sangat menarik beberapa hari ini, yakni terkait RESHUFFLE. Isu reshuffle sebenarnya muncul sejak awal periode pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Namun makin kencang setelah Jokowi memberikan peringatan keras dan memarahi Kabinet Indonesia Maju pada Kamis, 18 Juni lalu ketika sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta.
Kemarahan Jokowi tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, beberapa menteri  kinerjanya biasa-biasa saja terutama saat negeri ini dilanda Covid-19. Jokowi marah, bukan karena emosi tetapi untuk membakar semangat para menteri agar kinerjanya ditingkatkan.
Reshuffle bukan hal baru bagi Jokowi. Kita ingat di periode pertama Jokowi melakukan 4 kali reshuffle terhadap beberapa menteri yang kinerjanya buruk. Reshuffle pertama misalnya. Ada 5 menteri yang di reshuffle pada 10 bulan pertama saat itu, yakni Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman, Menteri Perdagangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Lalu pertanyaan kemudian, apa benar Jokowi akan melakukan reshuffle? Ataukah Jokowi sekedar mengancam bawahannya agar berkerja lebih giat? Saya kira Jokowi sendiri yang paling tahu soal ini. Kita bisa menganalisanya secara liar. Tapi, faktanya ada beberapa menteri yang memang  kinerjanya sangat buruk. Sebut saja misalnya Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto yang secara terang-terangan dicontohi Jokowi dalam sidang tersebut.
Mensesneg mematahkan isu reshuffle
Kemarin, Senin, 6 Juli, Menteri Sekretaris negara (Mensesneg), Pratikno justru secara lantang mematahkan isu reshuffle ini. Pratikno mengatakan bahwa kemarahan Jokowi telah membawa pengaruh besar terhadap kinerja para menteri. Karena itu, isu reshuffle sudah tidak relevan lagi karena program-program sudah berjalan.
"Bisa dilihat dari serapan anggaran yang meningkat, program-program sudah berjalan. Artinya, teguran keras tersebut punya arti yang signifikan. Teguran keras tersebut dilaksanakan secara tepat oleh kabinet, "ujar pratikno (tribunnews.com, Senin, 6 Juli 2020)
Menurut penulis, perkataan Mensesneg tersebut hanya klaim. Karena Pratikno tidak menjelaskan secara detail menteri-menteri mana saja yang telah menggunakan anggaran-anggarannya untuk menjalankan program-program kerja yang sejak awal dibuat.
Apa yang diklaim Mensesneg tidak mengurangi derasnya teriakan minta reshuffle dari masyarakat akar rumput. Mayarakat sudah geram dan kesal sejak terbentuknya Kabinet Indonesia Maju.
Hal ini terjadi karena sebagian besar anggota kabinet kerja di periode kedua Jokowi merupakan titipan partai koalisi. Artinya, sangat besar intervensi ketua-ketua partai koalisi dalam pengusungan kabinet kerja. Padahal, seharusnya Jokowi sendirilah yang memiliki wewenang penuh terhadap proses pemilihan kabinet.
Seberapa Penting reshuffle kabinet di masa pandemi?
Melihat kinerja para menteri setelah dimarahi Jokowi yang biasa-biasa saja, maka reshuffle menjadi pilihan yang sangat penting dan mendesak untuk segera dilakukan. Kenapa penting? Karena buruknya kinerja menteri bisa berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi sebagai Kepala Negara.
Saya kita kita semua sepakat bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini makin menurun.
Hal ini terjadi karena hingga saat ini Covid-19 masih merebak dan mengancam keselamatan masyarakat. Padahal masyarakat sangat berharap bahwa Jokowi dan bawahannya bisa memerangi Covid-19 sehingga tidak ada lagi korban yang berjatuhan.
Untuk itu, Jokowi mau tidak mau, suka tidak suka, harus mendengar desakan masyarakat untuk segera merombak kabinet kerja. Setidaknya ada dua alasan penting kenapa Jokowi harus me-reshuffle kabinet.
Pertama, kinerja buruk. Jokowi segera menggantikan menteri yang kinerjanya buruk terutama di masa pandemi. Sebut saja misalnya Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, dan lain sebagainya.
Menteri tersebut segera ditendang dari Kabinet Indonesia Maju. Carilah menteri yang sungguh-sungguh berkompeten di bidangnya. Dari 271 juta jumlah penduduk Indonesia saat ini, pasti ada yang lebih berkulitas dan beintegritas daripada menteri tersebut.
Dan yang paling penting bahwa menteri yang terpilih nantinya berasal dari luar partai pengusung. Sebab, seringkali partai tidak mempertimbangkan kualitas dan integritas kandidat ketika mengusung nama-nama yang akan menjadi menteri.
Jangan sampai Jokowi tunduk pada partai pengusung. Apalagi periode kedua ini adalah periode terakhir Jokowi menjadi presiden. Artinya, Jokowi tidak perlu mendengar bisikan setan dari ketua-ketua partai.
Kedua, meningkatkan kepercayaan mayarakat. Rushuffle kabinet dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Hal ini penting agar supaya masyarat tidah apatis terhadap pemerintah. Sebab, jika masyarakat apatis, maka upaya pemerintah dalam memerangi Covid-19 makin sulit.
Jadi, isu reshuffle tetap relevan selama kinerja para menteri tidak menunjukkan perubahan signifikan setelah dimarahi Jokowi. Jokowi segera merombak Kabinet Indonesia Maju. Jangan tunggu Covid-19 pergi dari negeri ini. Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H