Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

3 Indikator Jokowi Pemimpin Terbaik daripada Pemimpin Sebelumnya

2 Juli 2020   12:17 Diperbarui: 2 Juli 2020   12:24 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 adalah ujian terbesar bagi seluruh kepala negara di dunia, tak terkecuali Jokowi. Semenjak Covid-19 merebak di Indonesia pada awal Maret lalu, sudah banyak kebijakan yang diambil Jokowi sebagai langkah strategis dalam memutuskan rantai penyebaran Covid-19.

Misalnya kebijakan beraktivitas, belajar dan beribadah dari rumah, PSBB, New Normal, dan lainnya. Kebijakan tersebut ternyata tidak evektif. Buktinya korban Covid-19 hingga saat ini masih fluktuatif, kadang naik kadang juga turun.

Jokowi sebagai kepala negara tentu saja disalahkan dan bahkan diminta untuk mundur dari kursi kepresidenan oleh segelintir orang.

Seruan mundur itu tentu membuat Jokowi stres. Selain dipengaruhi oleh penilaian buruk masyarakat, tapi Jokowi juga stres karena kinerja buruk para menteri. Banyak mentri yang kinerjanya jauh dari harapan masyarakat, terutama dalam upaya memerangi Covid-19.

Sebut saja misalnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang oleh banyak pihak dianggap sangat lemah dalam mengurus Covid-19. Kebijakan yang diambilnya  seringkali membingungkan masyarakat.

Selain Terawan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga dianggap tidak berkompten dalam menuntaskan masalah HAM yang terjadi di negeri ini. Banyak masalah yang belum dibereskan. Misalnya masalah HAM yang terjadi di Papua atau masalah yang dialami oleh Novel Baswedan. Terlepas dari fakta bahwa sudah ditemukan pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. Masalah ini masih menyisakan banyak tanya.

Buruknya kinerja kedua menteri tersebut dan beberapa menteri lainnya membuat Jokowi semakin marah. Hal ini tampak ketika sidang kabinet paripurna di istana kepresidenan, Jakarta pada 28 Juni yang lalu. Ketika itu, Jokowi memarahi para pembantunya yang kinerjanya selama pendemi Covid-19 biasa-biasa saja. Bahkan Jokowi mengancam untuk melakukan reshuffle.

Kemarahan Jokowi tersebut ditanggapi secara berbeda oleh masyarakat. Ada yang menganggap Jokowi gagal dalam mengendalikan para menterinya, sebagaimana yang dinilai oleh pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun.

"Jadi Jokowi marah itu sebenarnya ekspresi emosional dari kegagalannya sekaligus kekacauan mengendalikan para menteri" kata Ubedillah seperti dilangsir dari (nasional.tempo.co, Kamis 2 Juli 2020).

Penulis agak berbeda dengan penilaian pengamat politik tersebut. Kemarahan Jokowi, hemat penulis, mesti dilihat secara positif. Jokowi marah dalam rangka membakar semangat para menteri agar mereka bekerja secara luar biasa, dan bukan biasa-biasa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun