"Keluarga adalah seminari kecil", St. Yohanes Paulus II
Yohanes Paulus mengatakan keluarga sebagai seminari kecil karena di dalam keluarga tumbuh benih-benih panggilan rohani. Seminari dalam pemahaman Yohanes dan umat Kristiani sebagai tempat khusus untuk pendidikan calon rohaniwan.
Di Flores terdapat banyak seminari. Misalnya Seminari Pius XII Kisol (Manggarai Timur), Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo (Mangggarai Barat). Seminari Menengah ST. Yohahanes Berkhmans Matoloko (Bajawa), Seminari Tinggi ST. Paulus Ledaro (Maumere), dll.
Seminari tersebut sebagai tempat khusus untuk pendidikan bagi anak-anak yang bercita-cita menjadi pejabat-pejabat rohani dalam Gereja. Misalnya menjadi Bruder, Suster dan Pastor. Di seminari ini anak-anak digembleng dengan berbagai aturan hidup yang memungkinkan mereka kelak menjadi pejabat Gereja yang berkualitas.
Kembali ke keluarga. Yohanes menekankan pentingnya keluarga dalam pembentukan karakter seorang anak. Keluarga merupakan dunia pertama yang dikenal oleh seorang anak sebelum mengenal dunia sosial yang lebih luas. Karena itu, keluarga hendaknya membentuk benih-benih panggilan rohani pada anak-anak.
Keluarga juga dilihat sebagai tempat persemaian nilai-nilai moral yang nantinya berguna bagi kehidupan seorang anak. Bahkan keluarga juga dapat dikatakan sebagai surganya dunia. Di dalam keluarga kita merasakan kehangatan, kenyamanan dan kebahagiaan sempurna.
Terlepas dari fakta bahwa di dalam keluarga juga seringkali terjadi pertengkaran, baik antara ibu dan bapak, maupun antara anak-anak dan bapak/ibu. Pertengkaran tersebut kadang-kadang menyebabkan orang tua terpaksa berpisah ranjang atau bercerai, sehingga keluarga akhirnya berantakan.
Keluarga berantakan, anak ikut berantakan
Keluarga yang berantakan membuat anak juga ikut berantakan. Di sekolah tempat di mana saya mengajar misalnya, banyak siswa/i SMA yang kehilangan semangat belajar. Malas datang ke sekolah. Suka nongkrong malam-malam demi mencari kebahagiaan bersama teman sebaya. Nah, setelah diselidiki lebih dalam, ternyata orang tuanya sudah berpisah ranjang. Sangat kasihan, bukan?
Saya kira di sekolah-sekolah lain di negeri ini juga terjadi hal yang sama. Banyak siswa yang kehilangan orientasi hidup. Mereka seakan kehilangan motivator dan pemberi semangat. Apalagi kalau anak tunggal yang tidak punya kakak dan adik, dia pasti kebingungan.
Ibarat ketika kita berjalan dalam kegelapan tiba-tiba senter atau penerang kehabisan batrei. Kita pasti kebingungan untuk meneruskan perjalanan sampai ke tempat tujuan.
Berhadapan dengan anak-anak seperti itu, peran guru menjadi sangat penting. Dalam hal ini, guru bukan lagi sebagai orang tua kedua, melainkan orang tua pertama. Guru memberikan perhatian yang lebih terhadap siswa-siswa tersebut.
Dalam arti, guru tidak hanya memberikan pengetahuan, melainkan hadir merangkul, memberikan motivasi dan semangat kepada siswa-siswi tersebut, sehingga masa depan mereka pun terjamin.
Saya kira, banyak sekali anak-anak di negeri ini yang di mana orang tuanya sudah berpisah, dengan berbagai faktor penyebabnya. Misalnya karena kasus perselingkuhan, ketidakcocokan karakter, kondisi keuangan, dan macam-macam.
Oleh karena itu, saya mengajak pembaca yang juga sebagai guru, apalagi guru Bimbingan Konseling (BK), mestinya peduli pada anak-anak seperti itu. Sebab, mereka membutuhkan asupan kasih sayang dari anda. Dengan demikian, mereka akan  sadar kemana mereka harus melangkah? Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H