Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sudah Sarjana, Kenapa Masih Menganggur?

8 Juni 2020   15:07 Diperbarui: 8 Juni 2020   15:25 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pelajar yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di daerah NTT seringkali memilih melanjutkan pendidikan ke luar NTT daripada kuliah di daerahnya sendiri. Tempat-tempat yang sering mereka pilih yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makasar, dll.

Mereka memiliki alasan yang berbeda-beda. Ada yang beralasan bahwa di kota-kota tersebut kualitas kampusnya  lebih bagus jika dibandingkan dengan kualitas kampus di NTT, semisal Kampus St. paulus (Ruteng), STIPAR (Ende), UNIPA (Maumere), dll. Selain karena kualitas kampus, juga karena kehidupan di kota jauh lebih ramai, fasilitas teknologi lebih bagus dan jaringan internetnya lebih lancar.

Lalu muncul pertanyaan, apakah pendidikan Strata Satu (S1) di kota mempermudah dalam mencari pekerjaan? tentu saja tidak. Banyak lulusan sarjana di kota yang terpaksa menganggur bertahun-tahun ketika mereka kembali ke daerah.  Kenapa demikian?

Ada beberapa alasan sebagai berikut:

Pertama, angka kelulusan setiap tahun tak sebanding dengan persediaan lapangan kerja di NTT. Bayangkan ribuan mahasiswa yang lulus setiap tahun, sementara lapangan pekerjaan di sana hanya sedikit. 

Contoh lapangan pekerjaan yang tersedia: Guru, Perawat, Pegawai Kantoran, Pegawai Bank, dll. Lapangan pekerjaan tersebut tak mampu menampung banyaknya lulusan sarjana yang mencari pekerjaan.

Kedua, kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai. Maksudnya, kualifikasi tena kerja yang dibutuhkan dari tempat kerja tak sesuai dengan latar belakang pendidikan para pencari kerja. Contohnya seorang yang lulusan D3 kebidanan di Makasar melamar menjadi guru SD, ya tentu saja nggak diterima.

Jangan pernah berpikir bahwa mengajar anak-anak Sekolah Dasar (SD) itu sangat mudah. Hemat saya, guru-guru yang berkarisma saja yang bisa mengajar anak-anak SD. Ibarat mengubah batu menjadi kayu, suatu pekerjaan yang sulit. Butuh skill di atas rata-rata dan kesabaran maksimal.

Ketiga, skill dan (IQ) rendah. Sarjana lulusan universitas terkenal seperti UGM Yogyakarta tidak menjamin bahwa mereka memiliki Intelelligence Qoutient (IQ) yang bagus. Buktinya banyak yang tidak lulus ketika mengikuti test di tempat dimana mereka mencari pekerjaan. 

Belum lagi  ada pencari kerja yang karena lulusan universitas terkenal, tetapi sikapnya arogan ketika wawancara, ya pasti tidak akan diterima. Sebab tempat kerja tak hanya menerima pekerja yang kapasitasnya bagus tetapi mesti diimbangi dengan sikap dan tutur kata yang arif.

Keempat, gengsi yang berlebihan. Banyak lulusan dari NTT terutama dari Manggarai yang tingkat gensinya tinggi. Misalnya mereka yang sudah lulus dari Universitas Indraprasta PGRI (UNINRA) dan bertahun-tahun tidak bekerja di kampung karena merasa gensi untuk bertani, beternak, dll. 

Mereka takut tangannya kotor ketika terpaksa memelihara hewan, menyentuh tanah dan mengolah lahan pertanian yang sebenarnya banyak. Terus mau jadi apa?

Beberapa alasan yang saya paparkan diatas mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran setiap tahun di NTT.

"Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTT Maritje Pattiwaellapi mengatakan, jumlah pengangguran di NTT saat ini sebanyak 78.500 orang. Angka ini naik jika dibandingkan pada bulan Februari 2019 lalu, yakni 76.300 orang" seperti dilangsir dari Kompas.com, 7 Mei 2020.

Jadi, tidak salah jika dikatakan bahwa NTT masih tergolong provinsi yang sangat tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Angka penganggurannya terus meningkat dan kehidupan ekonomi masyarakatnya tidak berkembang. 

Ditambah lagi dengan pemerintah yang bodo amat dengan para pengangguran. Pemerintah lebih gesit berbisinis dengan para kapitalis asing daripada bergerak ke bawah dan membantu masyarakat yang kian tahun kian melarat.

Pergantian pejabat pemerintahan setiap 5 tahun tak memberikan perubahan yang signifikan pada kehidupan masyarakat. Janji-janji politik terdengar kencang ketika diadakan Pilkada. Setelah Pilkada, semuanya selesai. Pemerintah sibuk mendatangkan investor tambang. 

Sedang masyakarat dipaksakan agar menerima tuan-tuan tambang yang datang untuk mengeksploitasi barang tambang yang ada di perut bumi NTT. Makin bahagia pemerintahnya, makin melarat rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun