Keempat, gengsi yang berlebihan. Banyak lulusan dari NTT terutama dari Manggarai yang tingkat gensinya tinggi. Misalnya mereka yang sudah lulus dari Universitas Indraprasta PGRI (UNINRA) dan bertahun-tahun tidak bekerja di kampung karena merasa gensi untuk bertani, beternak, dll.Â
Mereka takut tangannya kotor ketika terpaksa memelihara hewan, menyentuh tanah dan mengolah lahan pertanian yang sebenarnya banyak. Terus mau jadi apa?
Beberapa alasan yang saya paparkan diatas mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran setiap tahun di NTT.
"Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTT Maritje Pattiwaellapi mengatakan, jumlah pengangguran di NTT saat ini sebanyak 78.500 orang. Angka ini naik jika dibandingkan pada bulan Februari 2019 lalu, yakni 76.300 orang" seperti dilangsir dari Kompas.com, 7 Mei 2020.
Jadi, tidak salah jika dikatakan bahwa NTT masih tergolong provinsi yang sangat tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Angka penganggurannya terus meningkat dan kehidupan ekonomi masyarakatnya tidak berkembang.Â
Ditambah lagi dengan pemerintah yang bodo amat dengan para pengangguran. Pemerintah lebih gesit berbisinis dengan para kapitalis asing daripada bergerak ke bawah dan membantu masyarakat yang kian tahun kian melarat.
Pergantian pejabat pemerintahan setiap 5 tahun tak memberikan perubahan yang signifikan pada kehidupan masyarakat. Janji-janji politik terdengar kencang ketika diadakan Pilkada. Setelah Pilkada, semuanya selesai. Pemerintah sibuk mendatangkan investor tambang.Â
Sedang masyakarat dipaksakan agar menerima tuan-tuan tambang yang datang untuk mengeksploitasi barang tambang yang ada di perut bumi NTT. Makin bahagia pemerintahnya, makin melarat rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H