Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Teguran demi Kebaikan Dibalas dengan Kekerasan

26 Mei 2020   00:58 Diperbarui: 26 Mei 2020   01:20 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin viral sebuah berita terkait pengeroyokan terhadap kepala desa dan aparat desa oleh belasan jemaah setelah mengadakan salat Idul Fitri di masjid Al-Nikmat, desa Lripubogu, Kecamatan Gadung, Kabupaten Buol.

Sebagaimana yang diberikan melalui beberapa media online bahwa kepala desa yang berinisial H bersama aparat desa lainnya mendatangi masjid tersebut dan menegur jemaah setelah mereka melaksanakan salat  Idul Fitri. Namun, jemaah tersebut malah memukul kepala desa dan aparatnya (Kompas.com, 25 Mei 2020).

Fakta yang saya paparkan di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral belum dihidupi secara sungguh-sungguh oleh umat beragama di negara ini. Dikatakan  demikian karena jemaah tersebut melakukan tindakan kekerasan setelah beribadah.

Dilihat dari sisi agama, jemaah tersebut telah bertemu dengan Tuhan. Seharusnya Tuhan yang samalah yang kemudian diwartakan ke luar atau setelah beribadah di masjid. Tuhan itu Mahabaik, mestinya tindakan-tindakan yang baik juga yang mereka tunjukkan kepada orang lain.

Saya sendiri belum memahami kira-kira teguran seperti apa yang dilakukan oleh kepala desa dan aparatnya. Apakah mereka menegur dengan kata-kata kasar? Terlepas dari itu, saya kira kepala desa juga sedang melaksanakan tugasnya, yakni memastikan warganya agar menindaklanjuti anjuran pemerintah untuk beribadah di rumah. Seruan beribadah di rumah tujuannya jelas, yakni agar rantai penyebaran corona segera putus.

Ada dua kesalahan yang dilakukan oleh jemaaf tersebut. Pertama, mereka melaksanakan ibadah secara bersama. Artinya di saat yang bersaman mereka sebenarnya tidak menaati perintah dan anjuran pemerintah pusat. Padahal seruan ibadah di rumah untuk kebaikan bersama (bonum commune).

Kedua, melakukan tindakan pemukulan. Pemukulan sama dengan tindakan kekerasan. Padahal setiap orang berhak untuk mendapat kehidupan yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

Oleh karena itu, jemaah tersebut mestinya diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Sanksi hukum menurut saya penting, agar jemaah tersebut sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Kekerasan apapun bentuknya tak dapat dibenarkan menurut agama dan hukum.

Di samping itu, sanksi hukum itu juga bertujuan agar tidak terjadi lagi kekerasan yang sama di daerah-daerah lain di Indonesia. Lagi pula, kekerasan yang dilakukan setelah beribadah adalah tindakan yang tidak elok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun